Killa Okta Brahmana dan Salpa Radiatul Brahmana merupakan saudara kandung, setelah lulus kuliah di luar Negeri sebagai Desainer profesional, Killa menjadi satu-satunya penerus perusahaan peninggalan mendiang sang Ibunda. Sementara Salpa masih menempuh pendidikan tinggi dengan profesi yang sama dengan Kakaknya, Killa.
Setelah Killa sah menjadi penerus perusahan keluarga besar Brahmana, akhirnya Killa menikahi Diantoro Sultan yg tak lain merupakan keturunan dari sahabat sang Ayah, Joko Brahmana.
Setelah 3 tahun menikah pernikahan Killa dan Diantoro belum dikaruniai keturunan sehingga Diantoro berselingkuh dengan adik kandung Killa.
Lantas bagaimana dengan Killa dan cerita selanjutnya?
Intip terus ya update selanjutnya 😉 siapa tau makin penasaran sama kelanjutan ceritanya 🤭
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhyras, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kamar 707
*****
Tak terasa, hari sudah mulai sore.
Setelah beberapa jam berlalu, akhirnya Fanny tiba di Golden Sentra Resort, tempat dimana Killa berada.
Sebelum bertemu dengan Killa, Fanny lebih dulu bertemu dengan Rangga. Tanpa sepengetahuan Killa, disana Rangga pun sudah memesan kamar hotel tak jauh dari kamar milik Killa.
"Hi, Rangga ... kamu disini?" sapa Fanny.
"Iya, akhirnya kamu sampai juga di sini. Kasihan Killa sendirian, dia pasti senang kamu datang." sahut Rangga.
"Aku juga gak sabar, nih ... pengen cepet-cepet ketemu sama Killa. Ternyata sampai sini lumayan jauh juga, ya?" cetus Fanny.
"Lumayan ... tapi kayaknya di sini tempat yang cocok buat Killa, semoga Killa bisa lupain masa lalunya." ucap Rangga.
"Iya, semoga aja ..." ujar Fanny. "Eh, by the way ... kamu nanti mau sewa hotel juga di sini, Ga? Atau mau balik?" tanya Fanny.
"Aku lihat situasi dan kondisi, kalau ada kamu di sisi Killa, aku bisa tenang." sahut Rangga.
Tak banyak waktu untuk Fanny dan Rangga untuk berbicara panjang lebar, khawatir Killa tiba-tiba menemukan mereka berdua di sekitar sana.
Setelah bertemu dengan Fanny, Rangga kemudian segera berpamitan. Sementara Fanny melanjutkan perjalanannya menuju kamar hotel sesuai petunjuk yang Killa berikan.
Tak cukup sulit untuk menemukan kamar hotel dengan nomor 707, hanya beberapa menit saja Fanny sudah sampai di tempat yang tujuannya.
Tok tok tok
Fanny tak sabar dan segera mengetuk pintu.
Kemudian Killa segera membuka pintu dengan raut wajahnya yang sedikit lebih sumringah dibanding beberapa hari yang lalu saat terakhir kali mereka bersama.
"Killa ... akhirnya Lo ketemu juga!" teriak Fanny, heboh. Fanny langsung memeluk tubuh Killa saat Killa keluar dari kamarnya.
Killa membalas pelukan Fanny.
"Udah ... masuk dulu yuk?" ajak Killa.
Kemudian Fanny segera masuk mengikuti langkah Killa.
"Lo pasti capek, ya? Sorry ... gue lagi-lagi bikin repot Lo, Fan?" ucap Killa.
"Apaan, sih! Kok Lo jadi sungkan gini sama gue, ah. Gue tuh yang ada seneng banget bisa ketemu Lo lagi, Kill ... lagian kenapa juga Lo pergi sendirian, gak ngabarin gue coba?" sahut Fanny.
"Ya sorry, Fan ... namanya juga orang lagi kalap, entah lah ... hidup gue kacau banget, Fan!" ucap Killa.
Fanny kembali merangkul Killa. "Gue paham, Kill. Pokoknya selama ada gue, selama gue masih hidup, sehat, bugar, Lo gak usah sungkan, Lo gak usah ragu, cerita apapun itu sama gue, Kill. Lo tuh udah gue anggap saudara gue sendiri, bukan cuma sebatas sahabat. Lagian Lo tau sendiri, kan? Gue juga udah gak punya siapa-siapa selain Lo, Kill." Fanny memelas.
Killa terharu dengan ucapan Fanny. "Pokoknya ... sebatas ucapan terimakasih gue sama Lo, itu gak akan cukup, Fan. Sekarang gue juga udah gak punya siapa-siapa. Tapi, gue beruntung banget punya Lo, Fan. Lo selalu ada buat gue, apapun dan gimanapun kondisi gue." tutur Killa.
Fanny menebar senyumannya yang paling manis, rasa bahagia tergambar jelas di raut wajahnya yang ayu.
Killa juga tampak merasa jauh lebih baik dengan kehadiran Fanny di sisinya, ada seseorang yang bisa menemaninya melewati masa-masa terpuruknya saat ini.
Berbagi cerita tentang segala hal yang Killa rasakan dihatinya, entah tenang kesedihan ataupun kebahagiaan.
Pertemuan Killa dan Fanny berawal dari bangku sekolah dasar. Saat itu Fanny ditinggalkan oleh kedua orangtuanya akibat kecelakaan maut yang menimpa keluarga Fanny. Sungguh nasib yang malang, Fanny harus tinggal bersama sang bibi, adik dari ayahnya. Sayangnya, Fanny tak memiliki kasih sayang lebih dari saudaranya itu. Untuk makan saja Fanny dipaksa untuk selalu bekerja keras, membantu perekonomian keluarga yang dia tinggali. Hingga akhirnya sang bibi, satu-satunya keluarga yang Fanny miliki akhirnya meninggal dunia akibat penyakit kanker ganas di tubuhnya.
Sejak saat itu, Fanny harus berjuang sendiri untuk hidup dan menempuh pendidikannya hingga menjadi sarjana.
Berbeda dengan Killa, Killa terlahir dari keluarga konglomerat, Killa tak pernah hidup kekurangan, dari segi materi maupun kasih sayang dari keluarganya.
Sejak kejadian yang menimpa kedua orangtua Fanny, hanya Killa yang sangat bersimpati pada Fanny. Berbeda dengan yang lainnya, mereka sering kali mengabaikan Fanny karena tampilannya yang selalu lusuh, bahkan mengejek Fanny. Maklum saja, anak sekecil itu dipaksa untuk mengurus diri sendiri.
Sejak saat itu, Killa dan Fanny mulai dekat, bahkan kebersamaan kedua insan itu berlangsung hingga saat ini.
Bahkan kedua orangtua Killa sudah menganggap Fanny seperti anaknya sendiri, sama seperti Killa dan Salpa, termasuk bi Tina, tidak ada rasa sungkan di antara mereka.
Setiap kali Fanny datang ke rumah Killa, Fanny selalu mendapatkan perlakuan hangat dari keluarga Killa, bahkan kedua orangtua Killa sedikit demi sedikit ikut membantu membiayai pendidikan Fanny hingga menjadi Sarjana. Setelah lulus Kuliah, Fanny menjadi karyawan di perusahaan milik orang tua Killa, yang saat ini perusahaan itu di teruskan oleh Killa.
Tak terasa, hari sudah mulai berganti malam.
Killa dan Fanny yang sudah lelah sejak tadi, akhirnya tidur bersama dalam kamar hotel yang bertuliskan nomor 707 itu.