Ditalak ketika usai melahirkan, sungguh sangat menyakitkan. Apalagi Naura baru menginjak usia 20 tahun, harus kehilangan bayi yang dinyatakan telah meninggal dunia. Bagai jatuh tertimpa tangga dunia Naura saat itu, hingga ia sempat mengalami depresi. Untungnya ibu dan sahabatnya selalu ada di sisinya, hingga Naura kembali bangkit dari keterpurukannya.
Selang empat tahun kemudian, Naura tidak menyangka perusahaan tempat ia bekerja sebagai sekretaris, ternyata anak pemilik perusahaannya adalah Irfan Mahesa, usia 35 tahun, mantan suaminya, yang akan menjadi atasannya langsung. Namun, lagi-lagi Naura harus menerima kenyataan pahit jika mantan suaminya itu sudah memiliki istri yang sangat cantik serta seorang putra yang begitu tampan, berusia 4 tahun.
“Benarkah itu anak Pak Irfan bersama Bu Sofia?” ~ Naura Arashya.
“Ante antik oleh Noah duduk di cebelah cama Ante?” ~ Noah Karahman.
“Noah adalah anakku bersama Sofia! Aku tidak pernah mengenalmu dan juga tidak pernah menikah denganmu!”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15. Adiba Curiga
Adiba melebarkan kedua matanya untuk memastikan jika apa yang ia lihat saat ini hanyalah sebuah kebetulan, tapi semakin lama dengan pandangan yang begitu dalam ada kemiripan wajah antara Noah dan Naura, apalagi jika melihat mereka berdua tersenyum, sangat mirip. Dan biasanya kemiripan seseorang dengan orang lain, hanya orang lain yang biasanya terlebih dahulu menyadarinya ketimbang diri sendiri.
Memang wajah Noah itu lebih dominan mirip Irfan ketimbang Sofia saat kedua orang tua Irfan melihat cucunya pertama kali ketika di rumah sakit, tapi tidak ada sedikit pun mempermasalahkan jika Noah lebih mirip Irfan ketimbang Sofia pada saat itu.
Namun, ketika Noah dan Naura sudah berdampingan maka akan ada kemiripan yang lain selain mirip Irfan. Jeli sekali penglihatan wanita paruh baya itu.
“Ini kenapa Noah agak mirip dengan Naura?” batin Adiba mulai dipenuhi banyak pertanyaan, apalagi melihat Irfan yang masih berdiri di sisi ranjang usai mendudukkan putra satu-satunya.
“Astagfirullah, ada apa ini? Wajah Noah perpaduan Irfan dan Naura? Apakah ini hanya kebetulan saja?” Semakin penasaran hati Adiba, tapi ia menahan diri untuk tidak keceplosan berucap.
“Bu Adiba,” sapa Naura dengan sopannya, lantas ia berusaha ingin menggerakkan tubuhnya, sekedar ingin duduk, padahal tinggi ranjang bagian kepalanya sudah agak naik setelah diatur posisinya oleh perawat yang baru saja selesai mengecek kondisi Naura.
“Jangan dipaksakan Naura, kamu keadaannya sedang tidak baik-baik saja,” cegah Adiba ketika langkahnya semakin mendekat.
“Maaf Bu, jika tidak bisa menyambut kedatangannya. Terima kasih telah datang ke sini,” ujar Naura dengan sopan serta rasa hormatnya.
“Nggak pa-pa kok Naura.”
Wanita paruh baya itu tersenyum tipis pada wanita yang selama ini dikenal baik olehnya sebagai sekretaris suaminya yang bisa ia nilai sebagai wanita yang memiliki pribadi yang baik, santun, sopan, dan cerdas sesuai dengan penampilannya yang sangat cantik. Sebagai wanita Adiba mengagumi Naura, andaikan ia punya anak laki-laki yang belum menikah kemungkinan ingin sekali ia jodohkan.
“Ante atit gala-gala Noah ya? Maapin Noah ya, telus tepet tembuh ya,” ujar Noah pelan, bola mata mungilnya mendelik sendu, tangan mungilnya pun mengusap lembut tangan Naura yang terpasang infus.
Naura jadi terbuai dengan tingkah bocah tampan ini. Sementara Irfan sejak tadi hanya mengamatinya dengan perasaan yang gusar. Hatinya belum bisa menerima melihat putranya langsung bisa dekat dengan orang baru, dan orang itu adalah Naura!
“Dede, Tante sakit bukan karena Dede kok. Tante sakit karena kurang istirahat saja,” balas Naura sangat lembut, pandangan matanya begitu penuh kasih sayang pada bocah kecil itu.
“Api Noah belcalah Ante. Coba Noah ndak pinta endong ama Ante pasti Ante ndak atit, telus Noah ndak angis. Kata papi badan Noah cudah belat, pasti Ante cape endong Noah ya,” ujar Noah dengan mimik polosnya.
Naura jadi geli dibuatnya, lantas diusapnya rambut coklat dan keriting yang mirip persis dengan rambutnya, kemudian dikecuplah kening Noah penuh kasih sayang.
Bocah itu lantas memeluk wanita itu dengan senyumannya yang sumbrigah. “Cepet cembuh ya Ante ... Noah cayang deh cama Ante,” ujar Noah jujur.
Deri yang turut masuk ke ruang rawat dan Naura belum sadar dengan kehadirannya, langsung berbalik badan tak kuasa melihat tingkah Noah, tingkah polos dan jujur terhadap Naura. Hingga tak ia sadari ujung matanya menitikkan air mata.
“Huft, apakah semuanya akan segera terkuak?” batin Deri bertanya sendiri, lantas ia memilih keluar sejenak dari sana. Rahasia apa pun yang disimpan secara rapi, atas kehendak Allah pasti akan terkuak juga, tinggal menunggu waktu tiba.
“Makasih Sayang, Tante juga sayang sama Noah,” balas Naura. Senyum yang terulas di wajah bocah tampan itu semakin melebar, lantas bola mata mungilnya berpaling ke arah Adiba.
“Oma, Noah cuka ama Ante ini. Ante ini aik cama Noah, ndak ayak mami. Oma kila-kila bica tukal mami ndak? Noah mau unya mami aya Ante?” tanya Noah dengan polosnya sembari menyandarkan tubuh mungilnya ke Naura.
Mata Irfan membulat saat itu juga, sementara Adiba juga buat di terkejut, akan tetapi masih bisa tersenyum hangat pada cucunya.
“Mami Noah tidak bisa diganti! Mami Noah itu yang Mami Sofia, yang melahirkan Noah. Kalau Tante Naura bukan wanita yang melahirkan Noah!” sahut Irfan dengan tegasnya.
Sontak saja wajah Noah yang awalnya tersenyum langsung surut seketika. Mau tidak mau wanita paruh baya itu duduk di tepi ranjang, menatap Noah yang mendadak murung serta Naura yang kini mengusap bahu Noah.
“Irfan, sama anak sendiri jangan dibentak begitu. Namanya anak-anak hanya mengatakan apa yang ia rasakan. Tinggal kamu jawab dengan lembut. Noah masih kecil belum memahami kata-kata kamu,” tegur Adiba.
Mulut Irfan rasanya ingin membalas ucapan mamanya, tapi itu sama saja akan menimbulkan kecurigaan jika ia tampak membenci Naura, karena teringat dengan ucapan papanya.
“Papi ahat,” ujar Noah suaranya mulai terdengar serak, menahan untuk tidak menangis.
“Sini sama Oma ya, Tantenya lagi sakit,” bujuk Adiba jadi kasihan dengan cucunya.
Bocah itu menggeleng keras, menolak ajakan omanya, lantas bola matanya yang mulai berkaca-kaca ia usap. Naura yang tidak tega, langsung memeluknya dan terdengarlah tangisan Noah yang sejak tadi ia tahan.
Andaikan Irfan tahu, Noah haus akan kasih sayang seorang ibu yang sesungguhnya yang selama ini tidak ia dapatkan dari Sofia yang tadi pria itu katakan sebagai wanita yang melahirkan Noah. Seorang anak memiliki insting yang sangat kuat jika ada seseorang yang sangat tulus menyayanginya. Meski seorang anak bertemu dengan wanita yang bukan ibu kandungnya tap wanita itu tulus menyayanginya, pasti anak itu pun akan merasa nyaman dan begitu sayang melebihi kasih sayang pada ibu kandungnya sendiri. Begitu pun sebaliknya.
“Dede, papi gak jahat kok. Gimana kalau Tante pesankan es krim mau gak?” tanya Naura berusaha mengalihkan perhatian Noah biar tidak larut dalam kesedihan.
Noah yang masih sesenggukan menarik wajahnya dari pelukan Naura. “Au, Noah au es klim lasa panila,” jawab Noah sudah terpancing sama rayuan Naura.
“Tidak usah pesan, Papi yang akan belikan es krimnya sekalian makan siang buat di sini,” timpal Irfan dengan sikap dinginnya.
Sejak tadi Naura memang sengaja tidak lagi beradu pandang dengan pria itu, rasanya amat menyakitkan.
“Irfan, sekalian belikan Naura susu yang bagus itu biar cepat pemulihannya,” pinta Adiba sebelum putranya keluar dari ruangan.
“Mmm.” Pria itu hanya bergumam lalu terus tetap melangkah.
Kini, tinggallah mereka bertiga di dalam ruang rawat dan pandangan Adiba kembali ke cucu dan Naura.
“Naura, bolehkah Ibu bertanya sesuatu dengan kamu?”
Naura menegakkan kepalanya. “Ya Bu, mau tanya apa?”
“Kamu sebelumnya pernah bertemu dengan Irfan, kah?”
Bersambung ... ✍️
carilah kebenaran sekarang
diacc ya thor /Drool//Drool/
terutamakamu sofia