Karena saya masih wanita yang beradab,
masih bisa mengganti kecewa dengan doa, sekalipun berbaur dengan luka sepertimu.
Bertahun tahun hidup dalam hubungan rumah tangga yang tidak sehat. Tiap saat harus berhadapan dengan orang orang yang memiliki jiwa tak waras, suami kejam, mertua munafik, kakak dan adik ipar yg semena mena. Bertahan belasan tahun bukan karena ingin terus hidup dalam tekanan tapi karena ada anak yang harus dipertimbangkan. Namun dititik tiga belas tahun usia pernikahan, aku menyerah. Memilih berhenti memperjuangkan manusia manusia tak berhati.
Jangan lupa kasih like, love dan komentarnya ya kak, karena itu sangat berarti buat kami Author ❤️
Salam sayang dari jauh, Author Za ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
memutuskan pergi
Tepat pukul empat pagi. Bela mengirimikan pesan, mengabarkan kalau dirinya sudah sampai dan menunggu di depan gang.
Aku langsung bergegas untuk membawa semua barang barang yang semalam sudah di pack. Tak banyak memang, karena aku hanya membawa bajuku dan Hasna, dan beberapa barang yang memang penting yang harus aku bawa. Dua tas besar, satu koper, dan dua kardus. Aku harus membawa ini secara bertahap, lagi pula ini juga masih sangat pagi, mereka masih pada tidur, tapi aku harus tetap hati hati, agar tidak ada yang terbangun karena kecerobohan ku.
{Bel, aku taruh barang barangku di luar pagar rumah dulu ya, karena tidak mungkin aku membawa semua sekaligus menuju depan gang, lumayan banyak soalnya.} kukirimkan pesan pada bela, agar dia tak kepikiran karena aku lama tak muncul muncul.
{Iya taruh aja di depan pagar semua, kamu tidak perlu bawa kesini, biar aku yang kesana, tenang saja tidak ada yang akan tau.} Membaca balasan pesan dari sahabatku dengan hati yang menghangat. Bela lah yang selama ini selalu ada dan memperlakukan aku dengan baik, meskipun aku tidak punya apa apa.
("Baiklah, aku tunggu.) kukirim pesan balasan pada Bella, dan kembali memasukkan ponsel ku ke saku daster, lalu melanjutkan kembali mengangkat koper dan tas besar untuk membawanya keluar.
Saat sampai diluar, ternyata Bela sudah ada tak jauh dari depan rumah, dia berjalan menghampiriku dengan senyuman khasnya, sifat cueknya tak pernah berubah. Dengan memakai piyama dan sandal jepit, wanita itu tersenyum dan melambaikan tangan berjalan ke arahku.
"Gimana wa, sudah semuanya, atau masih ada lagi?"
"Masih ada satu kardus, bentar aku ambil dulu."
"Baiklah, yang ini biar aku masukkan dulu ke mobil."
"Makasih ya, trimakasih kamu sudah membantuku seperti ini, pagi pagi aku sudah membuatmu repot.'
"Ngomong apa an sih kamu wa, sudah tidak usah drama, buruan ambil yang masih tertinggal sebelum orang orang aneh itu bangun, bisa panjang urusannya nanti."
"Iya, iyaaa. Bawel."
"Hahahaaa,:sana buruan gih."
Semua barang sudah keluar dan berpindah ke dalam mobil Bela, rasanya lega dan aku juga harus menyiapkan diri untuk menghadapi mas Yudha dan keluarganya setelah ini.
"Wa, apa kamu yakin akan tinggal di toko?
Bagaimana kalau mereka curiga? Apa tidak sebaiknya kamu tinggal saja dirumahku, aku kan dirumah sendiri dan hanya sama bibi. Untuk jaga jaga wa, kamu kan tidak mau kalau Yudha ataupun keluarganya tau jika toko itu milikmu, saranku sih lebih baik kamu dan Hasna tinggal dirumahku saja, lebih aman."
"Aku malu Bel. Aku selalu merepotkan mu, dan aku juga nggak mau, kalau kamu ikut terseret dengan masalahku nantinya, kamu tau sendirikan seperti apa mas Yudha dan keluarganya itu, jujur aku takut."
Bela menggenggam erat jemarik. "Wa. justru kalau kamu tinggal ditoko, itu akan membuatmu terancam keselamatanmu dan Hasna. Yudha orang yang nekat, dan mereka akan curiga kenapa kamu kok di bolehkan menetap ditoko, mereka pasti akan cari tau itu, tolong yakin sama aku, aku akan selalu mendampingimu, kamu bukan hanya teman untukku, tapi kamu sudah jadi saudara untukku."
"Baiklah, aku ikut saranmu. Trimakasih." Kami saling berpelukkan dan Bela ijin pamit pergi sebelum semua orang bangun dan keadaan jadi rumit.
"Yasudah aku balik dulu, kamu hati hati, barang barangmu aku bawa semua kerumah, nanti kamu dan Hasna langsung saja kerumah, pintu rumahku selalu terbuka lebar buat kalian berdua. Byee."
Aku hanya mengangguk, memandangi punggung sahabatku itu, sampai ia masuk kedalam mobilnya dan beranjak pergi.
'Alhamdulillah, terimakasih Tuhan, ternyata didunia ini masih ada orang baik yang menghargai keberadaan ku tanpa melihat siapa aku dan sttsku.
Saat aku masuk kerumah, nampak Hasna sudah bangun dan sepertinya dia habis selesai wudhu. "Bund, dari mana pagi pagi begini kok sudah dari luar aja?" Sapanya dengan wajah yang mengernyit.
"Bunda habis dari depan, buang sampah."
"Owh..
Bunda udah sholat belum? yuk kita jamaah."
'Iya sayang, bentar ya bunda bersih bersih dulu, habis itu bunda nyusul.'
"Iya bund..."
Setelah selesai melakukan kewajiban dua rokaat, biasanya aku akan memasak menyiapkan sarapan untuk keluarga ini, tapi mulai hari ini, itu tidak akan lagi.
"Hasna, nanti berangkat sekolahnya bareng bunda ya, kita berangkat agak pagi aja. Kita beli sarapan dulu, Hasna pingin makan apa?"
"Beneran bund?
Hasna pingin sarapan bubur ayam nya Bu Jenab, lama tidak beli, pasti enak." Sambutnya riang.
"Iya sayang, sekarang Hasna siap siap dulu ya, bunda juga akan siap siap, dan satu lagi, mulai hari ini, kita akan tinggal dirumah Tante Bella, Hasna tidak keberatan kan?"
"Kok dirumah Tante Bella bund, kenapa tidak ditoko aja? Kemarin bunda bilang mau tinggal ditoko."
"Untuk sementara kita tinggal sama Tante Bella dulu ya sayang, sampai semua urusan bunda selesai, dan rencananya bunda akan membangun lahan yang disamping toko untuk tempat tinggal kita nanti, biar lebih nyaman, Hasna mau kan?"
"Waaah, mau donk bund. Nanti kamar Hasna bikin yang agak besar ya bund, Hasna pingin punya kamar sekaligus tempat belajar dan menyimpan banyak koleksi buku buku Hasna, boleh yaa?'
"Iya nak, Bismillah. Doain usaha bunda lancar ya sayang."
"Aamiin, iya bunda sayang.
Yuk bund berangkat, Hasna sudah siap, keburu pingin makan bubur ayamnya Bu jenab."
"Iya nak, bentar bunda ambil tas dulu. Hasna tunggu saja diluar."
"Wah tumben masih pagi sudah mau berangkat saja kamu na, mau nyapu sekolahan yaa?"
Tiba tiba mbak Yeni muncul dengan wajah khas orang bangun tidur, suaranya menegur Hasna terdengar sampai di dalam kamar.
"Iya budhe, Hasna sama bunda mau beli bubur ayam dulu di tempat Bu jenab." Balas Hasna cuek.
"Apa? Memang bundamu hari ini nggak masak?"
"Kayaknya nggak deh, buktinya bunda ngajakin Hasna sarapan diluar."
"Dimana sekarang bundamu?"
"Kenapa mbak, pagi pagi sudah bingung mencariku? Kutatap mbk Yeni dengan tatapan tajam sembari kulipat kedua tangan diatas perut.
"Kamu nggak masak untuk sarapan kami?"
"Nggak."
"Enak banget kamu ya, mau biarin kita kelaparan dan kamu enak enakkan mau hamburin uang untuk beli makanan diwarung."
"Kalau mbak, mau sarapan ya masak aja,dan kalau mau makan diwarung ya tinggal beli aja, kenapa harus repot sih mbak."
"Mulai berani kamu yaa, aku nggak mau tau, pokoknya setelah aku mandi harus sudah ada makanan di atas meja, mau kamu masak atau mau kamu beli, aku tak perduli, yang penting harus ada makanan untuk kami."
"Owh iya, maaf mulai hari ini, silahkan berusaha sendiri kalau tidak mau lapar, perut mbak dan yang lain bukan tanggung jawabku, lagi pula adik mbak juga tidak pernah kasih uang belanja ke aku.
Yuk sayang kita berangkat, keburu tidak bagian bubur ayamnya nanti." kugandeng tangan putriku meninggalkan mbk Yeni yang masih melongo dengan keberanianku melawannya, aah bodoh amat. Paling sebentar lagi rumah ini akan heboh dengan kemarahan orang orang didalamnya akibat ulahku yang dengan sengaja menolak perintah sang putri.