Ketika dunia manusia tiba-tiba terhubung dengan dimensi lain, Bumi terperangkap dalam kehancuran yang tak terbayangkan. Portal-portal misterius menghubungkan dua realitas yang sangat berbeda—satu dipenuhi dengan teknologi canggih, sementara lainnya dihuni oleh makhluk-makhluk magis dan sihir kuno. Dalam sekejap, kota-kota besar runtuh, peradaban manusia hancur, dan dunia yang dulu familiar kini menjadi medan pertempuran antara teknologi yang gagal dan kekuatan magis yang tak terkendali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rein Lionheart, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 28. Di Bawah Langit Tanpa Cahaya
Hari-hari setelah kehancuran artefak dipenuhi dengan kesunyian yang aneh. Kota Baru perlahan bangkit dari sisa-sisa reruntuhan, namun Kael merasa terasing di dunia yang pernah ia selamatkan. Tanpa kekuatan artefak, Kael seperti kehilangan arah. Kekuatan yang dulu membuatnya merasa mampu menghadapi apapun, kini telah lenyap, dan dia hanya tinggal sebagai seorang pria yang terbebani oleh penyesalan dan rasa bersalah.
Malam-malamnya dipenuhi dengan bayangan—kilatan ingatan dari masa lalu, pertempuran yang terjadi, dan keputusan-keputusan yang pernah dia ambil. Kael tahu bahwa dia harus mulai kembali dari awal, namun bagaimana caranya melangkah tanpa kekuatan yang pernah menjadi bagian dari dirinya?
Kael memutuskan untuk tinggal di sudut Kota Baru yang sepi, di sebuah rumah kecil yang ditinggalkan oleh penghuninya. Di sana, ia mencoba menemukan jati diri tanpa bantuan kekuatan supernatural yang pernah ia miliki. Tanpa kemampuan luar biasa, Kael harus belajar tentang kelemahan manusia biasa. Dia mulai bekerja bersama penduduk kota, membantu membangun rumah-rumah baru, memulihkan tanah yang terluka oleh pertempuran, dan memperbaiki infrastruktur yang rusak.
Awalnya, warga kota memandangnya dengan ragu. Mereka tahu siapa dia, orang yang pernah menjadi pahlawan mereka, tetapi tanpa artefak, Kael tampak seperti sosok yang berbeda—lebih rapuh, lebih manusiawi. Setiap malam, Kael kembali ke rumah kecilnya dengan tangan yang luka-luka dan tubuh yang lelah, namun ada ketenangan yang dia rasakan dalam pekerjaan fisik itu—sesuatu yang tidak pernah dia dapatkan ketika dia masih dikuasai oleh kekuatan artefak.
Ceryn, yang tetap setia di sisinya, melihat perubahan dalam diri Kael. Meskipun dia tahu betapa dalamnya luka yang ada di dalam hati sahabatnya, Ceryn tidak pernah meninggalkannya. Mereka bekerja bersama, saling mendukung dalam keheningan, mencoba membangun kembali kepercayaan yang pernah hancur di antara mereka.
Suatu hari, saat Kael sedang memperbaiki atap rumah seorang warga, seorang anak kecil datang mendekat, menatapnya dengan mata besar yang penasaran. Anak itu mengingatkannya pada adik perempuan yang pernah dia lindungi saat dunia berada di ambang kehancuran. Anak itu mendongak, bertanya dengan polos, "Apakah kau pahlawan yang pernah mengalahkan makhluk jahat itu?"
Kael terdiam, merasakan beban pertanyaan yang sederhana itu. Dulu, dia akan dengan bangga mengakuinya, tetapi sekarang kata-kata itu terasa seperti bayangan dari masa lalu yang menghantui. “Aku bukan pahlawan,” jawabnya pelan, sambil menyeka keringat di dahinya. “Aku hanya seseorang yang berusaha memperbaiki kesalahan.”
Anak kecil itu tersenyum, seolah tidak peduli dengan jawaban Kael. “Kau sedang membangun kembali rumah kami. Itu sudah cukup,” katanya, sebelum berlari pergi. Kael terdiam, merasakan kesedihan yang perlahan berubah menjadi ketabahan. Ada sesuatu yang murni dalam kata-kata anak itu, sesuatu yang mengingatkannya bahwa meskipun dia tidak lagi memiliki kekuatan, tindakannya tetap berarti bagi orang lain.
Di tengah kesibukannya membangun Kota Baru, Kael mendengar kabar bahwa Arkemis, sang penjaga teknologi, masih hidup. Arkemis, yang pernah menjadi musuh terbesar mereka dalam pertempuran melawan Bayangan Arka, ternyata selamat setelah kehancuran dimensi. Arkemis kini hidup di pinggiran Kota Baru, jauh dari hiruk-pikuk pusat kota, berusaha menjalani kehidupan yang tenang.
Suatu hari, Kael memutuskan untuk mengunjungi Arkemis. Mereka duduk di tepi sungai yang mengalir lambat, berbicara tanpa mengangkat senjata, tanpa kebencian yang dulu membara di antara mereka. Arkemis, yang pernah dikuasai oleh kekuatan teknologi, kini tampak jauh lebih tua dan bijak, seperti seseorang yang telah menemukan kedamaian setelah perang yang panjang.
“Kita berdua pernah berada di jalan yang salah,” kata Arkemis, menatap langit yang mulai gelap. “Kita pernah percaya bahwa kekuatan adalah segalanya, bahwa menguasai dunia adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkannya. Tetapi lihatlah di mana kita sekarang. Terkadang, menyelamatkan dunia berarti menerima bahwa kita tidak bisa mengendalikan segalanya.”
Kael mengangguk, merasakan kebenaran di balik kata-kata Arkemis. Dia pernah terjebak dalam pencarian akan kekuatan, namun sekarang dia melihat bahwa dunia tidak membutuhkan seorang pahlawan yang kuat, tetapi seseorang yang mau melakukan hal kecil yang benar. Mereka berbicara hingga larut malam, berbagi cerita dan penyesalan, serta mengingat masa lalu yang penuh dengan kesalahan. Pertemuan itu menjadi titik balik bagi Kael—sebuah pengingat bahwa perjalanan yang sulit tetap bisa membawa perubahan yang berarti.
Bulan-bulan berlalu, dan Kael mulai menerima kenyataan bahwa dia bukan lagi pahlawan yang memiliki kekuatan luar biasa. Dia menemukan kekuatan dalam tindakan sederhana: menanam pohon, memperbaiki jembatan, mengajarkan anak-anak di Kota Baru tentang keberanian dan harapan. Meskipun ada keraguan dalam dirinya, Kael mulai merasakan kedamaian yang tidak pernah dia miliki sebelumnya. Kehilangan artefak adalah kehilangan yang besar, tetapi juga memberinya kesempatan untuk menemukan dirinya sendiri, tanpa beban kekuasaan yang pernah membutakannya.
Suatu hari, saat matahari terbenam, Kael berdiri di bukit kecil di tepi Kota Baru, memandang ke arah horizon. Angin malam bertiup, membawa aroma tanah yang segar dan suara-suara kehidupan yang mulai pulih. Di sampingnya, Ceryn berdiri, menatap langit yang mulai dipenuhi bintang.
“Kau terlihat berbeda,” kata Ceryn pelan, menoleh ke arah Kael dengan senyum lembut. “Lebih damai.”
Kael tersenyum, sebuah senyuman yang penuh dengan ketenangan dan penerimaan. “Mungkin aku akhirnya menemukan apa yang benar-benar penting,” jawabnya. “Aku kehilangan banyak hal, tapi aku juga mendapatkan sesuatu yang lebih berarti.”
Ceryn menggenggam tangan Kael, dan mereka berdiri bersama di bawah langit malam, menyaksikan bintang-bintang yang bersinar. Dunia di sekitar mereka mungkin masih dipenuhi dengan tantangan, tetapi Kael tahu bahwa dia tidak lagi harus menanggungnya sendirian.
Dunia yang baru telah dimulai, dan meskipun tanpa artefak, Kael akhirnya menemukan kekuatan yang sebenarnya—kekuatan untuk menerima dirinya yang lemah, yang pernah gagal, namun tetap berdiri dengan keberanian yang sederhana.
Dan dengan itu, perjalanan baru pun dimulai—perjalanan untuk membangun dunia tanpa kekuatan yang menguasai, tetapi dengan hati yang mengerti bahwa kekuatan sejati ada dalam tindakan kecil yang tulus dan penuh kasih.