Karena sebuah mimpi yang aneh, Yuki memutuskan untuk kembali ke dunia asalnya. Walaupun Dia tahu resikonya adalah tidak akan bisa kembali lagi ke dunianya yang sekarang. Namun, saat Yuki kembali. Dia menemukan kenyataan, adanya seorang wanita cantik yang jauh lebih dewasa dan matang, berada di sisi Pangeran Riana. Perasaan kecewa yang menyelimuti Yuki, membawanya pergi meninggalkan istana Pangeran Riana. Ketika perlariaannya itu, Dia bertemu dengan Para Prajurit kerajaan Argueda yang sedang menjalankan misi rahasia. Yuki akhirnya pergi ke negeri Argueda dan bertemu kembali dengan Pangeran Sera yang masih menantinya. Di Argueda, Yuki menemukan fakta bahwa mimpi buruk yang dialaminya sehingga membawanya kembali adalah nyata. Yuki tidak bisa menutup mata begitu saja. Tapi, ketika Dia ingin membantu, Pangeran Riana justru datang dan memaksa Yuki kembali padanya. Pertengkaran demi pertengkaran mewarnai hari Yuki dan Pangeran Riana. Semua di sebabkan oleh wanita yang merupakan bagian masa lalu Pangeran Riana. Wanita itu kembali, untuk menikah dengan Pangeran Riana. Ketika Yuki ingin menyerah, sesuatu yang tidak terduga terjadi. Namun, sesuatu yang seharusnya menggembirakan pada akhirnya berubah menjadi petaka, ketika munculnya kabar yang menyebar dengan cepat. Seperti hantu di malam hari. Ketidakpercayaan Pangeran Riana membuat Yuki terpuruk pada kesedihan yang dalam. Sehingga pada akhirnya, kebahagian berubah menjadi duka. Ketika semua menjadi tidak terkendali. Pangeran Sera kembali muncul dan menyelamatkan Yuki. Namun rupanya satu kesedihan tidak cukup untuk Yuki. Sebuah kesedihan lain datang dan menghancurkan Yuki semakin dalam. Pengkhianatan dari orang yang sangat di percayainya. Akankah kebahagiaan menjadi akhir Yuki Atau semua hanyalah angan semu ?. Ikutilah kisah Yuki selanjutnya dalan Morning Dew Series season 3 "Water Ripple" Untuk memahami alur cerita hendaknya baca dulu Morning Dew Series 1 dan 2 di profilku ya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vidiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32
“Bagaimana caranya ?” Tanya Yuki polos.
Pangeran Riana terkekeh pelan mendengar pertanyaan polos Yuki, seolah terpesona oleh ketulusan dan kejujurannya. Dia mengusap lembut rambut Yuki, lalu menatapnya dalam-dalam dengan senyum lembut yang jarang dia tunjukkan.
Pangeran Riana menundukkan wajahnya, mendekati telinga Yuki, lalu berbisik dengan nada dalam dan lembut, “Kau hanya perlu membuka kakimu seperti biasa, dan Aku akan menemukan jalanku sendiri.” Sentuhan suaranya membawa kehangatan yang melintasi jarak di antara mereka, membuat Yuki terdiam dalam debaran jantung yang lebih cepat.
“Tung…tunggu…disini ?” Tanya Yuki tidak percaya.
“Kita sudah sering melakukan di berbagai tempat Yuki. Dan ini bisa menjadi salah satunya” bisik Pangeran Riana. Dia tidak membiarkan Yuki memprotes. Tangannya merekuh Yuki dan mencium Yuki dengan kuat.
Riana tahu Dia harus menahan diri. Dia tidak mau menyakiti Yuki dan anaknya. Anak yang dinantikannya. Jadi, dengan lembut Dia merebahkan Yuki. Membuat Yuki merasa nyaman dengan sentuhannya.
Tidak ingin bertindak kasar.
Bibir Mereka saling berpagut. Kedua tangan Yuki memeluk Pangeran Riana begitu erat. Membiarkan tangan Pangeran Riana menelusuri tubuhnya dan melepaskan semua pakaian Mereka.
Desah nafas Yuki terdengar ketika Pangeran Riana mulai memasukki tubuhnya. Yuki memeluk Pangeran Riana dengan erat. Gerakan Pangeran Riana yang perlahan, justru membuat gesekan tubuh Mereka lebih terasa.
Seolah Yuki adalah benda mudah pecah. Pangeran Riana terus bergerak. Mengisi setiap kekosongan dalam tubuh Yuki.
Malam itu, Mereka bercinta lebih dalam daripada sebelumnya. Sentuhan Mereka lebih terasa.
Beberapa kali terdengar Pangeran Riana menegaskan kepemilikannya pada Yuki. Dan Yuki menerimanya. Melambungkan pikirannya dengaj masa depan bersama Pangeran Riana dan anak Mereka.
Yuki memejamkan mata. Berharap, semua kebahagiaan yang dirasakannya terus ada. Berharap dengan perasaan Mereka, membuat hubungan Mereka jauh lebih baik daripada sebelumnya.
...****************...
Yuki mengira setelah liburan Mereka dan mengetahui perasaan Pangeran Riana padanya. Semua akan berjalan lancar. Namun Yuki salah.
Setelah kembali ke istana, Yuki mulai menyadari perubahan di sekelilingnya. Tatapan para pelayan, penjaga, dan bahkan beberapa bangsawan terasa berbeda, seolah menyimpan sesuatu yang tak terucapkan. Senyum-senyum kecil dan bisikan samar di belakangnya mengusik Yuki, membuatnya merasa seperti ada yang menyebarkan rumor atau sesuatu tentang dirinya dan Pangeran Riana.
Yuki menarik napas, berusaha mengabaikan perasaan tak nyaman itu. Namun, tatapan pelayan yang berpapasan dengannya di lorong tak lagi sama, membuatnya semakin ragu.
Setelah beberapa hari terakhir, Yuki mulai merasa ada perubahan yang tak biasa dalam suasana istana. Tatapan aneh, bisikan yang berhenti tiba-tiba saat ia melintas, dan keheningan yang mendadak membuatnya semakin resah. Pikirannya terusik, seakan ada rahasia besar yang beredar tanpa diketahuinya.
Akhirnya, melalui gumaman para pelayan yang tak sengaja terdengar, Yuki menyadari gosip yang tengah berkembang. Rumor tak terkendali menyebutkan bahwa anak dalam kandungannya mungkin bukan milik Pangeran Riana, melainkan anak dari Pangeran Sera.
Hatinya bergolak antara amarah dan ketakutan. Yuki tahu betapa keras Pangeran Riana, terutama jika menyangkut anak yang dikandungnya. Rumor ini tak hanya menodai kehormatannya, tetapi juga bisa memperkeruh hubungan di antara mereka.
Pada awalnya, Yuki yakin bahwa Pangeran Riana takkan memedulikan gosip-gosip yang beredar. Ia berusaha menguatkan dirinya, meyakinkan hatinya bahwa cinta mereka akan lebih kuat dari rumor tak berdasar itu. Namun, seiring waktu, perilaku Pangeran Riana mulai berubah. Malam-malam berlalu tanpa kehadirannya, dan kini ia lebih sering terlihat bersama Putri Marsha, tampak seakan menaruh perhatian lebih pada wanita itu.
Yuki tak ingin percaya, namun perlahan perasaan ragu dan terluka mulai menyusupi hatinya. Setiap langkah Pangeran Riana yang menjauh dari kamarnya, setiap detik yang ia habiskan dengan Putri Marsha, semakin memperdalam rasa sakit Yuki. Sadar bahwa mungkin, di dalam hati Pangeran Riana, telah tumbuh benih keraguan.
Kekecewaan mendalam membuat Yuki memilih untuk menarik diri dari kehidupan istana. Tempat yang dulu ia pandang dengan harapan kini terasa dingin dan penuh jarak. Ia menemukan pelipur dalam kesendirian, menjadikan menara di sayap barat sebagai tempat perlindungan hatinya yang terluka. Setiap hari, Yuki akan naik ke menara itu, duduk dalam diam, menghadap ke arah cakrawala yang tampak jauh dan tenang, seakan memberi ruang untuk merenungkan segala yang terjadi.
Menara itu kini seperti teman yang memahami rasa sepi yang ia rasakan. Yuki baru turun saat malam mulai menyelimuti, seakan berharap kegelapan bisa mengaburkan kekecewaan yang masih mengganjal di hatinya.
Yuki menatap ke bawah, menyembunyikan perasaan yang semakin bergolak di hatinya. Tangannya mengelus lembut perut yang belum menunjukkan tanda kehamilan, seolah ingin menguatkan diri dan anak yang dikandungnya. Saat langkahnya berayun pelan di sepanjang lorong, pertemuan yang tak diinginkan terjadi. Putri Marsha, dengan sikap manja, melingkarkan tangannya di lengan Pangeran Riana, dan keduanya berjalan beriringan, tampak seolah dunia hanya milik mereka berdua.
Yuki mengalihkan pandangannya, enggan memperlihatkan kepedihan di matanya, dan melangkah melewati mereka tanpa sepatah kata pun. Seulas senyum samar tersungging di bibirnya, tetapi senyum itu tak membawa kehangatan. Itu adalah senyum pahit seorang wanita yang memahami bahwa, meskipun Pangeran Riana telah menyatakan cintanya berkali-kali, dia tak pernah benar-benar mempercayainya.
“Setelah menjadi beruang kutub di musim dingin, sekarang Kau berubah menjadi burung gereja di musim semi”
Yuki berhenti sejenak saat mendengar suara lembut dan ramah di belakangnya. Ia berbalik dan melihat Bangsawan Voldermon berdiri di ambang pintu taman, tersenyum hangat. Senyum itu seperti pelipur bagi hati Yuki yang sedang luka. Bangsawan Voldermon berjalan mendekat dengan sikap tenang dan penuh perhatian, seperti biasanya saat menemani Yuki di masa-masa sulit.
Tanpa berkata banyak, dia mengulurkan bungkusan makanan yang telah disiapkannya untuk Yuki. “Aku ingin memastikan kau makan dengan cukup,” katanya lembut, memandangnya dengan perhatian yang tulus. Satu-satunya di antara semua bangsawan yang tetap setia dan percaya padanya. Keberadaannya membawa rasa nyaman yang membuat Yuki merasa dihargai dan didengar di tengah segala prasangka yang membebaninya.
“Aku sudah melarangmu datang. Bagaimana jika orang berprasangka..hmppp”
Bangsawan Voldermon mencubit mulut Yuki hingga tertutup.
Aku tidak peduli dengan prasangka mereka,” jawab Bangsawan Voldermon dengan senyum tipis di wajahnya, sembari tetap menahan cubitan lembut di mulut Yuki. “Yang kuinginkan hanyalah memastikan kau tetap sehat dan anakmu terjaga dengan baik.”
Yuki mendengus pelan, tapi di balik gerutuan kecilnya, ada kehangatan yang tak bisa disembunyikan. Dia tahu, meski Bangsawan Voldermon sering kali tidak peduli dengan aturan-aturan istana, niatnya selalu baik. Yuki pun melepaskan tangan Bangsawan Voldermon dari wajahnya dengan senyum kecil yang akhirnya muncul, menghapus sedikit kekhawatiran yang menggantung di hatinya.
Yuki tersentak kecil saat Bangsawan Voldermon mendorong bahunya dengan lembut. Dia menatap pria itu sesaat. “Ayo makan di taman” ajak Bangsawan Voldermon. Tanpa menunggu jawabab Dia langsung membawa Yuki ke tempat yang diinginkan.
Keduanya duduk berhadapan di taman tengah, dibangku taman dengan meja kecil yang memisahkan Mereka.
Yuki membuka bungkusan dengan penuh rasa ingin tahu dan takjub saat melihat beragam kue yang ditata rapi di dalamnya. Ada kue tart berlapis krim, kue kering berwarna-warni, dan beberapa potong pastry yang menggiurkan.
“Wahh Bangsawan Voldermon! Ini semua terlihat sangat lezat!” serunya dengan mata berbinar. Dia segera mengambil satu kue kering berisi selai raspberry dan menggigitnya, merasakan manis dan asam yang menyegarkan.
Bangsawan Voldermon tersenyum melihat kegembiraan Yuki. “Aku tahu kau menyukai kue ini, jadi aku memutuskan untuk membawanya. Yuki, Kau harus menjaga kesehatanmu dan memastikan bahwa kau makan dengan baik.”
Yuki mengangguk sambil terus mengunyah, merasa hangat di dalam hati karena perhatian Bangsawan Voldermon. “Terima kasih, Bangsawan Voldermon. Kau selalu tahu apa yang aku butuhkan,” ucapnya dengan tulus.
“Dan aku akan selalu ada untukmu, apapun yang terjadi,” jawabnya serius. Namun, senyumnya kembali merekah, mencairkan suasana. “Sekarang, nikmati makanan ini. Kita tidak tahu kapan kita bisa melakukannya lagi tanpa diganggu.”
Yuki menganggukan kepala. Dia mengunyah dan terdiam sesaat.
Berpikir dengan serius.
Yuki tersentak dari lamunannya ketika ujung jari telunjuk Bangsawan Voldermon menyentuh pipinya. Dia mengangkat wajah, menemukan tatapan lembut Voldermon yang menenangkannya.
“Bangsawan Voldermon” protes Yuki sesaat.
“Apa yang kau pikirkan, kucing kecil?” tanyanya lembut, dengan senyum tipis yang tak pernah gagal membuat Yuki merasa nyaman.
Yuki tersenyum kecil, tetapi sorot matanya menyiratkan kesedihan yang sulit disembunyikan. “Hanya… memikirkan banyak hal,” jawabnya pelan, mencoba tak terlalu terbuka.
Bangsawan Voldermon menghela napas, tangannya kini beralih mengacak lembut rambut Yuki. “Jangan terlalu keras pada dirimu, Yuki. Kau harus ingat bahwa ada orang-orang yang percaya padamu dan selalu ada untukmu”.
ok deh lanjut