Bacin Haris seseorang mencari ibunya yang hilang di dunia lain yang disebut sebagai Black World. Dunia itu penuh dengan kengerian entitas yang sangat jahat dan berbahaya. Disana Bacin mengetahui bahwa dia adalah seorang Disgrace, orang hina yang memiliki kekuatan keabadian. Bagaimana Perjalanan Bacin didunia mengerikan ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GrayDarkness, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali Ke Mimpi Buruk
Tujuan Bacin sekarang sudah jelas: kembali ke Black World. Setelah semua yang terjadi, ia merasa tubuhnya lelah, pikirannya kacau, dan rasa sakit dari siksaan brutal itu masih menghantui. Begitu keluar dari tempat mengerikan itu, ia langsung kembali ke apartemennya. Langit malam gelap tanpa bintang, dan angin berhembus dingin, seakan membisikkan sesuatu yang tak bisa ia dengar.
Setibanya di apartemen, Bacin langsung melempar jaketnya ke sofa dan merebahkan diri di tempat tidur. Rasa kantuk menyerangnya begitu cepat, pikirannya hampir kosong kecuali rasa penasaran tentang Morgan El Anto dan Black World. Namun, tanpa ia sadari, sesuatu yang mengerikan sedang terjadi di dalam kamarnya.
Pintu kamarnya, yang sebelumnya tertutup rapat, kini perlahan terbuka tanpa suara, seolah ada yang membukanya dengan sengaja, namun tetap ingin tetap tersembunyi. Cahaya dari lorong luar menerobos masuk, menyorot sesosok bayangan yang berdiri diam di ambang pintu.
Sosok itu melangkah masuk dengan pelan, tanpa menimbulkan suara. Ia adalah seorang wanita, mengenakan kacamata dengan rambut hitam panjang yang tergerai. Namun, ada sesuatu yang salah. Matanya tampak kosong, bibirnya melengkung dalam senyuman mengerikan, seperti seseorang yang menikmati pemandangan yang menghiburnya.
Di tangannya, ia menggenggam sebuah pisau daging besar. Pisau itu tidak bersih—ada bekas darah kering yang menempel di bilahnya, dan bahkan di bagian ujungnya masih ada tetesan darah segar. Baju wanita itu juga ternoda merah, seakan ia baru saja menyelesaikan sesuatu yang sangat buruk sebelum datang ke sini.
Ia mendekati tempat tidur Bacin perlahan. Nafasnya teratur, nyaris tanpa suara. Setiap langkahnya terasa seperti bayangan yang menyelinap dalam kegelapan. Ia berdiri tepat di samping tempat tidur, memandangi wajah Bacin yang tertidur nyenyak. Satu tangannya mengangkat pisau sedikit lebih tinggi, sementara kepalanya sedikit miring, seperti menikmati pemandangan mangsa yang tak sadar akan bahaya yang mengintai.
Jika Bacin bangun sekarang, ia pasti langsung mengenali wanita itu. Itu adalah wanita yang ia tolong saat tasnya dicuri. Tapi kenapa dia ada di sini? Kenapa ada darah di bajunya? Dan yang paling penting, apa yang ingin dia lakukan dengan pisau daging itu?
Namun, keberuntungan masih berpihak pada Bacin malam ini. Ia tetap tertidur, tidak menyadari betapa dekatnya kematian dengannya. Wanita itu hanya berdiri di sana, mengawasinya dalam waktu yang terasa begitu lama, sebelum akhirnya ia berbalik dan keluar dari kamar, menutup pintu pelan-pelan seolah tidak ingin meninggalkan jejak kehadirannya.
Pagi harinya, Bacin terbangun tanpa menyadari apa yang terjadi semalam. Ia merasa sedikit lebih segar, meski masih ada nyeri di beberapa bagian tubuhnya. Tanpa banyak berpikir, ia segera bersiap dan bergegas ke kantor untuk melaporkan temuannya tentang penculikan di Jalan Boti kepada Inspektur Hendra.
Hendra mendengarkan dengan serius, lalu mengangguk dan berkata bahwa ia akan segera mengurusnya. Dengan laporan sudah disampaikan, Bacin merasa sudah menyelesaikan satu tugasnya. Tapi ada tugas lain yang lebih besar menunggu.
Setelah keluar dari kantor, ia langsung menuju ke Desa Melati. Tujuannya: pintu Black World. Ia tahu, semua jawaban tentang Morgan El Anto dan semua keanehan yang terjadi hanya bisa ditemukan di sana.
Di sana, di depan pintu gelap yang berdiri seperti gerbang menuju neraka, seorang pria sudah menunggunya—Razor, penjaga pintu itu. Mata pria itu memperhatikan Bacin dengan tajam seolah sudah mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya.
Tanpa ragu, Bacin melangkah maju. Ia siap kembali ke dunia yang dipenuhi kegelapan dan hal-hal yang seharusnya tidak ada.
Bacin melangkah keluar dari pintu Black World, merasakan perubahan atmosfer yang drastis. Udara di sekelilingnya terasa berat, seperti dihantui oleh sesuatu yang tak kasat mata. Tempat di mana ia berdiri sekarang bukanlah tempat biasa. Ia berada di sebuah bangunan besar dengan dinding kusam dan lampu redup yang berkelap-kelip seperti hampir padam. Bau lembab dan debu memenuhi udara, membuat suasana terasa semakin menyesakkan.
Ia mengalihkan pandangannya ke sekeliling, mencoba memahami di mana ia berada. Tulisan besar yang tertera di dinding depan membuatnya semakin tidak nyaman—"Hotel Kesialan." Nama itu saja sudah cukup untuk membuat bulu kuduknya berdiri.
Langkahnya membawa dirinya ke arah meja resepsionis, di mana seorang wanita berdiri di balik meja dengan postur tenang. Saat matanya bertemu dengan wajah wanita itu, tubuhnya langsung membeku.
Itu adalah Rain.
Wanita itu hanya tersenyum tipis, ekspresinya tidak menunjukkan niat untuk menyerang, namun Bacin merasakan sesuatu yang mengerikan dari kehadirannya. Ia merinding, ingatan mengerikan kembali memenuhi pikirannya—ingatan tentang Rain yang menggorok lehernya dengan dingin, tanpa ragu, seolah ia hanya sekadar memotong sepotong daging.
Bacin menelan ludahnya, mencoba mengabaikan rasa takut yang muncul. Rain tidak mengatakan apa-apa, hanya diam dan tersenyum. Tatapan matanya kosong, seperti menikmati ketakutan yang terpancar dari ekspresi Bacin.
Tidak ingin berlama-lama di sana, Bacin segera melangkah menuju lift tua yang berada di ujung lorong. Ia menekan tombolnya, dan dengan suara berderit yang menyeramkan, pintu lift terbuka. Interior lift terasa sempit dan pengap, seakan sudah lama tidak digunakan. Ia melangkah masuk dan menekan tombol lantai 8.
Perjalanan ke atas terasa begitu lambat. Lampu di dalam lift berkedip-kedip, sesekali memberikan kesan seakan ada bayangan lain yang berdiri di pojokan, mengawasinya. Namun, setiap kali ia menoleh, tidak ada siapa-siapa.
Akhirnya, pintu lift terbuka dengan suara menderit yang tajam. Lantai 8 terasa lebih sepi dibandingkan yang lain, koridornya panjang dengan lampu temaram yang hampir tidak menerangi apa pun. Ia berjalan menyusuri lorong, sampai akhirnya menemukan kamar dengan pintu setengah terbuka.
Di dalam ruangan itu, duduklah seseorang yang sudah menunggunya—Zein.
Pria botak itu duduk santai di kursinya, satu matanya tertutup oleh kain hitam, mirip seperti bajak laut. Udara di ruangan ini terasa lebih berat dibanding di luar, seakan kehadiran Zein membawa aura yang menekan.
Tanpa banyak basa-basi, Bacin melangkah masuk dan menutup pintu di belakangnya. Ia langsung berkata, "Aku bertemu dengan seorang wanita bernama Lucy. Dia menyuruhku untuk menemukan seseorang bernama Victor, katanya Victor tahu sesuatu tentang Morgan."
Zein tidak langsung merespons. Ia hanya menatap Bacin dengan tatapan tajam, seakan menimbang-nimbang sesuatu sebelum berbicara.
Zein menatap Bacin dengan serius, matanya yang tajam menandakan betapa pentingnya informasi yang baru saja disampaikan. "Victor Lenz adalah orang yang sangat berbahaya. Jika mereka bekerja sama, itu akan sangat sulit untuk mengalahkan mereka." Zein mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Aku tahu di mana markas mereka. Pergilah ke selatan dari hotel ini, carilah senjata atau apapun yang bisa melindungi dirimu. Tapi, berhati-hatilah dengan entitas yang kuat dan menyeramkan di sekitar sini. Seorang disgrace bisa saja muncul kapan saja... meskipun sangat jarang. Sekarang, pergilah."