banyak mengandung ***, tolong yang dibawah umur bijaklah dalam membaca setiap novel.
karya ini adalah karya saya di platform sebelah. terpaksa saya pindahkan disini sebab novel ini sudah hilang di platform sebelah. saya sudah menunggu beberapa bulan kembali nya novel ini tapi nyatanya tidak kembali lagi.
mengandung *** bijaklah dalam membaca
Zahra harus rela di nikahi oleh calon suami kakaknya, intan. sebab intan kabur di hari H pernikahannya. tak ada pilihan lain akhirnya Zahra menuruti keinginan orang tua angkatnya. ingin rasanya wanita itu menolaknya tapi hal itu menyangkut nama baik keluarga mereka.
William menyalahkan Zahra atas hilangnya calon istri saat menjelang pernikahan, pria itu mengira jika Zahra dalang dibalik semua ini karena iri dengan intan.
seakan buta mata dan hati, William terus saja menyiksa Zahra setelah menjadi istrinya. hari-hari dijalani Zahra penuh dengan penyiksaan, hinaan dan cacian sudah menjadi makanan sehari-hari nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms Al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Kini mereka sudah berkumpul diruang makan untuk sarapan pagi, termasuk Zahra yang memang sudah bangun pagi sekali untuk membantu memasak bi Inah yang ada di rumah mertuanya.
"Wah kok masakan bi Inah tambah enak yah". Kata Airin dengan wajah girang.
"Bukan saya yang masak Bu, tapi nona Zahra padahal bibi sudah melarangnya". Terang bi inah membuat William yang sedang menikmati makanan nya langsung tersedak mendengar jika Zahra yang memasak makanan yang sedang ia makan.
Uhuk... Uhuk..
Zahra dengan sigap memberi air minum kepada William.
"Astaga hati-hati Will, mami tau jika istrimu yang masak tak perlu buru-buru". Kekeh Airin melihat tingkah anaknya.
"He'em bener kata mami makanan hari ini beda lebih enak. Maaf yah bi bukannya masakan bibi tidak enak tetap enak kok". Kata Handoko membuat bi Inah hanya tersenyum menanggapi.
"Kamu pintar banget masaknya nak kayak direstoran". Puji Airin yang melahap makanan itu
"Terimakasih papi, mami. Ini juga dibantu sama bi Inah kok mi, Zahra ngga sendiri masaknya hehe". Kekeh Zahra yang merasa senang jika banyak yang menyukai masakannya.
Willi hanya terdiam sambil tetap mengunyah tanpa memuji istrinya.
"Kamu kok diam saja sih Will". Tegur Airin yang melihat anaknya hanya terdiam tanpa berkomentar apapun.
"Loh William memangnya harus ngapain mi". Ucap William yang masih mengunyah.
"Yah bicara dong jika makanannya enak supaya istrimu makin senang". Airin tak habis pikir dengan anak semata wayangnya ini, bisa-busanya hanya terdiam saja padahal makanya hampir ludes.
"Mau bicara apa sih, perasaan makanan ini biasa-biasa saja tuh. Lebih enakan masakan bi inah. Lain kali kalau nggak tau masak nggak usah masak". Zahra hanya terdiam ketika William mengatai masakan nya.
"Will, kamu kok ngomong begitu sama istri kamu. Apa kamu buta bilang tidak enak tapi makanya hampir habis". Kata Handoko memarahi putranya.
"Karena William lapar, kalau nggak mana mungkin William makan makanan sampah ini".
Sebenarnya William mengakui masakan Zahra yang enak tapi karena gengsi dan egonya akhirnya tak mau mengakui.
Ketika kunyahan terakhir William teringat sesuatu, Dulu intan sering membawakan makanan untuk nya yang katanya intan sendiri yang memasak makanan itu.
'tidak mungkin intan berbohong kan, atau perempuan ini yang belajar kepada intan tentang resep makanan seenak ini. Yahh pasti diajari intan ini'. Batin William.
"Papi, mami hari ini aku dan Zahra akan pindah kerumah ku". Kata William ketika selesai makan.
Zahra menatap lekat kearah suaminya, karena begitu cepat pindah.
'ini kah awal penderitaan hidupku tuhan'. Batin Zahra.
"Loh kok cepat banget, padahal kalian baru bermalam semalaman". Ucap Airin yang tak mau putra dan menantunya cepat pergi karena pasti akan kesepian.
"Soalnya besok aku sudah masuk kerja, biar dekat jaraknya". Handoko menghela nafasnya mendengar alasan putranya.
"Biarkan mereka mandiri mi, nanti kita bisa jenguk mereka jika rindu". Airin hanya mengangguk tapi sebenarnya tak rela.
***
Setelah membereskan pakaian, akhirnya mereka berpamitan kepada orang tuanya.
Mobil Aston Martin berwarna hitam melaju memecah jalanan di siang hari, dalam perjalanan Zahra hanya menatap keluar jendela sedangkan William fokus menyetir, tak ada perbincangan diantara mereka berdua.
Perjalanan memakan waktu satu jam akhirnya mereka sampai di depan rumah dua lantai dengan gaya kontemporer modern. Zahra berdecak kagum akan keindahan rumah itu.
Setela mobil terparkir sempurna William segera turun mengambil koper yang ada di bagasi.
"Bawa koper mu sendiri dan ikuti aku". Ucap William dengan wajah datar.
Zahra mengekor di belakang William, mata terus berputar melihat keindahan didalam rumah tersebut.
Tanpa sengaja ketika William berhenti ingin menunjukkan kamar Zahra, Zahra terhantup di punggung kekar William.
"Pake mata mu jika berjalan, apa kamu tak pernah melihat rumah semewah ini. Dasar kampungan". Kata William yang berbalik melihat Zahra.
"Iyah tidak pernah soalnya rumah mama dan papaku tidak semewah ini". Tanpa William duga ternyata Zahra menjawab.
"Sekarang mana kamar ku". Tanya Zahra menadahkan tangan minta kunci kamar.
"Jangan sok jadi nyonya dirumah ini, karena kamu akan ku jadikan pembantu jadi kamu harus tidur dikamar pembantu". Zahra hanya terbengong dengan ucap William.
Tiga detik kemudian dirinya tersadar "apa rumah sebagus ini kamu tidak punya pembantu bahkan yang uangmu banyak untuk menyewa pembantu dan itu tak membuatmu bangkrut bukan". William merasa geram karena Zahra selalu membalas ucapannya.
"Aku sengaja memecat mereka karena sudah ada kamu disini. Ingat yah kamu cuman pembantu disini hanya I-N-T-A-N yang akan jadi nyonya nantinya".
Zahra hanya menghela nafasnya karena tak ingin berdebat lagi dengan suaminya itu takutnya nanti berujung pada menyakiti dirinya.
Apalagi sakit yang ditimbulkan tadi malam masih berbekas di kepalanya saat William menyiksanya.
"Baiklah, tolong tunjukkan dimana kamar pembantu itu". Tanpa banyak kata lagi William berjalan menuju bagian belakang dimana tempat kamar pembantunya berada.
"Ini kamarnya dan ini kuncinya". William segera berlalu.
Zahra segera masuk dalam kamar itu "astaga begini kah kamar pembantu orang kaya, begitu nyaman seperti kamar tamu". Zahra begitu bersyukur karena bayangan jika kamar pembantu hanya ada kasur kecil yang hanya muat satu orang saja tapi ini berbeda. Begitu lengkap dan tertata rapi.
Malam telah tiba Kini William sudah membersihkan badannya kemudian berdiri diatas balkon sambil menyesap sebatang rokok.
Tiba-tiba ponselnya berdering ternyata anak buahnya.
"Katakan". Ucap William to the poin.
"Maafkan kami tuan, kami sudah mencari nona intan dari kota ke kota Bahkan desa-desa kecil kami sudah mencarinya tapi tak ada titik terang". Ungkap Beni anak buahnya.
William langsung mematikan teleponnya kemudian membanting ponsel tersebut hingga hancur. Emosinya begitu tak stabil kali ini.
"Dimana sebenarnya kamu sayang, aku sangat merindukanmu. Apa kamu tak merindukan ku". Kata William pelan yang merasa tersiksa dengan rindunya itu.
Dilemparkan nya puntung rokok yang berada ditangannya ke sembarang arah kemudian keluar kamar tujuan nya sekarang kekamar Zahra.
Dog...
Dog..
Zahra yang selesai sholat terlonjak kaget degan gedoran pintu yang begitu kencang tanpa membuka terlebih dulu mukenanya segera membukakan pintu.
Mata William memicing membuat Zahra ketakutan.
"A-ada a-pa mas". Tanya Zahra terbata-bata.
William menarik mukena Zahra hingga terlepas, dij*mbaknya rambut lurus itu membuat sang pemilik kesakitan.
"Kamu memang selalu membuatku emosi HAAAA". teriak William memekik ditelinga Zahra.
"A-apa maksud m-mas William, sa-saya tidak menganggu sama se-kali". Jawab Zahra memegang rambutnya yang sakit.
"Siapa menyuruh mu memanggilku dengan sebutan kampungan itu, panggil aku tuan". Kata William penuh penekanan.
"Ku mohon lepaskan tuan". Mohon Zahra.
"Hahahaha memohon lah karena aku suka mendengar kamu memohon meminta ampun hahaha". Tawa William pecah melihat Zahra kesakitan.
Zahra tak bisa berbicara lagi sebab rasa sakit mengalahkan nya, hanya tangisan kepedihan yang berbicara, tapi lagi-lagi William begitu senang melihat itu. Melihat Zahra menangis adalah hiburan tersendiri nya.
Dih*mpasnya tubuh mungil Zahra kemudian m*n*ndang bokong nya membuat Zahra tersungkur tak lupa juga William menginjak tangan zahra.
"CEPAT KATAKAN DIMANA KAMU MENYEMBUNYIKAN INTAN S*ALAN!!". teriak William.
Zahra berteriak ketika kaki besar itu menginjak tangannya bahkan kaki itu memutar-mutar diatas sana.
"Ak-aku tidak ta-tahu tuan". Tangis Zahra.
"Jangan berbohong s*alan!!!. Kenapa kamu tidak jujur saja HAAAA!!. Apa kamu tidak capek disiksa".
"Tolong... Lepaskan tangan ku.... Aku benar-benar tidak tahu dimana... Mbak intan".
William semakin menghentakkan kakinya hingga tangan Zahra luka dan berdarah, tujuannya agar Zahra mengaku dimana wanita itu menyembunyikan calon istrinya.
Zahra yang sudah tak tahan akhirnya pingsan sebab tak bisa menahan sakit akibat ulah William yang meng*njaknya tak ada ampun.
Bersambung...