NovelToon NovelToon
Warisan Para Dewa

Warisan Para Dewa

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi Timur / Epik Petualangan / Budidaya dan Peningkatan / Perperangan / Penyelamat
Popularitas:7.5k
Nilai: 5
Nama Author: Pramsia

Di dunia di mana para dewa pernah berjalan di antara manusia, sebuah pedang yang terlupakan bangun, melepaskan kekuatan yang dapat mengubah dunia. Seorang pemuda, yang ditakdirkan untuk kehebatan, menemukan sebuah rahasia yang akan mengubah nasibnya, tetapi dia harus memilih pihak, pilihan yang akan menentukan nasib dunia. Cinta dan kesetiaan akan diuji ketika dia menjelajahi dunia sihir, petualangan, dan roman, menghadapi ancaman yang dapat menghancurkan jaringan eksistensi. Warisan Para Dewa menunggu... Apakah kamu akan menjawab seruannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pramsia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 34: Pertempuran di Lembah Bayangan

Bau tanah lembap dan sesuatu yang menyerupai darah busuk memenuhi hidung Jian. Udara dingin menusuk kulitnya, sementara angin berdesir melalui pepohonan di sekitar lembah kecil itu, membawa bisikan-bisikan yang terasa seperti ancaman. Bayangan raksasa itu menjulang, sosok mengerikan yang memenuhi seluruh lembah, mata merahnya menyala seperti bara api neraka, menatap tajam ke arahnya, Mei, dan Kai. Bahkan Batu Cahaya di ransel Jian terasa dingin dan redup di bawah bayangan mahluk itu. Suara gemuruh rendah bergema dari dalam tanah, seakan jantung dunia itu sendiri berdebar kencang.

"Kalian tidak akan pernah mendapatkan Pedang Kegelapan!" Suara makhluk itu, sebuah raungan yang mengguncang tulang sumsum, menggema di antara tebing-tebing batu. "Artefak itu adalah milikku!"

Jian merasakan getaran ketakutan, tetapi tekadnya tak goyah. Ia melirik Mei, wajahnya pucat namun matanya bertekad. Kai, biasanya tenang, tampak tegang, tangannya gemetar saat ia memegang tongkat sihirnya. Ini bukan hanya pertarungan untuk sebuah artefak; ini pertarungan untuk nasib dunia Aurora. Dan beban itu terasa berat di pundaknya.

"Mei, fokuskan cahaya Bintang Fajar ke matanya," instruksi Jian, suaranya sedikit gemetar. "Itu titik terlemahnya. Kai, kau siapkan sihir pengalih perhatianmu. Aku akan menahannya sebentar, tapi ia kuat… sangat kuat." Keraguan tersirat dalam suaranya, tetapi ia menyembunyikannya dengan baik.

Mei mengangguk, tangannya mengepal erat Bintang Fajar. Bola cahaya itu terasa berdenyut-denyut di tangannya, resonansi dengan energi gelap yang memenuhi lembah, terasa seperti denyutan jantung yang penuh dengan ketakutan dan keberanian. Ia merasakan beban tanggung jawab yang berat, tetapi juga kekuatan yang mengalir darinya, kekuatan yang jauh lebih besar daripada dirinya sendiri.

Kai, dengan napas yang dalam, mulai merapal mantra. Sihirnya membentuk pusaran cahaya biru yang berputar-putar di udara, berdesir seperti ular yang siap menyerang, siap untuk meledak menjadi bola-bola api yang menyilaukan. Ia harus memastikan bahwa serangannya tepat sasaran dan efektif, karena ia tahu bahwa satu kesalahan kecil bisa menjadi kesalahan fatal.

Jian menerjang maju, pedangnya bergerak seperti kilat, meninggalkan jejak cahaya perak di udara. Ia menghindari serangan pertama makhluk itu—cakar besar yang mampu menghancurkan batu—dengan kelincahan yang luar biasa, lalu menyerang dengan cepat dan tepat ke arah kaki makhluk itu, logam beradu dengan tulang, menimbulkan suara yang menggema seperti guntur di lembah yang sunyi. Ia merasakan getaran dari kekuatan makhluk itu, kekuatan yang hampir menghancurkannya.

Serangan Kai menyusul. Bola-bola api biru meledak, menerangi lembah sejenak dengan cahaya yang menyilaukan, membakar kulit makhluk itu dan memaksanya untuk meringkuk kesakitan. Bau daging terbakar memenuhi udara, menyatu dengan bau darah dan tanah. Di tengah kekacauan itu, Mei mengarahkan cahaya Bintang Fajar, sebuah pancaran cahaya putih yang menyilaukan, langsung ke mata makhluk itu, sebuah serangan yang begitu kuat sehingga terasa seperti menusuk jiwanya sendiri.

Makhluk itu meraung, sebuah suara yang penuh dengan kemarahan dan keputusasaan, suara yang mengguncang tanah dan jiwa mereka. Tubuhnya bergetar hebat, seolah-olah tercabik-cabik oleh kekuatan cahaya yang dahsyat. Jian memanfaatkan kesempatan ini, menyerang dengan pedangnya ke arah jantung makhluk itu, sebuah serangan yang tepat dan mematikan.

Dengan satu serangan terakhir yang dahsyat, makhluk itu runtuh, tubuhnya hancur menjadi debu hitam yang menghilang ke dalam kegelapan, meninggalkan keheningan yang sunyi dan mencekam. Jian, Mei, dan Kai terduduk di tanah, nafas mereka terengah-engah, tubuh mereka gemetar karena kelelahan dan ketegangan.

Mereka mendekati altar, dan Jian mengangkat Pedang Kegelapan. Pedang itu terasa dingin dan berat, memancarkan aura gelap yang kuat namun juga menyimpan kekuatan yang luar biasa, kekuatan yang terasa asing dan menakutkan. Mereka telah mendapatkan artefak kedua. Namun, saat Jian mengangkat pedang itu, sebuah simbol kuno yang terukir di gagang pedang itu tiba-tiba bersinar terang, memancarkan cahaya merah yang misterius... dan sebuah suara berbisik di telinga Mei, "Lembah Harmoni... bukan tempat yang aman..."

(Bersambung ke chapter 35)

1
V.MaryGrace
👣
Kresentia Rosida
amazing
Kresentia Rosida
alur ceritanya menarik
Kresentia Rosida
cerita yang bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!