"Sekarang tugasku sudah selesai sebagai istri tumbalmu, maka talaklah diriku, bebaskanlah saya. Dan semoga Om Edward bahagia selalu dengan mbak Kiren," begitu tenang Ghina berucap.
"Sampai kapan pun, saya tidak akan menceraikan kamu. Ghina Farahditya tetap istri saya sampai kapanpun!" teriak Edward, tubuh pria itu sudah di tahan oleh ajudan papanya, agar tidak mendekati Ghina.
Kepergian Ghina, ternyata membawa kehancuran buat Edward. Begitu terpukul dan menyesal telah menyakiti gadis yang selama ini telah di cintainya, namun tak pernah di sadari oleh hatinya sendiri.
Apa yang akan dilakukan Edward untuk mengambil hati istrinya kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kelamaan berendem
“Ulah apa!! .....jangan karena saya masih kecil, kalian orang dewasa berbuat sesuka hati!” nyolot Ghina.
Ting.....
Sendok makan Edward dibantingnya di piring makanya.
“Sayang, tidak usah terbawa emosi. Ghina masih anak-anak wajar kalau cepat emosi,” ucap Kiren.
“Om Edward dan mbak Kiren lah yang seperti anak kecil, tidak bisa menyelesaikan masalah. Malah orang lain menjadi korbannya!” balas Ghina tidak terima ucapan Kiren.
“Ghina.....tutup mulut kamu!” tunjuk Edward yang kembali emosi.
“Apa......Om menyuruh saya tutup mulut, lalu buat apa Om membawa saya ke sini! Seharusnya biarkan saja saya kabur, jadi Om tidak perlu mendengarkan suara saya!” tunjuk balik Ghina sambil berdiri.
“Kamu.....ya......!” Edward terpancing emosi ikut berdiri.”Sayang.....tenang......sudah duduk dulu....!” pinta Kiren sambil memegang lengan Edward.
“Ghina....jangan marah dulu. Mbak sangat mengerti perasaan kamu.”
Ghina kembali duduk tanpa putus menatap Edward.
“Ini....coba kamu baca dulu.” Kiren memberikan lembaran kertas.
Surat Perjanjian Pernikahan
“Iiissh.......,” desis Ghina, kembali meletakkan surat tersebut.
“Mbak bikin surat ini untuk memperkuat perjanjian antara kamu dan Kak Edward.”
“Intinya kamu hanya istri di atas kertas, dan istri sesungguhnya adalah mbak sendiri. Tiap bulan Kak Edward akan menafkahi kamu secara lahir, tapi tidak nafkah batin. Dan kamu tidak perlu melakukan hal-hal sebagai istri. Cukup mbak aja.”
“Jadi mbak harap kamu tahu diri saat sudah di nikahi oleh Kak Edward. Silakan kamu tanda tangani surat perjanjiannya.”
“Ciiih kalian berdua sungguh egois!” dirobeknya surat perjanjian tersebut oleh Ghina.
Wajah Edward tampak murka.
Ghina bangkit dari duduknya dan keluar dari ruang makan.....dengan langkah cepat dia mencari pintu keluar mansion.
“Mau ke mana kamu Ghina!” teriak Edward menyusul Ghina.
Langkah kaki Ghina semakin cepat, dan kedua netranya mencari pintu masuk keluar mansion Edward yang terhitung luas.
“Mau ke mana kamu!”
BUGH
Tubuh Ghina ke tarik ke belakang oleh Edward dan posisi tubuh bagian belakangnya sudah menempel di tubuh Edward.
“Kamu mau ke mana? Kali ini kamu tidak bisa kabur!” kata Edward di dekat telinga Ghina. Tubuh Ghina seketika meremang berada di pelukan Edward.
“Lepaskan Om!” Ghina mencoba mengurai pelukan Edward dari belakang.
“Tidak akan pernah kulepaskan!” Edward mulai mengangkat Ghina dan membawanya kembali ke kamar tamu.
“Breng sek kamu, Om!” tubuh Ghina meronta-ronta. Kembali mencoba melepaskan tangan Edward yang melingkar di pinggangnya.
Sesampainya di kamar, Ghina di lemparnya ke atas ranjang dan Edward menindih tubuh Ghina.
“Kalau kamu masih berusaha kabur, jangan salahkan saya akan memper kosa kamu malam ini juga!” ancam Edward.
GLEK!!
Ghina menghentikan gerakan merontanya.
“Good girl!”
Di rasa Ghina tidak meronta lagi, Edward keluar dari kamar tamu, dan menguncinya dari luar.
Hiks......malang amat nasib gue !!!
Dalam pembaringannya Ghina kembali meringkuk, menangisi nasibnya.
.
.
Pagi hari di mansion Edward...
“Non.....non....bangun non,” ujar salah satu pelayan membangunkan Ghina tidur.
Ghina mulai mengerjap-ngerjap kedua matanya, merasa ada yang membangunkannya.
“Mbak...” suara serak Ghina khas bangun tidur.
“Sudah pagi non,” ucap si pelayan.
“Mmmm.....,” gumam Ghina sambil duduk di ranjangnya.
“Mbak namanya siapa?”
“Saya Ria non..!”
“Panggil saya Ghina aja mbak Ria, jangan non. Mbak Ria boleh pinjam ponselnya lagi gak?”
“Boleh non.......ini silahkan!”
“Jangan panggil non lagi ya mbak. Mbak minta alamat mansion ini dong?”
“Alamatnya Jl. Fatmawati kavling 52.”
“Makasih mbak Ria!”
✅ 0812×××××××
Rika ini gue Ghina, mau minta tolong kirimin barang gue yang tertinggal ke alamat Jl. Fatmawati kavling 52. Makasih banyaknya sohib gue 😘😘😘.
“Mbak Ria, tadi saya wa ke teman saya tapi belum di balas. Nanti kalau dia balas. Tolong kasih tahu ke saya ya!” sambil mengembalikan ponsel Ria.
“Iya nanti saya kabari, Ghina sekarang bebersih dulu nanti di tunggu Tuan besar untuk sarapan.”
“Mbak, saya sarapan di kamar aja.”
“Nanti Tuan marah Ghin, soalnya sudah pesan seperti itu tadi.”
“Biarin aja!”
“Kalau begitu nanti saya sampaikan ke Tuan Besar, saya permisi dulu.”
“Iya mbak.”
Di samping ranjang sudah ada koper yang sangat dia kenal, sepertinya barang dia dari rumah sudah dibawakan oleh anak buah Edward.
Ghina segera membuka koper tersebut, dan memilih baju ganti. Setelahnya menuju kamar mandi.
Mata Ghina terlihat sembab, wajahnya terlihat kuyu, dipandangnya wajahnya di cermin kamar mandi.
“Malang banget nasib gue......ha....ha....ha.” gumam Ghina, menertawakan diri sendiri.
“Ghin......cukup jangan menangis, cukup air mata loe terbuang sia-sia. Loe bisa kok melewati semuanya!” gumam Ghina sendiri.
Helai demi helai pakaian yang ada di tubuhnya di lepaskannya, tinggal bra dan CD berwarna cream masih melekat di tubuhnya.
“Kayaknya berendam enak nih!”
Ghina mulai mengisi air di bathub dan memberikan beberapa tetes esensial yang tersedia di kamar mandi ke air.
“Enaknya...” gumam Ghina sendiri, setelah tubuhnya berada di dalam bathup.
Emang enaknya hidup jadi orang kaya.......mau mandi aja bisa berendem di dalam bak dulu 😋.
Satu jam telah berlalu Ghina berendam, tanpa disadari ia tertidur.
Edward berada di kamar Ghina, sudah setengah jam menunggu tapi belum juga Ghina keluar dari kamar mandi.
“Ria, siapa yang suruh bawa sarapan ke dalam kamar!” tegur Edward yang melihat Ria masuk membawa nampan yang berisi sarapan.
“Anu..Tuan......Ghina minta sarapan di kamar, makanya saya antarkan,” jawab Ria sedikit takut.
“Lain kali jangan kamu antar makanan ke kamar!”
“Baik Tuan,” nampan tersebut di letakkannya di atas nakas sebelah ranjang.
“Ck.......ini bocah lama amat mandi!” celetuk Edward.
“Coba kamu ketuk pintu kamar mandinya!”
TOK......TOK.......TOK
“Non.....non....non Ghina!” panggil Ria.
“Apa dia kabur lagi.”
“Sejam yang lalu non masih ada di kamar Tuan, baru bangun tidur.”
“Coba panggil lagi!”
“Non......non.....non Ghina!” teriak Ria dari luar pintu kamar mandi.
“Tuan.....jangan-jangan.....non di kamar mandi.” wajah Ria terlihat cemas.
“Sialan nih bocah kalau berulah lagi!” geram Edward.
“Minggir kamu!” ujar Edward minta Ria tidak berada di depan pintu.
BRAK !!!
Dengan sekali tendangan Edward, pintu kamar mandi terbuka.
“GHINA.........!” teriak Edward saat masuk ke kamar mandi, melihat Ghina memejamkan matanya, dengan bibir yang berwarna biru.
“AAKH......!” pekik Edward mengangkat tubuh Ghina dari dalam bathub.
“Non Ghina.” Ria menutup mulutnya dengan kedua tangannya melihat Ghina sudah tidak sadarkan diri.
“Ria bilang Ferdi sekarang, minta dia hubungi dokter keluarga!”
“Baik Tuan.” Ria langsung lari keluar.
Edward merebahkan tubuh Ghina yang terasa dingin ke ranjangnya.
GLEK !!!
Netra Edward membelalak melihat tubuh ramping Ghina yang nyaris tanpa sehelai kain, walau ramping ternyata padat. Tubuhnya putih mulus terlihat terawat.
Edward dengan cepat-cepat mengeringkan tubuh Ghina dengan handuk tanpa membuka bra dan cd yang sudah basah, lalu menutupnya dengan selimut.
“Dokternya sedang di jalan Tuan,” ujar Ria yang kembali ke ruang tamu.
“Tolong kamu gantikan pakaian da lam Ghina, sekalian pakaikan bajunya!” Edward bangkit dari ranjang.
“Baik Tuan.”
bersambung ...
Terima kasih sudah mampir, jangan lupa tinggalin jejaknya ya.....biar Novelnya naik kepermukaan 😊.
n