Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!
Bermaksud menolong seorang pria dari sebuah penjebakan, Hanna justru menjadi korban pelampiasan hingga membuahkan benih kehidupan baru dalam rahimnya.
Fitnah dan ancaman dari ibu dan kakak tirinya membuat Hanna memutuskan untuk pergi tanpa mengungkap keadaan dirinya yang tengah berbadan dua dan menyembunyikan fakta tentang anak kembarnya.
"Kenapa kau sembunyikan mereka dariku selama ini?" ~ Evan
"Kau tidak akan menginginkan seorang anak dari wanita murahan sepertiku, karena itulah aku menyembunyikan mereka." ~ Hanna
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 29
"Mommy, ayo kita pulang ke rumah daddy!" bujuk Sky menggenggam jemari Hanna.
Kepala Hanna yang sejak tadi menunduk perlahan mendongak, menatap Star yang kini berada di gendongan Evan, laki-laki itu menyambutnya dengan senyuman tipis. Tatapan Hanna lalu berpindah pada Sky. Ia membelai rambut putranya lembut.
Aku tidak boleh egois. Sky dan Star lebih membutuhkan Evan dari pada aku. Evan bisa memberi mereka segalanya yang selama ini tidak bisa kuberi. Rumah yang nyaman, makanan yang cukup, pakaian yang layak dan lingkungan yang baik.
"Sky ... Pulanglah ke rumah daddy-mu bersama Star. Kau akan sangat senang tinggal di sana."
Kening Sky berkerut mendengar ucapan Hanna. Kemudian menoleh ke belakang menatap Daddy dan adiknya.
"Lalu Mommy? Mommy akan ikut, kan?"
Hanna tersenyum, meskipun terlihat genangan air di bola matanya. Pulang ke rumah Evan mungkin pilihan terbaik bagi kedua anaknya, tetapi tidak baginya. Rasa sakit itu masih membekas dengan jelas.
"Tidak, Sky. Mommy akan tinggal di rumah lama," Ia menyela air mata yang baru saja menetes di pipinya, kemudian tersenyum seolah ingin menunjukkan kepada Sky bahwa semuanya baik-baik saja. "Tapi jangan khawatir, mommy akan sering-sering mengunjungimu. Kalian lebih membutuhkan Daddy sekarang."
Sky dengan cepat menggeleng. "Tidak, Mommy. Aku mau tinggal bersama Mommy."
"Ayolah, Nak. Kau akan senang di rumah daddy. Itu pasti rumah yang sangat besar seperti sebuah istana. Kau dan Star tidak akan bosan bermain dan berlarian. Selain itu Daddy-mu adalah seorang dokter, dia bisa menyembuhkan kaki adikmu. Kalian akan bahagia tinggal di sana."
Buliran air mata mulai mengalir di pipi Sky. Wajah dan hidungnya mulai memerah. Hanna tahu, meskipun selama ini dirinya begitu keras mendidik Sky, namun Sky adalah sosok anak yang sangat manja dan mungkin tidak akan sanggup jika harus berpisah jauh dari mommy-nya.
"Aku mau ikut dengan mommy saja."
"Sky ... Itu bukan rumah yang layak untukmu, Nak. Kau bisa hidup lebih baik bersama daddy-mu."
"Aku mau ikut Mommy!" Sky meninggikan suaranya hingga Evan dan Osman dapat mendengarnya dengan jelas. "Tidak apa-apa kalau rumah itu jelek. Tidak apa-apa kalau aku selalu dimarahi Nyonya Ursula. Tidak apa-apa kalau aku tidak punya teman. Tidak apa-apa kalau setiap malam kita kedinginan, ada Mommy yang akan memeluk aku dan Star. Aku mau ikut Mommy saja." Dengan isak tangis yang pecah, ia memeluk Hanna erat.
Hanna sudah tidak dapat membendung luapan air matanya. Memeluk Sky dan membenamkan ciuman di pundak kecil itu. Ucapan polos Sky berhasil meruntuhkan benteng kokoh yang ia bangun dengan susah payah. Hanna pun tak ingin anak-anaknya kembali ke lingkungan keras, di mana mereka selalu menerima hinaan dari orang-orang.
Evan membawa Star ke dalam mobil dan membaringkannya di kursi belakang. Sebuah boneka bantal ia gunakan untuk menyangga kepalanya, juga membuka jas dan membalut tubuh Star agar terbebas dari rasa dingin.
"Osman, tolong bawa Sky ke mobil. Aku perlu bicara berdua dengan Hanna."
"Baik, Tuan." Osman pun menghampiri Sky dan membujuknya untuk naik ke mobil. Meskipun bocah laki-laki itu merasa ragu dan beberapa kali menoleh ke belakang untuk melihat mommy-nya.
"Aku mau ikut Mommy! Aku mau ikut Mommy!" pekik Sky mencoba kembali kepada mommy-nya. Namun Osman segera berbisik.
"Tenanglah. Biarkan Daddy mu yang membujuk mommy. Ayo kita tunggu di mobil bersama adikmu saja."
Sky akhirnya menyerah. Bahkan ketika sudah duduk di mobil, ia masih melirik ke halte demi memastikan mommy-nya tidak pergi meninggalkan mereka.
Evan berjongkok di hadapan Hanna. Ia meraih jemarinya, menggenggam dengan erat. Evan menatap wajah lelah itu lekat-lekat.
"Ada yang ingin aku katakan sejak dulu. Maukah kau mendengarnya?"
***
Terima kasih untuk segala bentuk dukungan untuk "BAN*GKE" 👉 "BAng KEong" 😆😆
Aku jadi sangat terharu dan tambah semangat menulis.
Salam Sayang
❤️❤️