Mika, seorang wanita yang dulunya gemuk dan tidak percaya diri, sering menjadi korban bullying oleh geng wanita populer di SMA. Dihina karena penampilannya, ia pernah dipermalukan di depan seluruh sekolah, terutama oleh Dara, ketua geng yang kini telah menikah dengan pria idaman Mika, Antony. Setelah melakukan transformasi fisik yang dramatis, Mika kembali ke kota asalnya sebagai sosok baru, sukses dan penuh percaya diri, tapi di dalam dirinya, dendam lama masih membara. Kini Mika bertekad untuk menghancurkan hidup Dara, gengnya, dan merebut kembali Antony, cinta masa lalunya, dengan cara yang jauh lebih kejam dan cerdas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam Mewah dan Godaan Halus
Antony memarkir mobil sport hitamnya di depan sebuah restoran mewah yang terkenal dengan hidangan kelas atas dan atmosfer elegan. Pelayan valet segera menghampiri, membukakan pintu bagi Antony. Namun, Antony menghentikan mereka dengan lambaian tangan.
"Aku yang akan bukakan," ujar Antony dengan senyum tipis, lalu melangkah ke sisi lain mobil untuk membukakan pintu bagi Mika.
Mika menatap Antony dari dalam mobil, sedikit terkejut oleh sikapnya yang gentleman. Antony mengulurkan tangannya.
"Silakan, Nona. Malam ini kamu tamu istimewaku," katanya dengan nada menggoda.
Mika tersenyum manis, memegang tangan Antony saat ia turun dari mobil. Gaun hitamnya yang elegan dengan belahan di sisi paha dan bahu terbuka menambah pesonanya. Angin malam menyapu rambutnya yang terurai, membuat Mika terlihat semakin memikat di mata Antony.
"Terima kasih," bisik Mika lembut, menikmati perhatian yang ia terima.
Tatapan Antony seakan tak bisa lepas dari Mika. Ia menahan napas sejenak, kagum akan bagaimana gadis yang dulu ia abaikan telah berubah menjadi sosok yang begitu memesona dan sangat cantik.
Mereka memasuki restoran yang dikelilingi kaca, menampilkan pemandangan kota yang gemerlap di malam hari. Lampu gantung kristal berkilauan di atas meja-meja yang tertata rapi dengan lilin dan bunga segar.
Antony menarik kursi untuk Mika.
"Silakan duduk, cantik," katanya sambil memberikan senyum hangat.
Mika duduk dengan anggun, sambil menyadari betapa seriusnya Antony dalam memperlakukannya malam ini. Setelah Antony duduk di seberang, pelayan datang membawa daftar menu dan menyuguhkan anggur merah terbaik.
"Ini benar-benar spesial," ujar Mika sambil menatap sekeliling. "Kamu sering bawa orang ke sini?"
Antony tertawa kecil, menggelengkan kepala. "Nggak, ini pertama kalinya aku bawa seseorang ke sini. Kamu spesial, Mika."
Mika tersenyum kecil, merasa puas mendengar kata-kata Antony. Meski ia tahu ini bagian dari rencana permainannya, ada sedikit bagian di hatinya yang menikmati setiap momen ini.
"Jadi, apa yang kamu harapkan dari pertemuan kita?" tanya Mika, menyesap anggurnya sambil menatap Antony dengan mata yang berkilau penuh arti.
Antony menyandarkan punggungnya di kursi, memainkan gelas anggur di tangannya sambil menatap Mika.
"Aku ingin mengenalmu lagi. Dulu aku bodoh karena nggak pernah melihat kamu dengan benar."
Mika tersenyum sinis dalam hati, namun ia tetap memasang wajah ramah di hadapan Antony. "Yakin kamu nggak menyesal bertemu denganku?"
Antony mencondongkan tubuhnya ke depan, mengurangi jarak di antara mereka.
"Aku nggak pernah seserius ini sebelumnya."
Suasana di antara mereka semakin intim, dengan setiap tatapan dan senyuman membawa godaan tersirat. Antony tampak benar-benar terpikat oleh Mika, dan itu membuat Mika semakin yakin bahwa rencananya akan berjalan lancar.
Mereka menikmati makan malam dengan hidangan mahal—steak wagyu, foie gras, dan dessert dengan taburan emas. Percakapan mengalir tentang masa lalu dan masa kini. Antony bercerita tentang kehidupannya sebagai suami dan ayah, namun dengan nada yang seakan-akan menggambarkan kejenuhan dan keinginannya untuk merasakan sesuatu yang baru.
"Aku kadang merasa terjebak," ungkap Antony pelan. "Kehidupan bisa terlihat sempurna di luar, tapi di dalam... rasanya seperti ada bagian yang hilang."
Mika memiringkan kepalanya, menatap Antony dengan tatapan penuh pengertian.
"Dan kamu berharap aku bisa mengisi bagian yang hilang itu?" tanyanya dengan nada menggoda.
Antony tersenyum, matanya berkilauan. "Mungkin. Tapi aku ingin itu lebih dari sekadar permainan, Mika."
Setelah selesai makan, Antony meminta tagihan dan membantu Mika mengenakan mantelnya. Saat mereka keluar dari restoran, angin malam yang dingin membuat Mika menggigil sedikit. Antony langsung meletakkan tangannya di punggung Mika, memeluknya dengan hangat.
"Aku pastikan kamu nyaman," bisik Antony pelan di dekat telinganya, membuat Mika merasakan debaran samar di dadanya.
Saat kembali ke mobil, Antony lagi-lagi membukakan pintu untuk Mika. Kali ini, ia menatap Mika lebih dalam sebelum membiarkannya masuk.
"Terima kasih sudah mau ikut denganku malam ini."
Mika tersenyum tipis, menatap Antony dengan mata yang penuh makna. "Terima kasih juga, Antony. Malam ini... sangat menyenangkan."
Saat Antony masuk ke mobil dan mesin dihidupkan, Mika merasa seperti berada di atas kendali permainan. Antony sudah benar-benar terperangkap dalam pesonanya. Ini baru permulaan—dari sini, Mika akan mulai menghancurkan kehidupan Dara dengan cara paling halus namun mematikan.
"Akan ada waktu-waktu menyenangkan lainnya, kan?" tanya Antony saat mereka melaju di jalan malam yang lengang.
Mika menoleh ke arahnya, menyunggingkan senyum penuh arti. "Kita lihat nanti, Antony."
Di dalam hatinya, Mika tahu bahwa ia sudah memegang kendali penuh. Antony adalah bidak utama dalam rencananya, dan ia tidak akan berhenti sampai Dara kehilangan segalanya.
Saat mobil melaju dalam sunyi malam, ponsel Antony berdering. Nama "Dara" terpampang jelas di layar, membuat Antony mendadak kaku. Ia melirik sekilas ke arah Mika yang duduk di sampingnya, menatap keluar jendela dengan tenang.
Antony menghela napas pelan, lalu mengangkat teleponnya dengan hati-hati.
“Halo, sayang?” sapanya, berusaha terdengar biasa saja.
“Kamu di mana?” tanya Dara dari seberang telepon, suaranya terdengar tajam. "Tadi kamu janji mau makan malam sama aku dan Alea, tapi kamu malah nggak ada di rumah."
Antony terdiam sesaat. Ia benar-benar lupa dengan janji yang diucapkannya tanpa pikir panjang saat sedang bersiap menemui Mika. Otaknya berputar mencari alasan cepat.
“Oh, iya... maaf, aku lupa,” jawab Antony dengan nada menyesal yang dibuat-buat. "Aku lagi di luar ketemu klien penting, sayang. Tadi mendadak ada meeting.”
“Kau masih meeting? selama ini?” Dara terdengar semakin kesal dan curiga.
Antony meremas setir mobil dengan gugup, tetapi tetap mencoba menjaga suaranya agar terdengar tenang.
“Iya, ini klien besar. Kalau nggak ketemu sekarang, bisa lepas proyeknya," ucapnya berusaha meyakinkan. "Besok kita makan bareng deh, aku janji.”
Mika yang duduk di sampingnya menangkap ekspresi Antony dari sudut matanya. Meski tidak bisa mendengar apa yang dibicarakan di telepon, ia bisa menebak percakapan itu melibatkan Dara. Sebuah senyum tipis muncul di sudut bibir Mika—pertanda bahwa Antony semakin terjerat dalam kebohongannya sendiri.
Dara mendengus dari seberang telepon.
“Ini terakhir kalinya kamu ingkar janji sama Alea, Antony. Kalau besok kamu lupa lagi, kamu akan berurusan denganku.”
Antony menelan ludah, menyadari bahwa Dara benar-benar kesal. “Iya, iya. Aku paham. Besok aku bakal tepati janji, oke?”
Telepon pun berakhir, dan Antony menghela napas lega, lalu melirik Mika. Ia berharap Mika tidak merasa terganggu dengan panggilan itu.
“Maaf, tadi istri aku,” ucap Antony sambil memaksakan senyum.
Mika hanya menatapnya dengan tatapan misterius. "Kamu memang selalu pandai merangkai kata, ya," ujarnya dengan nada setengah menggoda. "Dulu waktu SMA, kamu juga sering bikin janji palsu kayak gitu?"
Antony tertawa canggung, merasa sedikit tersindir. "Waktu itu aku masih anak-anak. Sekarang... beda cerita."
Mika tersenyum, tapi dalam hati ia semakin yakin. Antony tidak berubah—ia masih pria yang mudah teralihkan, penuh kebohongan, dan mudah terpikat. Tepat seperti yang Mika harapkan.
Saat mobil berhenti di depan baru baru Mika, Antony cepat-cepat keluar untuk membukakan pintu. Mika turun dengan anggun, gaunnya melambai pelan di tiupan angin malam.
“Terima kasih untuk malam ini, Antony,” ujar Mika sambil menatapnya dengan mata berkilau.
Antony membalas tatapan itu dengan intens, seakan tak ingin malam berakhir.
“Kamu luar biasa, Mika. Aku nggak tahu kapan terakhir kali merasa seperti ini.”
Mika tersenyum samar, lalu mendekatkan wajahnya sedikit ke Antony, cukup untuk membuat pria itu terdiam. “Hati-hati di jalan,” bisiknya, sebelum berbalik dan melangkah menuju pintu apartemen.
Antony hanya bisa menatapnya dari belakang, terpaku oleh pesona Mika. Saat pintu rumah tertutup, Antony kembali ke mobilnya dengan pikiran yang berkecamuk.
Di dalam rumahnya, Mika tersenyum penuh kemenangan. Antony sudah jelas terperangkap dalam pesonanya, dan semakin lama pria itu larut dalam permainan ini, semakin mudah bagi Mika untuk menghancurkan kehidupan Dara.
Ia duduk di sofa dan membuka ponselnya. Sebuah pesan baru masuk dari Antony:
"Aku nggak sabar ketemu lagi sama kamu."
Mika tersenyum puas.
“Ini baru permulaan,” gumamnya pelan, lalu meneguk segelas anggur.
Di sisi lain, Dara tidak tahu bahwa kehidupan sempurnanya mulai retak. Mika sudah kembali ke kota ini bukan hanya untuk memulai hidup baru, tapi untuk mengambil semua yang dulu pernah diabaikan dan diremehkan—termasuk suaminya sendiri.