Karena pengkhianatan yang dilakukan oleh kekasihnya, Bumi terlempar ke dunia penyihir, tempat dimana kekuatan sangat di perlukan untuk bertahan hidup.
Bumi diangkat menjadi anak seorang penyihir wanita paling berbakat era itu. Hidupnya mulai mengalami perubahan, berpetualang menantang maut dan berperang.
Meski semuanya tak lagi sama, Bumi masih menyimpan nama kekasihnya dalam hatinya, dia bertekad suatu hari nanti akan kembali dan meminta penjelasan.
Namun, gejolak besar yang terjadi di dunia penyihir membuat semuanya menjadi rumit. Masih banyak rahasia yang di simpan rapat, kabut misteri yang menyelimuti Bumi enggan menghilang. Lantas saat semuanya benar-benar tidak terkendali, masih adakah setitik harapan yang bisa diraih?
*
cerita ini murni ide author, jika ada kesamaan nama tokoh dan tempat itu hanyalah fiktif belaka.
ig: @aca_0325
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Analika membawa Bumi ke sebuah bukit berkabut hitam di sebelah Utara danau kesedihan, pohon-pohon raksasa berwarna hitam pekat menimbulkan kesan suram dan mencekam.
"Hutan ini dinamakan hutan kematian, tempat yang cocok untuk berlatih sihir. Kita akan disini selama satu Minggu."Kata Analika berhenti di tengah-tengah hutan. Dia menyingkirkan semak belukar seluas dua kilometer menggunakan sihirnya.
Lalu wanita itu mulai merapalkan berbagai mantra sihir hingga tempat itu dipenuhi kabut biru tebal yang lebih mendominasi daripada kabut hitam hutan itu.
" Selain sihir biru semi Abadi, masih ada tiga jenis sihir terlarang. Aku akan mengajarkannya, tapi ingat kau tidak boleh sembarang menggunakannya. Kau hanya boleh menggunakannya di saat amat terdesak."Kata Analika, dia menggerakkan telapak tangan kanannya, percikkan api biru keluar dari pertengahan telapak tangannya.
Wussshhh.....
Dia meniup api tersebut kearah tumpukan semak belukar yang baru saja dia pangkas. Seketika api membesar, membuat tempat itu hangat dan terang.
Meskipun elemen utama sihir klan Caeruleus adalah air, Analika selalu punya cara untuk mengembangkan sihir nya menjadi sesuatu yang berbeda.
"Tapi, sebelum melanjutkan ke sihir terlarang selanjutnya. Kau harus meningkatkan elemen sihir dasar ke tingkat ahli."Kata Analika, dia meminta Bumi untuk berdiri dua langkah di depannya.
Analika mulai membimbing Bumi meningkatkan elemen sihir dasarnya. Pada dasarnya sihir Caeruleus sangat sulit, namun dengan bimbingan Analika yang merupakan jenius sihir, Bumi dengan cepat bisa menguasainya.
Hari pertama dia berhasil meningkatkan air dari dalam inti bumi ke tingkat menengah.
Hari kedua dia berhasil meningkatkan embun biru ke tingkat menengah. Dan,
Hari ketiga dia meningkatkan keduanya sampai tingkat ahli.
Analika hanya membiarkan dia beristirahat selama satu jam setiap hari. Wajahnya sudah mirip gelandangan yang dulu sering ia lihat di pasar Laskar merah. Ingin mengeluh? Tentu tidak bisa, sebelum ia bisa menyelesaikan keluhannya, Analika mungkin sudah mengubahnya menjadi tumpukkan abu.
Bermodalkan tekad untuk terus hidup dan bisa menjadi penyihir yang hebat, Bumi terus berlatih dengan sepenuh hati. Dia menekan perasaan ingin bebasnya jauh-jauh.
Selama berlatih disana, area seluas lima kilometer menjadi bersih. Kabut hitam mulai menghilang digantikan kabut biru, sisa-sisa kekuatan yang digunakan membuat tempat itu menjadi biru.
Pada hari kelima, Bumi dengan susah payah bisa meningkatkan sihir dasar ketiga ke tingkat ahli. Tinggal dua hari lagi dan dia akan kembali ke rumah.
Memikirkan rumah membuat wajah Bumi kembali bersinar. Ia duduk bersila di tanah mengikuti Analika membaca mantra yang sejujurnya tidak Bumi mengerti.
"Sihir terlarang kedua dinamakan racun embun biru. Kau bisa membunuh seseorang dalam sekejap mata, sihir ini sudah lama hilang tapi aku berhasil menemukannya saat menjelajah ke dalam samudera."kata Analika, ada ekspresi bangga di wajahnya. Seingatnya saat itu dia masih gadis remaja yang baru beranjak dewasa, semangat muda membawa dirinya ke tengah samudera.
Menjelajahi lautan luas tidak berbatas, berbagai macam bahaya menyergap dirinya dari berbagai arah. Analika pernah hampir sekarat, namun banyak keberuntungan yang masih berpihak padanya.
Saat itu adalah yang paling membahagiakan. Analika bisa menikmati hidup sebagai seorang penyihir muda berbakat, semua orang memujinya dan menginginkannya. Dia merasa sangat hidup saat itu.
"Ibu,"Panggil Bumi kebingungan.
Analika tersentak kaget, dia menghembuskan nafas lelah, rupanya dia baru saja mengingat masa lalu. Dia menggelengkan kepala, menghapus kenangan itu dari ingatannya.
" Sihir terlarang ketiga berasal dari klan Aureus. Sebenarnya membutuhkan elemen dasar dari klan Aureus untuk bisa menguasainya. Namun, aku sudah memodifikasi sehingga bisa menggunakan elemen dasar dari klan kita."
" Mereka menamakannya mengembara di laut fana. Seperti namanya, sihir ini sangat kuat. Aku akan mengajarimu, tapi untuk saat ini jangan pernah menggunakannya."
Mata Bumi sudah mulai berat, sebisa mungkin dia tetap terjaga. Wajahnya nampak sangat menyedihkan, kantong mata hitam besar melingkar sempurna di bawah matanya, rambutnya lepek dan acak-acakan.
"Sihir ke empat dinamakan memanah bulan...."
Kepala Bumi tertunduk, suara Analika mulai mengecil lalu perlahan menghilang dari pendengarannya. Dia sudah tertidur pulas saat Analika selesai menjelaskan sihir terakhir.
"Bumi! Cepat bangun, atau ku pisahkan kepalamu dari badan!"
Teriakan menggelegar itu membuat alam mimpi yang baru dibangun Bumi buyar begitu saja. Dia berdiri setengah sadar dalam posisi siap bertarung, "Siapa yang berteriak?"Tanyanya.
Plak!
Analika menggeplak keras kepalanya, Bumi membuka mata dan langsung di hadapkan dengan wajah merah padam ibunya.
"I-ibu..apa yang terjadi?"Tanya Bumi, dia mundur ke belakang, keringat dingin mengucur di dahi dan punggungnya.
Mampus! Aku tertidur saat dia menjelaskan. Ah, lagipula bukan sepenuhnya salahku, dia menyiksaku disini untuk terus berlatih. Kata Bumi dalam hati menghibur dirinya sendiri.
"Kau benar-benar belum mengenal siapa aku?" Tanya Analika menatap tajam, bola mata birunya berkilat - kilat oleh amarah, dia mendekati Bumi bak malaikat pencabut nyawa, " Kalau kau tidak bisa membuktikan dirimu maka tidak ada alasan untuk membiarkanmu hidup."
Merinding sekujur tubuh Bumi, netra nya bergerak gelisah menghindari tatapan tajam Analika. Dalam hati dia berjanji tidak akan ceroboh lagi, tidak akan tertidur lagi saat ibu bengis nya menjelaskan sesuatu.
" Silahkan berlatih disini selama dua hari. Jika tidak ada yang kau kuasai, akan ku jadikan kau sebagai penyubur tanah hutan kematian."
Kata-katanya masih tertinggal disana tetapi orangnya sudah pergi.
Bumi menghembuskan nafas lega, hanya sebentar karena setelah dia menyadari dia hanya tinggal sendirian di tengah hutan aneh, bulu kuduknya berdiri lurus seperti kawat.
Walaupun dia sudah menjadi seorang penyihir, dia sudah hidup sebagai manusia selama tujuh belas tahun dan tentu saja hutan ini membuatnya sedikit takut.
" Aku harus berlatih, ibu Analika lebih seram daripada hutan ini."kata Bumi pasrah. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain berlatih sendirian, kabur juga percuma. Jika dia berani kabur, Analika pasti akan mencari dia ke ujung dunia sekalipun.
Dia terpaksa menahan keinginannya untuk tidur selama dua hari, dia terus berlatih dan beristirahat sebentar saat mendekati tengah malam. Seringkali Bumi mendengar suara-suara aneh pada tengah malam dan berusaha mengabaikannya.
Ibu lebih serem daripada suara-suara itu.
Bumi terus mengucapkan kata-kata itu sebagai mantra untuk mengusir rasa takutnya.
***
Like, komen dan vote.