Ara adalah seorang personal asisten Garvi, hubungan mereka cukup unik. Terkadang terlihat layaknya kawan sendiri tapi tak jarang bersikap cukup bossy hingga membuat Ara lelah sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lin_iin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
sepuluh
💙💙💙💙
Ara langsung bergegas membuatkan jus untuk sang atasan begitu sampai di apartemen pria itu. Awalnya ia ingin langsung berangkat ke kantor karena tahu sang bos sedang menginap di rumah orang tuanya, tapi pagi-pagi sekali tadi sang atasan mengiriminya pesan agar ia menyiapkan semua keperluannya karena Garvi akan pulang ke apartemennya lebih dahulu sebelum berangkat ke kantor. Bahkan pria itu meminta dibuatkan sarapan seperti biasa.
Meski ingin protes, ia tidak bisa melakukannya karena ia hanya seorang bawahan yang harus menurut kepada atasannya. Selagi masih mampu ia kerjakan dan tidak melanggar norma agama, tentu saja.
Tepat saat ia mematikan mesin blendernya, Garvi masuk ke dalam apartemen. Wajah pria itu tampak kusut seperti pakaian lecek belum disetrika.
Saat Ara ingin membuka mulut untuk menyapa pria itu, bosnya itu lebih dulu membuka suara.
"Kenapa semalam tidak membalas chat saya?" ucap Garvi saat memasuki area dapur. Sebelah tangannya berkacak pinggang dan kepala yang sedikit dimiringkan ke samping, "kamu sengaja ya membuat saya bertambah kesal?"
Sekuat tenaga Ara mencoba menyembunyikan tawanya kala mengingat foto yang dikirim pria itu semalam.
"Tidak ada yang lucu dan layak kamu tertawakan, Zahra. Jadi saran saya lebih baik kamu diam!"
Ara mengangguk cepat untuk menyanggupinya. Sekuat tenaga ia berusaha agar tidak tertawa.
Garvi melirik Ara sinis lalu meraih gelas yang berisi jus untuknya. Ia meneguknya seolah ia baru saja lari maraton dan perlu minum dengan jumlah yang banyak.
"Hati-hati, Pak," ucap Ara mengingatkan.
Namun, Garvi terlihat tidak peduli. Pria itu masih fokus menghabiskan jusnya. Baru setelah gelas itu bersih, fokusnya beralih sepenuhnya kepada Ara.
"Saya mau mendengar penjelasan kamu."
Ara terkekeh samar sambil meraih gelas kotor dan langsung mencucinya. "Lebih baik Pak Garvi langsung sarapan, itu udah saya siapin di meja. Lagian Bapak minta penjelasan apa dari saya?"
"Kenapa semalam kamu mengabaikan pesan saya?"
"Kan saya nggak mau ganggu quality time Pak Garvi sama adiknya," ucap Ara tidak sepenuhnya berbohong. Yang langsung direspon dengan dengkusan tidak percaya, tak lupa lirikan mata tajam dari Garvi.
"Kamu benar-benar menyebalkan akhir-akhir ini, Zahra. Apa karena saya terlalu bersikap lunak ke kamu?"
Ara melotot tidak setuju. Bersikap lunak dari mana? Batinnya tidak setuju. Saat hendak memprotes, Garvi memilih mengangkat telapak tangannya, guna mengkode gadis itu agar tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Karena ia ingin segera mandi dan bersiap-siap sebelum berangkat ke kantor.
"Bapak nggak mau sarapan dulu?" tanya Ara saat sebelum sang atasan benar-benar masuk ke dalam kamar.
Garvi menggeleng. "Saya sudah sarapan di rumah Mama."
"Terus kenapa--"
"Buat kamu," potong Garvi sesuka hatinya seperti biasa.
"Saya sudah beli nasi uduk, Pak."
"Makan dua-duanya. Saya tahu kamu cacingan, jadi nggak usah pake alasan takut gemuk," ucap Garvi sebelum benar-benar menghilang di balik pintu. Meninggalkan Ara dengan segala sumpah serapahnya.
Flashback Malam Kejadian Dulu ya
Garvi yang baru selesai mandi lalu mengambil posisi duduk tepat di sebelah Dika. Berhubung pria itu masih kesal dengan sang kakak, secara cepat ia langsung menggeser tubuhnya agar menjauh dari sang kakak. Tapi Garvi tidak ingin menyerah, pria itu masih terus berusaha mendekati sang adik. Sampai akhirnya Dika mulai kehilangan kesabaran dan berdecak kesal.
"Lo ini apa-apaan sih, Mas?" protes Dika dengan wajah galaknya.
Sedangkan yang ditatap hanya menampilkan wajah polos bak tidak punya dosa, Dika rasanya ingin melempar sesuatu ke arah wajah menyebalkan itu.
"Gue kenapa?"
"Tahu lah," rajuk Dika kesal.
"Maafin gue makanya, nanti gue berhenti ganggu lo."
"Ke laut aja sana lo!"
"Dek!"
"Bodo amat."
Garvi menghela napas sambil memasang wajah melasnya. Dika yang memang memiliki perasaan tidak enakan mendadak mulai gelisah.
"Muka lo biasa aja, Mas!"
"Muka gue emang begini dari sananya," sahut Garvi tidak terima.
Dika berdecak sebal. "Lagian lo kenapa sih pake acara mau jodohin?"
"Kan gue udah minta maaf. Lagian gue nggak bakal maksa lo atau Zahra kok, gue cuma niat aja ngenalin kalian, mungkin aja bisa cocok. Kalau emang nggak mau ya udah, nggak bakalan maksa juga, Dik."
"Lo serius nggak akan maksa gue, Mas?"
Garvi mengangguk cepat. "Ya iya lah, Dik, gue nggak segila itu buat maksa-maksa kalian. Mau gimanapun juga gue sayang kalian berdua."
Dika manggut-manggut paham. Lalu hening tak lama setelahnya. Ia larut dengan pikirannya sendiri. Sebenarnya personal asisten sang kakak boleh juga, masuk lah ke dalam kriterianya, tapi ia hanya kesal karena menurutnya sang kakak menyebalkan dan seolah memaksanya. Itu lah yang membuatnya kesal.
"Maskeran yuk, Mas?" ucap Dika tiba-tiba dan random.
Garvi bahkan sampai melongo saking kagetnya. Ia barusan mendengar apa? Batinnya bertanya-tanya.
"Ayo, meski kita pria, tapi skincare itu penting. Apalagi lo kan udah tua, butuh perawatan, Mas."
Garvi menggeleng tegas. "Enggak, makasih, Dik. Gue mau langsung tidur besok ada rapat pagi-pagi." Ia berkilah karena tidak ingin menuruti kemauan sang adik.
Mendapat penolakan, Dika langsung berdecak kesal tak lama setelahnya. "Ini juga buat lo sendiri, Mas, bukan cuma buat gue aja. Gue ogah punya Mas-mas jomblo dengan wajah keriputnya."
"Gue punya pacar ya, anjir," sahut Dika tidak terima. Kedua matanya melotot tajam disertai dengusan tidak percaya tak lama setelahnya.
Dika pun ikut mendengus tak lama setelahnya. "Halah, paling juga bentar lagi pu--"
"Ardika, jaga ucapan kamu!" potong Garvi dengan wajah galaknya.
"Makanya, ayo, maskeran bareng gue, Mas. Tenang aja, gue pake sheet mask kok. Yang langsung tinggal ditempelin ke muka, gue bawa langsung dari Korea ini, Mas, bagus banget, sumpah lo harus cobain." Dika kemudian langsung berdiri dan menaiki anak tangga, tak lama setelahnya ia kembali sambil membawa dua sheet mask dan bando kain.
"Ini lo pake, Mas," ucap Dika sambil menyerahkan bando kain satunya untuk sang kakak.
Garvi langsung mengomel protes saat menyadari bando yang diberikan untuknya memiliki tanduk lucu sedangkan punya Dika yang bentuk biasa.
"Anjir, kok lo curang. Tuker!"
"Ya elah, Mas, sama aja. Lagian gemes ini, biar muka lo keliatan gemes lucu gitu. Udah, lo pake itu aja. Ganteng lo nggak bakalan ilang kali, udah tenang aja, gen kita kan gen super. Jadi lo masih tetep ganteng. Percaya sama gue!"
Garvi cemberut. Kalau tidak inget mereka baru berbaikan, ia tidak akan sudi melalukan ini.
"Nah, cakep, sini gue pasangin biar rapi."
"Sumpah, Dik, kalau nggak inget kita baru aja akur, gue tendang lo sampai nyusruk karena giniin gue."
Dika hanya tertawa saat meresponnya. Kedua tangannya sedang fokus memasangkan sheet mask pada wajah sang kakak. Setelah selesai, ia baru memakai untuknya sendiri.
"Yuk, foto dulu!" ajak Dika sambil meraih ponsel Garvi yang tergeletak di atas meja, "ntar kirimin ke calon kakak ipar gue ya, Mas."
"Males," tolak Garvi.
Dika tidak terkekeh samar. Meski terlihat ogah-ogahan, pada akhirnya Garvi tetap mau diajak berselfi.
Setelah selesai Dika langsung menyerahkan ponsel sang kakak. "Nih, lo kirim ke calon kakak ipar gue. Sekarang ya, Mas, gue mau cuci tangan bentar."
Flashback off
"Zahra!" teriak Garvi tiba-tiba.
Ara yang tadinya sedang asik menyantap sarapannya sampai tersedak kaget dan terbatuk-batuk. Mendengar itu, Garvi langsung keluar kamar.
"Ada apa?" tanya Garvi panik.
Ara tidak bisa menjawab karena masih terbatuk-batuk dengan wajah memerahnya. Kedua sudut mata gadis itu pun terlihat menggenang, seperti orang yang ingin menangis.
Garvi berdecak kesal lalu berlari ke dapur untuk mengambil air minum. "Bodoh! Bagaimana bisa kamu makan tanpa menyiapkan air minum sekalian? Apakah kamu ingin meninggal karena tersedak?" omelnya kemudian.
Ia menyerahkan segelas air hangat dengan kedua mata memicing tajam, meski tatapan kedua matanya terlihat galak tapi sebelah tangan Garvi dengan lembut mengelus punggung Ara.
"Terima kasih, Pak, dan maaf merepotkan."
"Jangan diulangi, saya tidak suka kalau kamu kenapa-kenapa," ucap Garvi bersungguh-sungguh.
Menyadari kesungguhan sang atasan, Ara jadi sedikit kaget. "Bapak khawatir?" tanyanya seolah tidak percaya.
Garvi menaikkan sebelah alisnya. "Menurut kamu? Kalau kamu kenapa-kenapa pekerjaan saya akan kacau, Zahra, apa kamu tidak bisa berpikir ke arah sana?"
Oh, kirain.
Ara manggut-manggut paham lalu meletakkan gelasnya di atas meja. "Jadi Bapak butuh bantuan apa?"
Garvi menggeleng lalu berdiri dan beranjak dari sana. "Tidak jadi, saya lupa."
"Lah?"
Ara hanya mampu melongo sambil menatap punggung sang atasan yang kini sudah menghilang di balik pintu.
💙💙💙💙
🙏 ...awal yg asyik u baca terus