Tak Tersentuh

"Siapa yang sudah menyiksa seorang wanita sampai babak belur begini ?" gumam Arka dalam hati sambil menatap Raina yang terbaring lemah tak berdaya di atas sofa.

Dengan tatapan penuh rasa iba, Arka merasa kasihan dengan Raina. Seorang gadis yang masih sangat muda harus menjalani hidup dengan penuh kepahitan.

Tak ada pergerakan apapun saat melihat Raina, Arka memilih untuk membersihkan dirinya lebih dulu. Agar Dokter yang ia panggil datang, dirinya sudah lebih segar.

Selesai mandi, Arka keluar dan kembali melihat keadaan Raina. Ternyata masih belum sadarkan diri. Arka yang akan pergi melangkah ke dapur ia urungkan karena mendengar suara bel pintu di depan Apartemennya.

"Ada apa kau menelfonku ? Baru saja pulang dari Rumah Sakit kau menyuruhku kemari.."

Dokter yang Arka panggil adalah temannya sendiri saat di masa Kuliahnya. Dia bernama Celin. Arka menyuruh Celin masuk sambil menjawab ucapan nya karena kesal dengan Arka.

"Bagaimana aku tidak menelfonmu ? Lihat dia ? Gimana caraku mengatasi gadis itu sendirian..?"

Arka menunjukkan keadaan Raina yang wajahnya hampir tidak sempurna. Matanya biru dan bengkak, serta bibir dan hidung yang mengeluarkan darah dan bibir nya terlihat semakin besar, Jelas saja Arka panik bagaimana mengatasi nya.

"Astagaaa... Kenapa dia ? Kenapa wajahnya sampai seperti itu ?"

Celin terkejut bukan main melihat wajah Raina. Dia lalu duduk dan menyingkirkan anak rambutnya yang menutupi lukanya. Celin lalu mengeluarkan beberapa alat untuk membersihkan dan mengobati lukanya.

Sembari menunggu Celin mengobati luka Raina, Arka sibuk di dapur. Dia membuka paket yang Fahira kirimkan, setelah terbuka lalu menaruhnya di dalam Kulkas. Kemudian Arka membuatkan minum untuk Celin dan Raina jika tersadar nanti.

*

Satu jam sudah Arka mengobati Raina dibantu Celin yang menggantikan pakaiannya. Setelah selesai, Celin pamit untuk kembali pulang karena sudah jam sembilan malam.

"Aku pulang dulu, jangan lupa kau obati lagi lukanya jika salepnya mulai hilang.. Dan ini obatnya untuk pereda nyeri.."

Arka menerima satu buah salep dan beberapa lembar obat yang diberikan Celin padanya. Arka kemudian menaruh obat tersebut diatas meja dan mengantar Celin hingga keluar dari pintu.

"Terimakasih Cel.. Kau sudah mau membantuku.." ucap Arka berdiri diambang pintu.

"Iya sama-sama, jika ada apa-apa langsung hubungi aku. Aku pasti segera datang kemari."

Jawaban Celin diangguki oleh Arka. Celin lalu melangkah pergi meninggalkan Arka disana. Kemudian Arka menutup pintunya setelah Celin hilang dari pandangannya.

Dia lalu pergi ke dapur untuk makan malam, karena perutnya sudah lapar sekali. Dia akan makan lebih dulu sebelum Raina bangun, karena membutuhkan tenaga ekstra jika mengurus orang yang sedang sakit.

Saat baru akan menyuap makanan nya ke dalam mulut, Raina terbangun dan memanggil nama Arka. Hal itu membuat Arka menghembuskan nafasnya kasar.

"Huufftt.. Baru juga mau makan."

Arka lalu bangkit dari duduknya menghampiri Raina yang terus memanggilnya. Arka kemudian duduk di sofa dekat dengan Raina.

"Kau sudah sadar ? Apa yang kamu rasakan ?"

Arka bertanya sambil menenteng nasi ditangannya dan menyuap makanan nya ke dalam mulut karena memang sudah sangat lapar sekali. Raina yang sudah sadar melihat Arka makan dengan begitu lahap terus menatapnya dengan lekat.

"Arka..."

Arka yang dipanggil menghentikan makannya sebentar dan menatap Raina yang memanggil nya.

"Sebentar ya aku makan dulu, aku sangat lapar sekali.."

Arka lalu melanjutkan makannya tanpa menawari Raina yang melihatnya. Raina tersenyum melihat Arka yang makan dengan begitu lahapnya.

Setelah menghabiskan makanannya, Arka menaruh piringnya di meja dekat sofa lalu kembali menanyakan keadaan Raina.

"Gimana keadaanmu ?"

"Badanku sakit semua.." sahut Raina masih dengan nada lemas.

"Boleh aku bertanya ?" tanya Arka penasaran.

Raina mendengar pertanyaan Arka hanya menganggukkan kepalanya pelan.

"Sebenarnya, siapa yang sudah melakukan ini semua ?" tanya Arka lagi.

Raina terdiam, dia ingin menjawab. Tapi saat mengingat kejadiannya, dia ingin menangis namun ia urungkan karena tidak ingin dianggap lemah.

"Mami.. Mami Elizabet yang sudah memukuliku.." balas Raina.

"Apa alasannya dia memukulimu ? Apa kau membuat kesalahan ?" tanya Arka ingin tahu apa sebenarnya masalah yang dihadapi Raina.

"Karena aku meninggalkan pelanggan begitu saja jika tidak mau menggunakan pengaman saat memakai jasaku.."

Mendengar jawaban Raina, Arka terdiam. Dia nampak berfikir, entah apa yang ada didalam pikirannya Author tidak tahu. Setelah diam sesaat, Arka kembali bertanya.

"Apa itu syarat dari mu pada semua pelanggan yang akan memakai jasamu ?"

Raina menganggukkan kepalanya, dan akhirnya Arka bertanya lagi karena ingin tahu lebih dalam. Arka ingin membatu Raina agar bisa keluar dari Club yang sudah membuat dia tersiksa seperti itu.

"Dengan alasan itu Mami Club disana menyiksamu sampai babak belur begini ?"

"Iyaa.. Jika aku meninggalkan pelanggan, maka Mami akan memecut tubuhku dan menampar wajahku sampai dia puas hingga membuat aku tak berdaya."

Arka menarik nafasnya dalam, dia mengusap wajahnya kasar. Dia merasa ini sudah diluar nalar, itu sama saja melakukan tindakan kekerasan. Untuk melupakan masalah Raina sesaat, Arka menawarinya makan.

"Kau lapar ? Apa kau mau makan ?"

"Iyaa.. Aku lapar sekali.."

Arka kemudian membawa piring bekas dia makan dan mengambil yang baru untuk Raina. Setelah mengambilkannya, Arka duduk di dekat Raina dan membantunya duduk.

"Ini makan lah.."

Raina makan dengan tangannya sendiri, Arka tidak menyuapinya, karena dia tidak ingin terlihat perhatian padanya. Arka takut Raina akan menaruh harapan padanya. Dia sudah berjanji pada diri sendiri tidak ingin lagi menghianati Fahira.

Saat sedang duduk menamani Raina makan, ponsel Arka berdering. Dia melihat siapa yang sudah menelfonnya malam-malam begini.

"Ibu.."

Arka melihat sang Ibu yang menelfon wajahnya panik. Dia lalu menatap Raina dan menaruh jarinya dibibir memberi kode untuk menyuruhnya diam saat dirinya sedang menelfon.

"Ya Hallo Bu.." ucap Arka setelah menerima telfonnya.

"Assalamualaikum Le.. Apa kabar mu Nak ?"

"Waalaikumsalam Bu, alhamdulillah aku baik.. Gimana kabar Ibu sama Bapak ?" sahut Arka dan balik bertanya.

"Alhamdulillah, Ibu sama Bapak sehat Le.. Ibu kangen banget sama kamu dan cucu Ibu.. Kapan toh kamu pulang ke Jogja ?" tanya Bu Dewi.

"Insyaallah kalau semua keadaan pekerjaanku sudah membaik aku akan membawa istri dan anakku berlibur ke Jogja.."

"Baiklah kalau gitu, mana istri dan anakmu ? Ibu mau bicara.."

Mendengar Bu Dewi menanyakan anak istrinya Arka bingung. Dia tidak mau Ibunya khawatir dengan keadaannya saat ini yang sedang mendapat ancaman dari Kiara. Bu Dewi yang tak mendengar Arka menjawab pertanyaan nya kembali memanggilnya.

"Hallo Le.. Arka.. Kamu dengar Ibu tidak ?"

"Ah Iya Bu, Fahira.. Fahira dan Yumna sudah tidur Bu, mereka kecapean karena tadi jalan-jalan ke taman dan bermain sampai sore.." sahut Arka berbohong.

"Ooh begitu, ya sudah. Titip salam Ibu buat Cucu Ibu dan Istrimu ya Le. Jangan lupa, pulang ke Jogja.."

"Iya Bu, insyaallah nggak lama Arka pulang.."

"Yo wis, Ibu tutup dulu telfonnya.. Jaga kesehatan, Assalamualaikum.."

"Waalaikumsalam.."

Arka mematikan telfonnya dan menghembuskan nafasnya kasar. Hampir saja dia ketahuan sedang berpisah dengan Fahira karena sedang ada ancaman dari Kiara.

...----------------...

Bersambung...