Naya seorang istri yang sedang hamil harus menerima takdir ditinggal suaminya karena kecelakaan. Pada saat sedang dalam perjalanan ke kampung halaman, suaminya yang bernama Ammar jatuh dari Bus antar kota yang ugal-ugalan.
Sebelum Ammar tewas, dia sempat ditolong oleh sahabatnya yang kebetulan mobilnya melintas di jalan tol. Tak disangka Ammar menitipkan amanah cinta kepada sahabatnya bernama Dikara yang berprofesi sebagai dokter.
Padahal saat itu Dikara sudah bertunangan dengan seorang wanita yang berprofesi sama dengannya.
Akahkah Dika menjalani amanah yang diberikan sahabatnya? Atau dia akan tetap menikahi tunangannya?
Apakah Naya bersedia menerima Dikara sebagai pengganti Ammar?
Cinta adalah amanah yang diberikan Allah SWT terhadap pasangan. Namun bagaimana jadinya jika amanah itu dinodai oleh pengkhianatan?
Yuk lah kita baca selengkapnya kisah ini!
Happy reading!💕
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FR Nursy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 34 Pemberian Dikara
Malam itu Amanda sedang menunggu hujan reda, ia sengaja bekerja sampai malam untuk merampungkan pekerjaannya sebelum ia tinggalkan. Di saat ia sedang berjalan, ia dikejutkan dengan pemandangan seorang gadis yang memapah seorang ibu yang sedang menekan dadanya dengan kuat.
Amanda bergeming sejenak. Ia sedikit lebih tenang karena ada seorang dokter yang berada di sana. Ia pun melangkah menuju pantry hendak mengambil teh hangat.
"Dokter tolong ibu ini...ibu ini sepertinya kena serangan jantung!"
Seorang gadis cantik memohon pada seorang dokter yang bertugas jaga malam itu.
"Sebentar ya Mbak. Saya urus pasien yang itu dulu. Sus tolong tangani Ibu ini!" kata dokter jaga yang tampak sibuk menangani pasien gawat darurat.
Seorang perawat datang menghampiri gadis yang bajunya basah karena air hujan yang cukup deras.
"Silakan Anda urus administrasi dulu! Baru nanti kami akan segera tangani," ujar seorang perawat itu tegas.
Gadis itu bergeming, wajahnya sedikit memucat dengan tubuh sedikit menggigil dan bibir yang bergetar.
"Tidak bisakah ada keringanan untuk kami. Tolong Sus, tangani Ibu ini dulu. Nanti saya akan mencari uangnya untuk biaya pengobatan Ibu ini,"
"Maaf Mbak, tidak bisa. Harus sesuai prosedur dulu," perawat itu tidak mau tahu dengan kondisi pasien yang sedang kesulitan bernafas.
Air mata gadis itu perlahan menetes. Sedih rasanya ketika sedang diambang keputusasaan tidak ada satu orang pun yang menolong seorang Ibu yang ia temui di pinggir jalan saat ia pulang dari tempat mengajar privat matematika.
"Sus...Suster punya Ibu bukan? Tolong, Ibu ini kemungkinan kena serangan jantung,"
"Mbak silakan bayar dengan BPJS kalau Mbak tidak sanggup membayar dengan uang tunai," ujarnya tegas memberi solusi.
Deg
BPJS? Mana tahu dia tentang BPJS yang dimiliki Ibu ini. Ia merasa kecewa dengan pelayanan petugas rumah sakit yang tidak memiliki rasa empati terhadap pasien yang tidak mampu seperti dirinya.
"Sus, kalau saya tahu Ibu ini memiliki BPJS, akan saya urus tanpa menunggu perintah dari Suster. Tolong periksa Ibu ini, kondisinya sangat mengkhawatirkan. Nanti saya kembali lagi ke sini kalau sudah ada uangnya," ucapnya memelas.
"Maaf, saya hanya mengikuti prosedur. Jadi silakan Mbak urus dulu administrasinya!" ujar perawat tersebut tidak mau kalah.
Gadis itu memejamkan matanya. Giginya bergemeletuk. Ingin rasanya ia memaki suster yang begitu tega dengan orang yang sedang merintih kesakitan. Ternyata memohon kepada manusia bisa membuatnya kecewa. Ia pun Memohon dengan sangat hanya pada Allah di situasi genting, disaat Ibu yang tanpa dikenal itu sedang bertarung menahan sakit.
"Aaarrrgh...tolooong Ibu....Naaak!" Ibu itu merintih kesakitan. Kedua tangannya memegang dadanya yang semakin sakit. Mulutnya menganga untuk mengambil nafas.
"Iya Bu...Ibu harus bertahan. Kumohon Ibu harus kuat. Aku akan mencari uang untuk DP rumah sakit,"
"Ka...mu mau pin...jam ke siapa?" tanyanya terbata-bata.
"Siapa saja Bu. Yang penting aku ada usaha untuk mencari. Ibu duduk sini. Yuna pergi dulu!"
Yuna berlari kecil menembus hujan. Ia tidak tahu harus mencari pinjaman ke siapa. Tubuhnya masih menggigil karena kedinginan, namun rasa itu ia tahan. Ia tidak ingin menyerah dengan kondisi tubuhnya. Ia terus melangkah mencari seseorang yang mau meminjamkan uang padanya.
Ia melangkah cepat menuju sebuah warung makan di seberang rumah sakit.
"Assalamualaikum Bu!" dengan bibir bergetar Yuna memberanikan diri.
"Waalaikumussalam. Silakan Mbak, mau pesan apa?"
"Aaku tidak mau pesan makan Bu. Aku mau kerja, ya aku butuh pekerjaan Bu. Aku mohon beri aku pekerjaan apa pun. Apa pun akan aku lakukan demi Ibu..."
"Kerjaan? Malam-malam begini mau kerja? Yakin? Tubuh kamu menggigil begitu mau kerja apa?" tanya ibu-ibu penjual nasi rames sambil menelisik seluruh tubuh Yuna.
"Apa saja Bu, yang penting aku bisa membiayai DP rumah sakit malam ini..."ucapnya lirih.
"Rumah sakit?" tanya Si Ibu pemilik warung menautkan kedua alisnya, seraya terlihat berempati.
Yuna mengangguk, ada harapan ketika bertemu dengan pemilik warung tersebut.
"Mbak butuh berapa?"
"Seratus aja. Sebenarnya aku butuh uang banyak. Tapi cukup buat DP aja dulu tidak apa-apa,"
Ibu pemilik warung itu lantas membuka laci meja dan mengambil selembar uang berwarna merah.
Yuna mengeleng cepat ketika pemilik warung itu menyodorkan uang tersebut.
"Tidak Bu. Aku tidak mau meminta. Aku ke sini mau kerja saja biar bisa dapat uang buat DP rumah sakit agar ibuku bisa langsung di tangani pihak rumah sakit" ia menyebut Ibu tadi dengan sebutan ibuku agar si pemilik warung memiliki empati padanya.
"Mbak, anggap ini DP honor Mbak kerja di sini. Tangani saja dulu Ibumu kalau memang Ibumu butuh penanganan secepatnya. Ini terima lah!" ujar si ibu pemilik warung dengan bijak.
Yuna tidak langsung menerima uang tersebut melainkan menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca.
"Ini kah pertolongan Allah yang tidak disangka-sangka? Ini nyata, doaku terkabul dengan cepat. saat kita terdesak oleh keadaan," lirihnya dalam hati.
"Terima kasih Bu. Aku janji akan kembali lagi ke sini," ujarnya penuh rasa syukur.
Yuna mengambil uang tersebut dengan tangan bergetar. Ia berpamitan kepada pemilik warung. Baru saja hendak berlalu dari tempat tersebut, seseorang memanggilnya.
"Tunggu!"
Yuna membalikkan badannya, ia memeluk tubuhnya karena rasa dingin yang sangat menusuk relung hatinya. Ia tidak memperdulikan keadaannya sekarang. Yang ia pikirkan adalah ibu tadi yang ia temukan di pinggir jalan sedang kesakitan. Ia merasa khawatir dengan kondisinya yang belum jelas.
"Ya Pak, Bapak manggil saya?"
Laki-laki itu tersenyum, lalu menyodorkan paper bag yang di dalamnya tidak hanya gamis, namun 5 lembar ratusan ribu, ia selipkan di sana.
"Kulihat pakaianmu basah kuyup. Kebetulan aku bawa gamis masih baru. Gantilah pakaianmu dengan ini!"
Yuna menatap nanar paper bag yang masih disodorkan laki-laki tampan yang tak lain adalah Dikara.
Gamis yang dibeli tadi sore, awalnya untuk istrinya sebagai hadiah ulang tahun. Namun karena melihat seorang gadis yang lebih membutuhkan, ia pun rela memberikannya pada gadis tersebut.
Bertubi-tubi pertolongan Allah datang dengan sendirinya tanpa diminta.
"Terima kasih Pak. Terima kasih. Suatu saat nanti Allah akan membalasnya dengan seribu kebaikan,"
Dikara hanya tersenyum.
"Bu...tolong bantu gadis ini untuk ganti baju,"
"Oh iya Pak dokter, mari Mbak!"
Yuna bergeming menatap laki-laki yang kemudian pergi setelah hujan reda.
"Jadi laki-laki itu seorang dokter Bu?"
"Iya. Dia dokter di rumah sakit itu. Orangnya baik. Jarang-jarang orang bisa mendapatkan kesempatan untuk bisa berinteraksi dengannya,"
Yuna hanya tersenyum tipis. Ia segera menggantiķan pakaiannya yang kuyup. Ia tertegun begitu melihat di dalam paper bag tersebut tidak hanya gamis, namun ada uang yang jumlahnya tidak sedikit.
Tangannya bergetar meraih uang tersebut. Ia berjanji dalam hatinya, ia tidak akan melupakan kebaikan dokter tersebut.
"Ini oles tubuhmu dengan kayu putih untuk menghangatkan tubuhmu, dan ini air hangat. Minumlah!" titah Ibu tersebut dengan rasa khawatir, begitu melihat Yuna keluar dari ruangan sempit tersebut.
Yuna terharu. Setelah meneguk air minumnya ia langsung pergi ke rumah sakit itu lagi dengan harapan besar, ibu yang ia temui tadi mampu untuk bertahan.