NovelToon NovelToon
Dijebak Di Malam Pengantin

Dijebak Di Malam Pengantin

Status: tamat
Genre:Tamat / CEO / One Night Stand
Popularitas:566.5k
Nilai: 4.8
Nama Author: Chyntia R

Aura, gadis berusia 26 tahun yang selama hidupnya tidak pernah memahami arti cinta.

Karena permintaan keluarga, Aura menyetujui perjodohan dengan Jeno.

Akan tetapi, malam itu akad tak berlanjut, karena Aura yang tiba-tiba menghilang di malam pengantinnya.

Entah apa yang terjadi, hingga keesokan harinya Aura justru terbangun di sebuah kamar bersama Rayyan yang adalah anak dari ART di kediamannya.

"Aku akan bertanggung jawab," kata Rayyan lugas.

Aura berdecih. "Aku tidak butuh pertanggungjawaban darimu, anggap ini tidak pernah terjadi," pungkasnya.

"Lalu, bagaimana jika kamu hamil?"

Aura membeku, pemikirannya belum sampai kesana.

"Tidak akan hamil jika hanya melakukannya satu kali." Aura membuang muka, tak berani menatap netra Rayyan.

"Aku rasa nilai pelajaran biologimu pasti buruk," cibir Rayyan dengan senyum yang tertahan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chyntia R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

5. Kenangan buruk

Bab 5

Aura

Rasanya, airmatanya sudah mengering. Sudah terlalu lama ia menangis bahkan hari sudah mulai larut.

Ia melihat pada jejeran makanan yang sudah tersaji di meja dalam kamarnya, itu semua dibawakan sang Mama satu jam yang lalu, tapi sama sekali belum disentuhnya.

Ia memegang perut yang terasa keroncongan, mungkin mendesak untuk segera diisi. Hingga akhirnya ia menyerah dan mulai menyuap lauk yang terasa sudah dingin.

"Aura, Oma boleh masuk, gak?"

Terdengar suara ketukan disusul panggilan sang Oma dari balik pintu. Ia berpikir singkat untuk memutuskan. Memang sejak tadi entah siapa saja sudah mencoba untuk mengajaknya bicara–mungkin mau membujuknya, tapi ia sedang ingin sendirian saja dan tidak ingin diganggu.

"Iya, Oma. Masuk aja." Akhirnya ia mengizinkan sang Nenek untuk menemuinya.

Oma tampak mengusung senyum sendu ke arahnya, berderap pelan hingga akhirnya duduk di sofa sudut yang berada tak jauh dari posisinya.

"Kok udahan makannya?" Rupanya Oma memperhatikan pergerakannya yang kembali meletakkan sendok.

"Aura udah kenyang, Oma."

Oma manggut-manggut, mungkin tidak mau memaksanya.

"Ra, Oma mau kamu menerima pernikahan dengan Rayyan."

Ucapan sang nenek berhasil membuatnya memejamkan mata rapat-rapat. Bagaimana bisa semua orang yang tadinya meminta agar dia menikah dengan Jeno, kini justru menyuruhnya menerima pinangan dari Rayyan.

"Oma tau kan apa yang udah dia perbuat sama Aura? Jadi kenapa malah meminta Aura menikah sama dia?"

Entah kenapa menyebut nama pria itu saja lidahnya tidak bisa. Ia lebih memilih mengganti nama Rayyan dengan kata ganti 'dia'.

Ada rasa yang menyeruak didalam dadanya, mungkin rasa jengkel atau kebencian. Tidak dipungkiri, keadaannya begini karena laki-laki itu, kan? Terlepas dari sadar atau tidaknya lelaki itu saat melakukannya.

"Justru karena perbuatan itulah, Rayyan harus bertanggung jawab sama kamu."

Sontak saja ia mendengkus, sikap yang selama ini nyaris tak pernah ia perlihatkan didepan sang nenek.

"Aura gak mau Oma." Ia berkata tegas.

"Jadi, kamu mau Rayyan lepas tanggung jawab begitu saja? Kalau dia gak keberatan, kenapa kamu harus menolaknya, Aura?"

"Aura mau melupakan semuanya. Ini untuk ketenangan hati Aura. Gak perlu ada pernikahan dengan dia ataupun dengan Jeno."

"Aura? Kamu sadar kan kondisi kamu sekarang gimana? Belum tentu ada pria lain yang mau me—"

"Atau, Aura gak perlu menikah sampai kapanpun." Ia menyela ucapan sang Nenek dengan lugas.

"Kamu sadar sama apa yang kamu omongin ini? Oma pikir kamu sangat cerdas untuk mencerna keadaan dan memikirkannya dengan matang."

Ia diam, tau jika pilihan kalimatnya tadi sangat terdengar gegabah. Akan tetapi, ia tak menyesalinya, sejak awal ia memang tak pernah memimpikan akan menikah dengan siapapun. Menerima perjodohan dengan Jeno juga karena lelaki itu sudah seperti kerabat dengan keluarganya. Jika saja ia tak pernah mengenal Jeno, mungkin ia tak mau menyetujui perjodohannya.

"Baiklah, jika ini keputusan kamu, Oma akan meminta Rayyan untuk bertanggung jawab dengan cara yang lain." Oma tampak membuang pandangan ke langit-langit. "Oma harap kamu bisa berubah pikiran," katanya kemudian.

"Aura gak mau tinggal disini lagi, Oma," ucapnya lirih saat Oma hampir berlalu dari kamarnya.

Oma terlihat diam ditempat, tampak mendengar dan seolah membiarkannya untuk meneruskan kalimat.

"... Aura udah gak punya muka lagi didepan Jeno, Oma. Meski Jeno belum tau masalah ini, tapi Aura udah sangat malu untuk ketemu sama Jeno. Aura gak mau tinggal disini lagi. Aura mau pergi jauh biar bisa tenang dan pelan-pelan melupakan hal ini."

"Temui Dokter Levina," kata Oma pelan, beliau memberi saran.

Ia menggeleng lemah. Cukup sudah selama bertahun-tahun dulu ia berobat pada psikiater itu. Apa sekarang ia harus kembali menjalani terapi? Ia merasa sangat lelah.

"Bagaimanapun, Dokter Levina yang pernah menangani kamu."

Ia kembali menitikkan airmata, bayang-bayang mengenai pelecehan  yang pernah ia terima–saat ia masih remaja–kembali terlintas di tempurung kepalanya.

Hal ini bagai melemparnya ke pada masa itu. Masa-masa dimana ia pernah dilecehkan oleh seorang lelaki teman les musiknya.

"Kamu mau apa, San? Aku mau pulang." Aura menahan suaranya agar terdengar biasa saja, dia takut Sandy menyadari ketakutannya dari getaran suara yang dia ucapkan.

Sandy menyeringai, dia menatap Aura dari ujung kepala sampai kaki. Disitulah Aura bergidik dan semakin merinding ketakutan, Sandy seakan tengah me-ne-lan-ja-ngi-nya secara tidak langsung padahal tubuh Aura masih menggunakan pakaian lengkap.

Aura mundur dengan teratur. Jika dia menjerit sekarang, semua akan percuma karena di jam ini semua kelas di sekolah musiknya sudah kosong dan terkunci.

Andai saja tadi dia tidak ke toilet lebih dulu. Andai juga dia menerima tawaran Nina untuk menemaninya, semuanya tidak akan jadi begini karena keadaannya yang seorang diri membuat Sandy dengan mudah mendorongnya masuk ke gudang belakang.

"Sandy, aku mohon jangan aneh-aneh. Aku mau segera pulang."

"Kamu udah punya pacar, Ra? Kenapa kamu selalu nolak aku?"

Dan benar saja, Sandy tak menggubris perkataan Aura sebab dia telah larut dalam obsesinya pada Aura.

"Menjauh dari aku!" kata Aura histeris saat Sandy melangkah maju mendekatinya.

Aura tak dapat mundur lagi, dia terpojok ke dinding dengan tubuh yang gemetar.

"Harusnya aku gak perlu pakai cara seperti ini untuk mendekati kamu, Ra. Salah sendiri kamu selalu menolak aku!"

Sandy berderap dengan cepat, dan sepersekian detik berikutnya dia menarik keras kemeja yang Aura kenakan, hingga menyebabkan hampir semua kancing baju Aura terlepas dan berhamburan di lantai.

"Sandy!!!" pekik Aura. Dia sangat takut, keringat sudah membasahi dari pelipisnya, sedang tubuhnya berguncang dengan sangat hebat.

"Please, jangan berbuat hal yang bakal membuat kamu menyesal," kata Aura mewanti-wanti cowok itu.

Sandy dengan senyuman smirk-nya, tentu tidak mengindahkan lagi peringatan yang Aura berikan. Baginya, saat ini Aura harus menjadi miliknya meski itu harus melalui jalur pemaksaan kehendak.

"Tolong!!!" Aura berteriak, sementara Sandy kembali menyeringai licik.

"Teriak aja, Ra! Coba, aku mau lihat siapa yang bakal nolong kamu disini!" ujarnya pongah dan jumawa.

"Tolong... siapapun, tolongin aku!"

"Aura, Aura, siapa sih yang bakal ada di tempat ini di jam yang hampir Maghrib kayak gini? Hantu?" Sandy mencibir perbuatan Aura yang dirasanya hanya sia-sia saja.

Sandy kemudian melirik pada Aura yang berusaha menutupi tubuh bagian depannya sebab kemeja gadis itu sudah tidak terkancing sepenuhnya. Dia menatap Aura dengan tatapan paling menjijikkan.

Aura meluruhkan tubuhnya, dia berjongkok dan menutup seluruh wajah dengan kedua tangan demi melindungi diri dari perbuatan Sandy yang sangat membuatnya marah.

"Coba teriak lagi sekarang, aku mau denger suara teriakan kamu itu." Sandy membelai sisi wajah Aura yang sudah basah oleh airmata bercampur keringat dinginnya.

"Dalam kondisi tertekan dan ketakutan seperti ini kamu beribu kali lebih cantik, Aura," desisnya lagi ditelinga gadis itu.

Aura tergugu, dia sangat takut, dia tak bisa melawan sebab dia tak berkutik-- karena jika dia bergerak sedikit saja itu justru bisa membuat Sandy dapat melihat pada bagian tubuhnya yang sudah terbuka.

"Kamu gila, Sandy!" desis Aura menyahut ucapan pemuda itu.

Sandy tertawa sumbang. "Iya, dan ini karena kamu. Kamu tau gak, aku gak akan buat kamu terluka. Aku janji, Sayang."

Aura mengadahkan wajah, dia meludahi wajah Sandy saat itu juga. Mendengar panggilan sayang darinya membuat Aura sangat jijik.

"Kurang ajar!" marah Sandy sembari mengelap wajahnya yang lengket karena ulah Aura.

Kemudian, Sandy terkekeh lagi. "Tapi aku suka kamu yang berani melawan kayak gini, permainan kita bakal menyenangkan. Kamu sangat menantang," katanya.

Aura berdoa dalam hatinya, dia tidak mau dirusak oleh lelaki seperti Sandy. Dia berjanji pada dirinya sendiri, apabila dia bisa lepas dari Sandy hari ini tanpa membuatnya kehilangan kehormatan, maka dia akan mempertaruhkan hidupnya untuk kebahagiaan orang lain. Dia bersedia melakukan itu asal hidupnya tidak berakhir ditangan si breng sek Sandy.

Sandy masih mengelus-elus wajah basah Aura dengan lembut. Posisi Aura yang masih berjongkok dilantai membuatnya punya pemikiran licik untuk memulai permainannya.

Tak lama, pemuda itu mulai meloloskan celana jeans yang dia kenakan. Berdiri dihadapan Aura dan dengan bangga menunjukkan tanda keperkasaannya yang masih terbungkus kain segitiga. Aura spontan membuang muka, dia menggeram dalam hati, bertekad akan membuat Sandy menyesal membuatnya dalam posisi ini.

"Ayo! Lihat aku sekarang! Kita mulai permainannya dari sini. Kamu pasti akan menyukainya," kata Sandy kemudian.

Aura semakin terisak. Dia menutup wajah dengan kedua telapak tangannya dan menggeleng-gelengkan kepalanya dengan keras.

Sandy menarik rambut panjang Aura, membuat wanita itu tersentak karena merasakan sakit. Aura menutup matanya kala melihat Sandy sudah tidak mengenakan bawahan apapun lagi.

"Kalau kamu gak tau gimana caranya, biar aku ajari!" Sandy menjambak rambut Aura hingga kepala gadis itu mendongak. Tapi Aura tetap memejamkan matanya rapat-rapat.

"Sekarang kamu jerit lagi, coba! Biar aku tutup mulutmu itu dengan punyaku!" kata Sandy dengan seringaian me sum.

Aura membatin lagi dalam dirinya. Demi apapun dia tidak pernah menyangka penolakannya pada Sandy akan berakhir dengan hal semacam ini.

Brak!!

Bersamaan dengan itu, suara pintu terbuka dari luar. Sepertinya seseorang disana mendobraknya.

Sandy melotot dengan mata terbelalak ke arah ambang pintu. Sementara Aura, perlahan menjauh saat Sandy lengah.

Aura dapat melihat seseorang disana--yang berhasil membuka pintu gudang itu.

"Ngapain lo disini?" Pemuda pembuka pintu itu menanyai Sandy sembari melirik ke arah Aura sekilas. Dia juga melihat Sandy yang sudah tanpa bawahan, tapi tampangnya datar-datar saja seolah tidak paham apa yang terjadi.

"Lo yang ngapain kesini? Ganggu aja lo!" Sandy berdecak. Tapi dari perkataannya, sepertinya Sandy mengenal siapa cowok yang ada di ambang pintu itu.

"Pake celana Lo! Ken-cing tuh di toilet, bukan di gudang! Kebiasaan lo!"

"Siapa juga yang mau ken-cing! Gue mau--" Disanalah Sandy tersadar dan langsung mencari-cari keberadaan Aura, namun Aura sudah tidak ada lagi, entah kapan dia keluar dari ruangan itu.

"Sial! Lo bener-bener ganggu gue!" kata Sandy pada cowok itu.

Lintasan-lintasan peristiwa masa lampau itu, kini kembali terngiang-ngiang di kepalanya.

Kenapa hidupnya tak jauh-jauh dari hal semacam ini? Jika dulu ia berhasil selamat dari Sandy, sekarang ia justru tamat oleh Rayyan.

Dan lagi, meski ia sempat menjalani terapi selama bertahun-tahun, tapi kenangan buruk itu selalu membayangi dirinya.

Hal ini pula yang menyebabkannya sulit mengenal cinta–sebab dikepalanya sudah terpatri jika kebanyakan lelaki adalah breng sek. Meski tidak semua, tapi kejadian di masa lalu itu berhasil membuatnya menutup diri dari seluruh pria yang mau mendekatinya.

Dan hari ini, ia justru mendapati diri yang tak lagi sama, ia sudah ternoda karena laki-laki itu. Rayyan.

Sekarang ia benar-benar telah kehilangan yang paling berharga dari dirinya sebagai seorang gadis. Ia tidak mengharapkan apapun lagi. Ia cuma ingin hidup tenang, tanpa bayang-bayang masa lalu, juga tanpa mengingat kejadian yang menyebabkannya harus berakhir bersama Rayyan.

Salahkah jika kini ia harus membenci Rayyan? Salahkah jika ia menolak tanggung jawab dari pria itu?

...Bersambung ......

1
Erry Shintia
Luar biasa
Sita Sit
kereñnn ,buat aura bener2 menyesali perbuatannya sama rayyan
Sita Sit
baru nyesel ya ra ,kasian Rayyan ya
Sita Sit
rasain kau aura,gak ada rasa syukurnya dpt suami sempurna gitu
Anonymous
Biasa
Anonymous
Buruk
Chyntia Rizky 🖋️: gak baca tp bisa menilai karya saya dgn bintang satu. besok-besok buat karya sendiri saja ya kak... yg mungkin bisa sampe bintang 10. terimakasih sudah kesini. sepertinya semua novel yg dikunjungi tidak ada yg bagus menurut kakak🙏🏻
total 1 replies
Sita Sit
karyamu bagus bagus Thor ,semangat ,aku mau coba baca semua
Siti Nina
oke
74 Jameela
Bagus ceritanya..smngt&sukses kak
Juan Sastra
bagus thorr
Juan Sastra
hadeeeh rayyan harusnya tuh bilangnya,, makasih sayang sembari cium cium
Juan Sastra
syukur,,,
Juan Sastra
mati saja kau aura,,, semoga di perkosa benaran oleh sandy biar gila sekalian kau.. bego banget
Juan Sastra
lama amat sih masalah man bisa buat aura klepek klepek,, bikin cemburu baru bisa
Juan Sastra
kasih poto aja lagi makan siang perempuan cantik, pasti uring uringan tuh
Syahilla Naazifa
Luar biasa
Syahilla Naazifa
Lumayan
khitara
ya.....rasakan sendiri
khitara
wow wow wow
khitara
aaaa....bagus banget ceritanya thor.....mampir juga kelapak q thor, di paksa mencintai dan cinta gadis dingin
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!