Lunara Ayzel Devran Zekai seorang mahasiswi S2 jurusan Guidance Psicology and Conseling Universitas Bogazici Istanbul Turki. Selain sibuk kuliah dia juga di sibukkan kerja magang di sebuah perusahaan Tech Startup platform kesehatan mental berbasis AI.
Ayzel yang tidak pernah merasa di cintai secara ugal-ugalan oleh siapapun, yang selalu mengalami cinta sepihak. Memutuskan untuk memilih Istanbul sebagai tempat pelarian sekaligus melanjutkan pendidikan S2, meninggalkan semua luka, mengunci hatinya dan berfokus mengupgrade dirinya. Hari-hari nya semakin sibuk semenjak bertemu dengan CEO yang membuatnya pusing dengan kelakuannya.
Dia Kaivan Alvaro Jajiero CEO perusahaan Tech Startup platform kesehatan mental berbasis AI. Kelakuannya yang random tidak hanya membuat Ayzel ketar ketir tapi juga penuh kejutan mengisi hari-harinya.
Bagaimana hari-hari Ayzel berikutnya? apakah dia akan menemukan banyak hal baru selepas pertemuannya dengan atasannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Anfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 26. Kebersamaan singkat Ayzel x Alvaro
Baru pertama kali Ayzel melihat Alvaro yang salah tingkah sampai seperti itu, dia langsung membuka kaca mobilnya setelah mendengar ucapan Ayzel. Alvaro mencoba menetralkan debaran jantungnya, dia melajukan kembali mobilnya yang tadi sempat terhenti untuk sejenak berdebat dengan Ayzel.
“Bagaimana kalau kita makan malam dulu, Ze?” tanya Alvaro. Dia yakin Ayzel belum makan malam, kemungkinan baru makan makanan ringan.
“Ze?” Alvaro yang tadinya fokus menyetir akhirnya melihat ke samping karena tak kunjung mendapat jawaban.
Ayzel sudah terlelap di kursinya, dengan kepala yang bersandar pada kaca mobil. Alvaro kemudian mencari tempat untuk berhenti sejenak.
“Sorry Ze. Calon ibu anak-anaknya Alvaro,” gumam Alvaro lirih saat dia memundurkan sandaran kursi Ayzel agar dia dapat tidur dengan posisi lebih nyaman. Sepelan mungkin dia mengubah posisi sandaran kursi, di benarkannya posisi kepala Ayzel agar tidak terantuk kaca mobil. Tak lupa dia menyelimuti badan Ayzel dengan jasnya.
Alvaro membuat suhu mobilnya menjadi lebih hangat, dia juga menyalakan instrumen musik relaksasi agar Ayzel semakin lelap. Itu yang biasa Alvaro lakukan saat insomnianya sudah sangat mengganggu.
“Kim Roan salah. Ayzel adalah Ayzel dan kamu bukan dia Ze, kamu dan dia berbeda. Karena itu saya yakin padamu,” gumam Alvaro yang tanpa dia sadari Ayzel mendengarnya. Dia sempat terusik saat Alvaro menyelimuti dengan jasnya, namun tetap dengan mata yang terpejam.
“Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di depan nanti. Biarkan Tuhan mencarikan jalan untuk kita berdua bagaimana akhirnya,” batin Ayzel sebelum dia akhirnya kembali terlelap.
Alvaro tidak langsung menuju apartemen Ayzel, dia berputar-putar lebih dahulu menjelajahi jalanan malam kota tempat mereka tinggal sebelum akhirnya sampai diapartemen Ayzel. Dengan begitu Ayzel bisa tidur lebih lama di mobilnya, suara napasnya yang teratur dengan sedikit dengkuran halus menandakan Ayzel benar-benar terlelap. Ingin sekali di sentuhnya wajah dan puncak kepala perempuan yang duduk di samping kemudinya saat ini, tapi dia tahu Ayzel tetap berusaha menjaga batasannya dan Alvaro menghargai itu.
“Eungg ...” Ayzel sedikit terusik saat mendengar suara berisik dari luar mobil. Dia terbangun sambil memeriksa arlojinya, dia terkejut saat mendapati dirinya tidur di mobil Alvaro sangat lama.
Saat dia keluar dari pusat konsul tadi baru jam tujuh sore, sementara saat ini sudah jam sebelas malam. Dia melihat Alvaro yang juga terlelap di kursi kemudi dengan posisi sedikit miring menghadapnya.
“Pak Alvaro ... Alvaro Jaziero,” ucap Ayzel lembut berusaha membangunkan atasannya.
“Euungg ... kamu sudah bangun, Ze?” dia sedikit meregangkan badannya keatas.
“Kenapa tidak membangunkan saya?” Ayzel tidak enak hati melihat Alvaro tidur di kursi kemudi. Bagi Ayzel mungkin tidak apa-apa, tapi berbeda dengan Alvaro yang memiliki tinggi badan 181 cm. Hal tersebut pasti tidak nyaman untuk kaki jenjangnya.
“Kamu lelap sekali, jadi saya tidak tega membangunkanmu. Lagi pula saya juga malah jadi tertidur,” Alvaro terkekeh.
“Maaf. Pasti tidak nyaman tidur seperti itu,” Ayzel mengubah posisi sandaran kursi ke semula, begitupun Alvaro melakukan hal yang sama agar posisi duduknya lebih nyaman.
“Tidak apa-apa. Bukankah kamu tadi bilang, yang penting adalah bisa tidur lelap walupun sejenak. Bagi saya ini pertama kali benar-benar sejenak tapi nyaman dan terlelap,” Alvaro tidak mengada-ada karena selama ini mengalami insomnia yang termasuk parah.
Tapi malam ini entah kenapa tiba-tiba saat mobilnya sudah berhenti di depan apartemen Ayzel, dia merasa mengantuk. Entah karena di sampingnya ada Ayzel yang membuatnya merasa nyaman, atau karena memang dia yang baru sembuh dari sakit.
“Ini, saya lupa memberikannya tadi.” Ayzel memberikan teh camomile untuk Alvaro.
“Hmm ... teh camomile untuk apa?” Alvaro bingung kenapa Ayzel memberinya teh camomile.
“Minum itu saat insomnia pak Alvaro kambuh. Atau seduh setiap malam untuk mengurangi insomnia,” Ayzel tahu Alvaro punya insomnia dari Kim Roan. Walaupun sebenarnya dia sudah tahu dari sejak awal menjadi asistennya Alvaro.
“Saya tidak butuh ini, tapi saya butuh kamu” Alvaro menatap Ayzel. Manik mata mereka berdua saling bertemu, entah kenapa malam ini Ayzel merasakan hal yang berbeda dari sorot mata Alvaro. Berbeda dengan sorot mata dan tatapan mata sebelum-sebelumnya, dia menemukan ketulusan yang lebih besar di dalamnya.
“Simpan saja ucapannya buat besok. Ini sudah tengah malam, nanti mantranya tidak manjur,” ucapan Ayzel membuat Alvaro tersenyum dengan menampilkan lesung pipi di kanan dan kirinya. Lesung pipi yang mirip dengan Kim Namjoon menurut Ayzel, senyuman yang bisa menghipnotis semua perempuan yang menggilai CEO Jaziero Tech.
“Lunara Ayzel Devran, saya serius” sekali lagi Alvaro menatap Ayzel dengan tatapan yang dalam dan menghangatkan. Seorang Alvaro yang terkenal dingin dan tegas, namun di hadapan Ayzel dia seperti seseorang yang haus perhatian dan juga kasih sayang. Dengan segala tingkah random dan konyolnya.
“Saya tahu,” Ayzel tersenyum tak kalah hangat dan mempesona bagi Alvaro.
“Huff ... sudah sana turun. Saya takut khilaf kalau kamu lama-lama di sini,” ucap Alvaro pada Ayzel. Bukan gurauan tapi memang benar, sejak tadi jantungnya sudah berdegup sangat kencang. Untunglah dia Ayzel, kalau bukan mungkin Alvaro sudah memeluknya.
“Terimakasih untuk hari ini. Hati-hati di jalan pak Alvaro,” Ayzel turun dari mobil Alvaro.
Ayzel masuk ke apartemen sedangkan Alvaro masih dalam perjalanan menuju apartemennya. Hatinya berbunga-bunga, dari suasana pagi yang melihat sikap dingin dan wajah pucat Ayzel. Sampai pada malam ini melihat sikap Ayzel yang lebih manis dari sebelumnya, Alvaro seperti mendapat asupan energi baru untuk menjalani harinya besok.
“Ceklek”
Ayzel masuk keapartemen, Humey sudah tertidur dengan lelap di ranjang. Karena memang sudah larut malam, Ayzel memilih untuk langsung membersihkan diri tanpa membangunkan adik sepupunya.
“Saya sudah sampai,” Ayzel melihat notifikasi pesan masuk dari Alvaro.
“Istirahat. Jangan sampai sakit lagi,” balas Ayzel.
“Sudah minum obat?”
“Sedang minum obat. Jangan lupa minum vitamin dan obat dari dokter, seduh teh camomilenya sebelum tidur. Jangan lupa nyalakan pembersih udara,” Ayzel sedikit ragu untuk mengirimkan pesan tersebut. Seperti bukan dirinya yang biasa, namun akhirnya dia mengirimnya juga.
“Ok. Selamat malam calon ibu dari anak-anaknya Alvaro Jaziero, last chat di saya” balas Alvaro sambil mengirimkan foto dia sedang menyeduh teh camomile dan minum obat.
Ayzel tersenyum melihat tingkah Alvaro, tidak di pungkiri jika setiap tingkah random dan konyol Alvaro sebenarnya adalah bentuk perhatiannya pada Ayzel. Dia bersikap dingin, datar dan cuek pada orang lain, namun berbeda saat Alvaro bersama dengan Ayzel. Sikap dingin Alvaro berubah menjadi sikap yang lebih hangat, orang lain mungkin tidak akan percaya jika tidak melihatnya sendiri. Bahkan Kim Roan yang sudah sedari kecil bersama dengan Alvaropun terkejut melihat sikapnya yang berbeda saat bersama dengan Ayzel.
“Semoga ini bukan hanya bayangan semu sesaat yang akhirnya membawa luka. Aku tidak ingin berharap terlalu tinggi, tapi semoga ketulusanmu benar nyata. Bukan hanya topeng sesaat,” gumam Ayzel mengingat semua perhatian Alvaro padanya.