Tiga tahun menjalin hubungan pernikahan, Gempita mengetahui kalau suaminya telah berselingkuh dengan wanita yang lebih muda.
Dalam situasi seperti ini, ia menghadapi kebingungan. Satu alasan yang tidak bisa diungkap. Apakah bercerai atau mendiamkan perbuatan Melvin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon renita april, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tanding
"Kamu ngapain datang, sih? Aku, kan, sudah bilang kalau Gempi mau ikut!" Melvin tidak dapat menahan emosi. Jelas ia marah lantaran Nindi yang tidak mendengar apa yang ia katakan lewat telepon tadi malam.
"Ya, aku pengen ketemu kamu lah."
"Kamu lihat sendiri kalau ada Gempi di sini."
"Kebetulan juga aku ingin lihat istri kamu. Dia lumayan cantik dan tinggi." Nindi mendorong Melvin untuk masuk ke ruang ganti pria. "Sayang, kamu lebih suka bentuk tubuh kayak aku atau istrimu?"
"Kamu apaan, sih." Melvin pura-pura tidak senang saat Nindi merapatkan diri ke tubuhnya.
"Pantes, kamu enggan sama dia. Yang dipeluk malah tulang." Nindi terkekeh. "Mana tua lagi."
"Itu karena dia lagi banyak kerjaan. Dulunya Gempi juga punya body kayak kamu." Malah lebih menurut Melvin. Gempita punya postur tinggi, tubuh pas berlekuk, karena itu ia segera menikahinya.
"Puas mana, aku atau dia?" tangan Nindi mengarah ke bawah sana. Mengelus area terlarang yang membuat Melvin panas.
"Jangan di sini." Melvin mengalihkan tangan Nindi dari miliknya. Ia mengusap wajah, bisa-bisa hilang kendali jika kekasihnya ini terus menggoda.
"Lagian semua udah tau, kok. Kalau Gempi kemari, Mas Ridwan atau lainnya pasti telepon kamu." Nindi tidak menyerah, ia terus saja mengusap milik Melvin.
"Kamu terus saja menggodaku. Kamu sengaja pakai rok?"
Nindi mengangguk. "Iya, dong. Aku sengaja buat goda kamu." Nindi terkikik dan ia berteriak nakal saat Melvin memutar tubuhnya ke belakang. "Enggak tahan juga akhirnya."
"Aku selesain dalam dua puluh menit."
Sementara Gempita masih duduk diam seraya menyaksikan pertandingan antara teman-teman Melvin yang lain. Suami dan Nindi belum juga kembali, padahal sudah tiga puluh menit berlalu.
Pikiran Gempita sudah mengarah ke sana. Perasaannya tidak karuan. Pria memang seperti itu. Mau istrinya secantik apa, kalau punya kuasa, uang, pasti akan mendua. Begitu kata Sifa.
Seruan Ridwan pada seseorang mengalihkan perhatian Gempi ke arah koridor jalan ruang ganti dan toilet. Nindi keluar lebih dulu, dan terlihat bicara pada pria yang diakui sebagai teman.
"Kita ke sana, yuk!" Nindi mengajak Ridwan menghampiri Gempita.
"Mau ngapain? Kamu itu jangan buat masalah." Ridwan takut kalau sampai hubungan sahabatnya terbongkar.
"Aku cuma mau bicara. Justru kalau aku enggak nyapa, dia pasti curiga kalau aku dan Melvin lama banget keluar dari toilet."
Ridwan setuju dengan usulan Nindi, lalu tidak lama Melvin muncul dengan rambut yang basah. Ia menghampiri Gempita bersama dengan kekasih gelap dan sahabatnya.
"Dari mana?" tanya Gempi.
"Toilet, tiba-tiba mules." Melvin berkata sembari tersenyum.
"Kirain tadi kamu udah keluar pas aku teleponan di ruang ganti." Nindi menyela.
"Kamu teleponan sama siapa?" tanya Ridwan.
"Sama pacar aku lah."
"Wih! Cewek cantik sudah ada yang punya, ya."
Alasan yang memuakkan menurut Gempi. Bilang saja habis bermesraan dengan suami orang. Sakit hati? Jelas karena Melvin secara terang-terangan menikmati kebersamaan itu.
Tanpa melihat pun Gempi tahu apa yang diperbuat keduanya. Ia bisa menebak jiwa-jiwa yang terkena asmara berbuat apa ketika bertemu.
"Kok, kamu bisa kenal sama Ridwan dan Melvin? Umurmu di bawah mereka, kan?" tanya Gempi.
"Oh, itu. Sebenarnya ...."
"Dari medsos." Ridwan menyahut. "Terus, aku sering bawa Nindi jalan bareng."
Gempi mengangguk. "Oh, gitu."
Tidak sepenuhnya salah perkataan Ridwan. Tapi, yang bertemu pertama kali adalah Melvin. Keduanya memang saling berkenalan lewat media sosial, saling komunikasi, lalu pacaran virtual.
Setelah itu, bertemu langsung dan karena sama-sama cocok akhirnya bersama. Sudah hampir satu tahun keduanya menjalin kasih secara diam-diam. Namun, Melvin memperkenalkan Nindi pada sahabat dan orang tuanya. Mereka diam karena Melvin punya kuasa dan uang.
"Kita main lagi, yuk, Ridwan." Melvin tidak ingin Gempita bertanya lebih lanjut mengenai pertemuan Nindi dan temannya.
"Kali ini, aku yang bakal menang." Ridwan setuju untuk bertanding.
"Oh, ya, gimana kalau kita tanding?" Nindi mengajak Gempi dan membuat Melvin kaget.
Gempita tersenyum. "Aku suka bertanding bila ada taruhannya."
"Gimana kalau uang?" Nindi memberi pilihan.
"Aku suka barang." Pandangan Gempi terarah pada cincin di jari manis Nindi. "Aku suka bentuk cincinmu. Bagaimana kalau kita taruhan itu saja?"
"Ini?" Nindi menunjuk cincin berlian miliknya. "Ini tidak bisa. Cincin ini diberikan oleh pria yang mencintaiku."
"Sayang sekali. Ya, sudah uang saja. Taruhan 5 juta."
"Tidak masalah." Nindi menarik keluar cincin berlian itu, lalu menitipkannya kepada Ridwan.
Gempita pun melakukan hal sama dengan melepas cincin nikahnya dan dititipkan kepada Melvin.
"Sayang, ngapain, sih, ladenin dia." Melvin tidak suka.
"Loh, kan, dia yang ngajakin."
"Ya, enggak harus, kan? Nanti kamu kecapean, loh."
"Sudah lama juga enggak ada penantang. Aku pengen tahu kemampuanku sendiri."
Sementara sisi lain, Ridwan khawatir pada Nindi. "Kamu itu suka banget buat remehin lawan, ya. Gempi itu sering banget menang kalau ada kompetisi di sini."
"Suaminya saja bisa kurebut, harga dirinya juga. Aku ingin buktikan kalau Gempi tidak ada apa-apanya dibanding diriku. Melvin pasti mau cerain istrinya yang kurus itu."
"Kurus begitu, tapi cabe rawit. Gempita wanita mandiri."
"Dia begitu karena Melvin yang kasih modal. Aku sudah tahu, kok, ceritanya." Nindi melangkah ke lapangan setelah mengatakan hal itu.
Akhirnya, Ridwan dan Melvin tidak jadi bermain. Mereka malah ingin menyaksikan pertandingan antara Gempita dan Nindi.
"Gila! Istri dan calon istrimu lagi tanding, tuh," kata Weni.
"Nindi pake datang kemari lagi."
"Tapi, kamu hebat banget, Melvin. Istrimu enggak pernah curiga?"
"Gimana enggak curiga, ahli gitu." Ridwan terkikik geli.
"Aku tetap berusaha jadi suami perhatian buat Gempi. Pulang enggak boleh telat, dan selalu ada buat dia. Tapi, malah Nindi yang sering marah-marah."
"Aku, sih, enggak heran," kata Weni.
"Maksudmu?" tanya Melvin tidak mengerti.
"Jangan dibahas. Kita nonton saja pertandingannya. Si Burhan jadi wasit, tuh."
"Sebagai pria yang diperebutkan, nih, kamu jagoin mana? Istri atau pacar?" Ridwan tertawa saat memberi pilihan pada sahabatnya.
"Kalau tenis, aku pilih Gempi. Kalau di ranjang, aku pilih Nindi lah. Mantap banget kalau dipeluk." Melvin tertawa.
"Sialan! Aku mau juga, deh, punya, cewek kayak Nindi. Tapi, enggak mau nikah. Cukup jadi mainan di tempat tidur."
Awal pertandingan, Gempi ketinggalan lima angka. Nindi memimpin saat ini, dan senyumnya terus mengembang.
Gempita mengambil bola yang menggelinding keluar. Ia bergumam pelan, "Pasti enak banget, ya, bermesraan di ruang ganti. Kalian bahkan tidak menunggu sampai malam."
Bola dipukul, permainan berlanjut, dan Gempi mulai menyerang balik. Gerakannya lincah, pukulannya kuat hingga bisa mengejar, bahkan membalik keadaan.
Set pertama menang, lalu berlanjut ke set kedua yang masih di pimpin oleh Gempi. Sementara Nindi terengah-engah karena mendapat lawan yang tidak sebanding.
Bola kembali di pukul, Gempi membalikkan benda tersebut, tetapi mengenai perut Nindi.
"Ini peringatan pertama," kata wasit Burhan.
"Maaf, ya." Gempi mengatupkan dua tangan.
Lalu, bola dilempar oleh Nindi. Belum ada yang mengalah. Gempi tersenyum menyeringai, ia mengejar bola, memukul dengan keras hingga Nindi melepas raket dari tangannya.
Wanita itu berteriak, lalu menutupi hidungnya. Burhan, Ridwan, Weni serta Melvin segera menghampiri Nindi. Dari sela tangan, mengucur noda merah segar.
TBC
Mampir di karya teman Author, ya. ❤️