"The Secret Behind Love." adalah sebuah cerita tentang pengkhianatan, penemuan diri, dan pilihan yang sulit dalam sebuah hubungan. Ini adalah kisah yang menggugah tentang bagaimana seorang wanita yang bernama karuna yang mencari cara untuk bangkit dari keterpurukan nya, mencari jalan menuju kebahagiaan sejati, dan menemukan kembali kepercayaannya yang hilang.
Semenjak perceraian dengan suaminya, hidup karuna penuh dengan cobaan, tapi siapa sangka? seseorang pria dari masa lalu karuna muncul kembali kedalam hidupnya bersamaan setelah itu juga seorang yang di cintai nya datang kembali.
Dan apakah Karuna bisa memilih pilihan nya? apakah karuna bisa mengendalikan perasaan nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jhnafzzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29. Kebahagiaan Baru?
Esok harinya, Karuna menjalani rutinitas seperti biasa. Pagi itu, ia kembali mengantar Ethan ke sekolah dengan bus. Meski Damian muncul kemarin, Karuna mencoba untuk melupakan kejadian itu. Yang penting baginya adalah memastikan Ethan tetap bahagia tanpa terlalu terganggu oleh apa pun.
Siang menjelang, Karuna bersiap-siap pergi menjemput Ethan. Ia mengikat rambutnya yang mulai kusut, mengambil tas kecilnya, lalu keluar dari kos dengan langkah biasa.
Namun, sesampainya di depan sekolah Ethan, suara klakson pelan menghentikan langkahnya.
“Karuna!”
Ia menoleh, mendapati Dirga yang duduk di balik kemudi mobilnya, tersenyum lebar. Karuna mengerutkan dahi, bingung kenapa Dirga tiba-tiba ada di sana.
“Eh, Dirga? Bukannya kamu sibuk hari ini?” tanyanya sambil berjalan mendekat ke mobil.
Dirga mengangkat bahu santai. “Udah kelar kok. Aku pikir, kenapa nggak sekalian jemput kamu sama Ethan aja. Lumayan, nggak capek naik bus.”
Karuna tersenyum tipis, meski hatinya sedikit lega. “Oh, yaudah. Tapi kamu nggak keberatan kan nunggu Ethan? Dia biasanya lama keluar.”
“Nggak masalah kok. Aku ada waktu,” jawab Dirga sambil membuka pintu mobil untuk Karuna.
Karuna masuk ke mobil. Ia senang Dirga perhatian, tapi di sisi lain ia masih merasa bingung dengan kehadiran Damian kemarin.
Beberapa menit kemudian, Ethan keluar dari gerbang dengan tas kecilnya. Begitu melihat mobil Dirga, wajahnya langsung berbinar.
“Om Dirga!” serunya sambil berlari kecil.
Dirga keluar dari mobil untuk membukakan pintu, lalu membantu Ethan masuk ke kursi belakang. “Halo, jagoan. Gimana sekolahnya hari ini?”
“Seru banget! Aku tadi belajar gambar rumah pohon, Om. Nih, aku bawa gambarnya!” Ethan langsung mengeluarkan kertas dari tasnya, menunjukkan hasil karyanya dengan bangga.
Dirga mengangguk-angguk sambil memuji, “Wah, keren banget, Kamu harus ajarin Om bikin kayak gini, ya?”
Ethan tertawa kecil, sementara Karuna hanya tersenyum melihat keakraban mereka.
Mobil melaju perlahan meninggalkan sekolah. Di sepanjang perjalanan, Dirga dan Ethan sibuk ngobrol, membuat suasana jadi lebih hangat. Tapi tiba-tiba, Dirga melirik Karuna lewat kaca spion sambil berkata santai, “Eh, Karuna, malam ini kita makan bareng yuk.”
Karuna sedikit terkejut, menoleh ke arahnya. “Hah? Makan bareng? Di mana?”
“Di restoran favorit aku. Nggak jauh kok, cuma di tengah kota. Nanti aku anterin pulang setelah selesai,” jawab Dirga sambil tetap fokus menyetir.
Ethan yang mendengar itu langsung berseru, “Iya, Ma! Aku mau makan bareng Om Dirga. Kita makan ayam goreng lagi, ya?”
Karuna tergagap, bingung mau menjawab apa. “Tapi… Dirga, aku nggak siap-siap buat makan di luar. Lagian, kenapa tiba-tiba banget?”
Dirga tertawa kecil. “Yah, kadang hal yang mendadak itu justru lebih seru. Lagipula, kapan terakhir kali kamu makan di luar sama Ethan? Anggap aja ini refreshing.”
Karuna menghela napas. Ia memang jarang keluar untuk bersenang-senang, apalagi sejak Ethan mulai sekolah. Setelah beberapa detik berpikir, ia akhirnya mengangguk pelan.
“Baiklah. Tapi jangan terlalu malam ya, Ethan harus tidur cukup,” ucapnya dengan nada setuju setengah hati.
“Siap, Bu Guru,” jawab Dirga sambil tersenyum jahil.
Ethan bersorak kecil dari kursi belakang, membuat Karuna ikut tersenyum tipis.
Malam harinya, Dirga menjemput Karuna dan Ethan di kos mereka. Ia mengenakan kemeja kasual, tampak lebih santai dari biasanya. Ethan juga sudah siap dengan kaus bergambar dinosaurus kesukaannya.
Sesampainya di restoran, Karuna merasa sedikit gugup. Tempat itu cukup nyaman, dengan dekorasi yang sederhana tapi elegan dengan cahaya remang-remang. Mereka memilih meja di dekat jendela, sehingga bisa melihat pemandangan kota yang dipenuhi lampu jalan.
Pelayan datang dengan menu, dan Dirga langsung memesan beberapa makanan tanpa banyak bertanya.
“Om Dirga, aku mau ayam goreng, ya!” kata Ethan antusias.
“Iya, dong. Tenang aja, pesanan kamu nomor satu,” balas Dirga sambil tertawa.
Karuna hanya duduk diam, merasa sedikit aneh dengan suasana ini. Tapi ia tak bisa menyangkal, Ethan terlihat sangat senang malam itu.
Saat makanan datang, Dirga mulai bercanda dengan Ethan, mengajaknya bermain tebak-tebakan. Suara tawa Ethan memenuhi meja, membuat Karuna merasa lebih rileks.
“Kamu harus lebih sering keluar kayak gini, Karuna,” kata Dirga tiba-tiba, membuat Karuna menoleh.
“Hah? Keluar gimana maksudnya?”
“Ya, menikmati waktu. Jangan terlalu fokus memikirkan sesuatu atau ngurusin rumah terus. Kamu juga butuh waktu buat diri sendiri,” jawab Dirga dengan nada serius tapi lembut.
Karuna terdiam sejenak. Ia tahu Dirga benar, tapi mendengar itu dari orang lain membuatnya merasa sedikit tersentuh.
“Hmm… mungkin kamu benar,” jawabnya akhirnya, sambil tersenyum kecil.
Makan malam itu berakhir dengan suasana hangat. Ethan tampak kenyang dan bahagia, sementara Karuna merasa sedikit lebih santai dari biasanya.
Setelah selesai makan, Ethan yang masih semangat mulai celingak-celinguk di meja. Dirga, yang menyadari itu, tersenyum dan memanggil seorang pelayan.
“Mas, boleh bantu sebentar? Ethan ini mau pilih dessert langsung. Biar dia sekalian jalan-jalan lihat kue-kue di etalase,” kata Dirga santai.
Pelayan itu mengangguk ramah. “Tentu, Pak. Ayo, Dik Ethan, ikut mas ya.”
Ethan langsung berdiri dengan penuh semangat. “Yeay, aku mau lihat es krim, Om Dirga!” katanya sambil menggandeng tangan pelayan itu.
“Pelan-pelan ya, Ethan. Jangan sampai nyenggol apa-apa,” pesan Karuna, meski senyum kecil mulai tersungging di wajahnya.
Setelah Ethan berjalan menjauh, Dirga beralih menatap Karuna. Pandangannya tiba-tiba berubah lebih serius, jauh dari biasanya. Karuna, yang mulai merasa ada sesuatu, menatapnya bingung.
“Kenapa?” tanyanya pelan.
“Karuna,” Dirga memulai, suaranya agak berat. “Aku mau ngomong sesuatu.”
Karuna sedikit tergagap. “Hm… ngomong apa? Kok mukanya serius gitu?”
Dirga menarik napas panjang, kemudian tersenyum kecil. “Kamu tutup mata dulu.”
“Hah? Ngapain?” Karuna mengerutkan kening, merasa aneh dengan permintaannya.
“Udah, nurut aja. Nggak akan lama, kok,” Dirga meyakinkan sambil mengangkat tangannya, menunjukkan dia serius.
Karuna menatap Dirga curiga, tapi akhirnya menuruti permintaannya. Dengan setengah ragu, ia menutup mata.
Suasana hening sejenak. Karuna bisa merasakan sesuatu yang berbeda, dan sebelum ia sempat bertanya lagi, ia merasakan genggaman hangat di tangannya. Perlahan ia membuka matanya dan terkejut melihat Dirga sudah berlutut di depannya, satu kaki di lantai, dengan sebuah kotak kecil terbuka di tangannya. Di dalamnya, sebuah cincin berkilauan memantulkan cahaya lembut dari lampu restoran.
“Dirga…” Karuna tercekat, kehilangan kata-kata.
Dirga tersenyum, tapi jelas ada gugup di wajahnya. “Aku nggak tahu gimana cara ngomong yang bagus. Tapi aku tahu satu hal, Karuna. Kamu tahu, Aku masih cinta sama kamu. Aku juga sayang sama Ethan. Aku pengen jadi bagian dari hidup kalian, nggak cuma sebagai teman atau orang yang bantu sesekali.”
Karuna hanya bisa menatapnya, jantungnya berdegup kencang.
Dirga melanjutkan, nadanya lebih tulus dari sebelumnya. “Aku tahu kamu udah capek jalan sendiri selama ini. Aku nggak bisa janji hidup bakal selalu mulus, tapi aku pengen ada di samping kamu. Bantu kamu, jagain kamu, dan Ethan juga. Jadi… mau nggak kamu nikah sama aku?”
Karuna menutup mulutnya, menahan napas. Matanya berkaca-kaca. Ia tidak pernah membayangkan Dirga akan melakukan ini tiba-tiba, apalagi di saat seperti sekarang.
“Dirga, aku…” Karuna mengambil napas dalam, menatap pria itu yang masih menunggu dengan penuh harap. Akhirnya, ia mengangguk pelan. “I-iya..”
Dirga langsung tersenyum lebar. Ia berdiri, menyematkan cincin itu di jari Karuna, lalu memeluknya erat. “Makasih, Karuna. Aku janji, aku nggak akan nyia-nyiain kamu.”
Seketika, suara kecil dari belakang mereka terdengar.
“Om Dirga, kenapa Mama nangis? Itu cincinnya buat apa?” Ethan berdiri di sana dengan es krim di tangannya, menatap mereka bingung.
Karuna dan Dirga tertawa kecil. Dirga jongkok dan menggamit tangan Ethan. “Ini? Ini tanda kalau mulai sekarang Om bakal jadi bagian dari keluarga kecil kalian. Gimana, Ethan setuju nggak?”
Ethan memiringkan kepalanya, lalu tersenyum lebar. “Setuju! banget dong, tapi Om Dirga harus sering-sering main sama aku ya!”
“Deal,” jawab Dirga sambil menepuk kepala Ethan. “Deal banget.”
Malam itu, mereka bertiga pulang dengan hati yang lebih penuh dari sebelumnya. Karuna menatap cincin di jarinya, dan untuk pertama kalinya dalam waktu lama, ia merasa benar-benar percaya bahwa kebahagiaan itu nyata dan layak untuk diperjuangkan.