Di masa putih abu-abu, Juwita dan Calvin Cloud menikah karena kesalahpahaman. Calvin meminta Juwita untuk menyembunyikan status pernikahan mereka.
Setelah lulus sekolah, Calvin pergi ke luar negeri untuk menempuh pendidikan. Sedangkan Juwita memilih berkuliah di Indonesia. Mereka pun saling menjauh, tak memberi kabar seperti kebanyakan pasangan lainnya.
Lima tahun kemudian, Juwita dan Calvin dipertemukan kembali. Calvin baru saja diangkat menjadi presdir baru di perusahaan Lara Crop. Juwita juga diterima menjadi karyawan di perusahaan tersebut.
Akan tetapi, setelah bertemu, sikap Calvin tetap sama. Juwita pun menahan diri untuk tidak memberitahu Calvin jika beberapa tahun silam mengandung anaknya.
Bagaimanakah kelanjutan hubungan Juwita dan Calvin? Apakah Juwita akan tetap merahasiakan buah hatinya, yang selama ini tidak pernah diketahui Calvin?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ocean Na Vinli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Curiga • Revisi
Chester lagi dan lagi tak menyahut, tetapi anak kecil itu sedikit menggeliat seakan-akan tidak mau dipegang.
"Kata Mama nggak boleh," balas Chester pada akhirnya.
Calvin tak menanggapi, justru dengan sigap membuka topeng Chester meski berkali-kali Chester menangkis tangannya.
Setelah berhasil melepas topeng, mata Calvin langsung membola, melihat wajah Chester yang sangat mirip dengan dirinya sewaktu kecil dulu. Banyak pertanyaan bersarang di kepalanya sekarang.
Chester mulai risih lalu merebut paksa topeng dari tangan Calvin. "Paman udah belum? Chestel mau—"
"Hei, siapa kamu?!"
Perkataan Chester terpotong tatkala Tina tiba-tiba datang dan menarik tangan Chester lalu menyembunyikan bocah itu di belakang tubuhnya dengan cepat.
Melihat keberadaan Calvin di sini, Tina mulai was-was. "Pak Calvin, maaf aku pikir siapa," ujarnya, pura-pura tidak mengenali Calvin karena dari kejauhan tadi sempat melihat bosnya itu bersama Chester.
Calvin terkejut dengan kedatangan Tina, lantas berdiri dengan tegak.
"Apa benar Chester ini anakmu?" tanya Calvin dengan tatapan menyelidik.
Calvin sesekali melirik ke belakang Tina, di mana Chester melirik ke arahnya dengan mata berkedip-kedip saat ini.
Keringat mulai membasahi telapak tangan Tina. Tina dilanda gugup. Kendati demikian dia berusaha untuk tetap tenang. "Iya, ini anakku."
"Kenapa wajahnya mirip sekali denganku? Sekali lagi aku bertanya, apa benar ini anakmu? Bukan anak Juwita?" Kali ini sorot mata Calvin terlihat begitu dingin.
Tina tertawa hambar sejenak.
"Ada-ada saja Bapak ini, bukannya Juwita belum menikah, tentu saja bukan, Chester memang anakku dan wajah suamiku memang mirip dengan Bapak. Makanya wajah Chester mirip juga dengan Anda, kalau begitu aku permisi dulu Pak, kami mau makan malam,"ujarnya lalu buru-buru menarik tangan Chester.
Calvin terdiam, tidak puas dengan jawaban Tina barusan. Wanita itu seperti menutupi sesuatu. Dari kejauhan Calvin hanya dapat menatap kepergian Chester dan Tina dengan perasaan yang aneh. Setelah keduanya menghilang dari pandangannya, baru lah Calvin mengeluarkan ponsel, hendak menelepon Ardi.
"Ardi, bagaimana hasil penyelidikanmu, apa sudah ada kemajuan?" tanya Calvin to the point.
"Belum, Paman, Mama, atau pun Bibimu, pasti menyembunyikan bukti-buktinya, bersabarlah, aku akan menemukan buktinya nanti," balas Ardi di ujung sana.
"Baik lah, tapi aku minta kamu menyelidiki seseorang lagi."
"Siapa?"
"Tina, karyawan di kantor, selidiki semua latar belakangnya, suami dan anaknya bernama Chester."
"Oke."
Setelah memberi perintah, Calvin segera menutup panggilan.
"Ada yang tidak beres di sini," gumam Calvin sejenak lalu memutuskan kembali ke apartment.
Dua hari kemudian, tepatnya di hari senin, Juwita dan Tina memutuskan berangkat bersama-sama. Sebelum berangkat Juwita tidak lupa menitipkan Chester di rumah Pak RT.
Hari ini, Juwita diberi diberi Calvin untuk tidak datang ke apartmentnya karena kemarin mengerjakan tugas dadakan yang diberikannya pada hari libur.
Kini, Juwita dan Tina sudah sampai di kantor, keduanya langsung berjalan ke ruangan masing-masing. Termasuk Juwita segera duduk di depan kantor Calvin.
Waktu menunjukkan pukul setengah delapan dan dapat dipastikan pria menyebalkan itu akan datang sebentar lagi. Baru saja disebut, Calvin tengah berdiri di hadapan Juwita sekarang.
"Kenapa kamu senyam-senyum seperti itu? Dan kenapa teleponku tidak kamu angkat kemarin?" tanya Calvin dengan tatapan menyelidik. Dari kejauhan dia sudah melihat Juwita tersenyum seorang diri di meja kerjanya, entah apa yang disenyumkan membuat Calvin jadi penasaran.
"Apa ada laranganku untuk tersenyum Pak? Untuk masalah telepon, kemarin aku sibuk Pak. Sudah lah sebaiknya Bapak masuk ke dalam, pukul sembilan nanti kita ada pertemuan dengan teman kuliah Bapak itu," balas Juwita cepat.
Calvin justru mendengus sejenak. "Juwita, aku mau bertanya sesuatu padamu, anak temanmu itu siapa namanya? Lalu apa kamu kenal dengan suami Tina?" tanyanya dengan tatapan menyelidik.
Mendengar pertanyaan, keringat mulai membasahi telapak tangan Juwita. Meskipun Tina sudah memberitahu bila Calvin sempat bertemu dengan Chester kemarin. Tentu saja Juwita mulai was-was dan bersikap waspada.
"Namanya Chester Pak, kata Tina wajahnya memang mirip dengan Bapak, aku tidak pernah bertemu dengan suami Tina, ada apa memangnya?" tanya Juwita, berpura-pura tenang.
Juwita juga sudah mempersiapkan jawaban agar Calvin tidak menaruh curiga. Tapi, tetap saja jantungnya berdebar-debar ketakutan saat ini. Takut bila rahasia yang sudah dia tutup rapat-rapat akan ketahuan pula.
"Aku penasaran saja, mengapa ada orang yang wajahnya sangat mirip denganku, dia bukan anakku kan? Kemarin aku sempat mendengar kamu berbicara dengannya di telepon dan kamu menyebut Chester dengan sebutan anak Mama, bukankah aneh bila Chester memanggilmu dengan sebutan Mama." Kali ini sorot mata Calvin sangat mengintimidasi sang lawan bicara.
Mendengar jawaban Calvin, Juwita diserang panik. Juwita tak mengira Calvin mendengar percakapannya dengan Chester kemarin.
Kini, Juwita mencoba bersikap biasa saja dengan mengeluarkan tawa rendah kemudian.
"Haha, tentu saja bukan, tidak mungkin aku hamil anakmu, masalah panggilan, itu sudah biasa Pak. Aku dan Tina memang sahabat, jadi Chester sudah menganggapku sebagai Mamanya sendiri," ungkap Juwita lalu mengeluarkan tawa rendah lagi.
Calvin tak menyahut, memandang Juwita dengan sorot mata yang sangat sulit diartikan saat ini. Dalam hitungan detik Calvin meletakkan paperbag ke atas meja Juwita tiba-tiba.
"Ambil lah ini, aku tidak sanggup melihat tas jelekmu itu!" seru Calvin seraya melirik tas usang Juwita di bawah meja sekilas.
Kerutan di dahi Juwita semakin bertambah. "Apa ini?"
"Buka lah!" perintah Calvin lalu menggerakkan bola mata ke arah lain.
Dengan terpaksa Juwita membuka paperbag tersebut. Betapa mengejutkan Juwita kala melihat tas branded merek h*rmes di dalamnya.
"Untuk siapa ini?" Juwita melirik-lirik Calvin sejenak, berharap tas ini bukan untuknya.
Calvin menoleh. "Tentu saja untukmu. Apa kamu tidak suka? Mau diganti? Harganya cuma 1 miliar, lumayan mahal tapi yang sebanding dengan kualitasnya. Ayo cepat pakai dan buang lah tas anehmu itu!"
Juwita terperangah dengan nominal yang disebutkan Calvin. "Ap—a, tapi Pak ...."
Perkataan Juwita tersendat kala Calvin malah melengoskan muka dan memilih masuk ke ruangannya.
"Pak!" panggil Juwita, melihat punggung Calvin menghilang di balik pintu.
Juwita menyentuh sejenak tas mahal itu lalu mulai bergumam-gumam,"Astaga, ini sangat lah mahal, apa aku boleh merasa senang karena ini pemberian Calvin? Hm, jangan senang dulu Juwi, siapa tahu saja pria mesum itu punya niat terselubung."
Pada akhirnya Juwita tidak memakai tas pemberian Calvin, dia takut Calvin memiliki niat aneh padanya. Meskipun begitu dia menarik napas lega karena Calvin tidak meneruskan lagi untuk bertanya tentang Chester.
Setelah menaruh tas di bawah meja, Juwita pun mulai berkerja dan memeriksa apa saja kegiatan bosnya itu hari ini.
Tepat pukul sembilan, sesuai dengan jadwal, Calvin ada pertemuan dengan teman kuliahnya dulu di sebuah restaurant.
"Ke mana tasmu?" Saat menuju ruang VIP, Calvin lantas bertanya pada Juwita karena dia baru menyadari bila tas yang diberinya tidak dipakai Juwita.
"Ayo Pak, lebih cepat, kita terlambat satu menit!" Juwita enggan menjawab, memilih mengalihkan topik pembicaraan.
Calvin mendengus lalu mempercepat langkah kaki, ditemani Juwita berjalan di sampingnya sejak tadi.
Tak lama kemudian, sampai lah mereka di ruangan. Juwita terbelalak, melihat teman kuliah Calvin, yang ternyata lelaki yang dia temui di apartment Calvin beberapa hari lalu.
Juwita semakin terkejut kala Gustav mendekatinya, lalu meraih tangannya dengan cepat dan mengecup punggung tangannya tiba-tiba.
"Ya ampun, di sini ternyata bidadariku ini, sepertinya kita berjodoh Nona, karena tanpa aku mencari dirimu, kamu datang sendiri ke tempatku," kata Gustav, mengabaikan keberadaan Calvin di sekitar.
o ya ko' Chester bisa ke perusahaan sendiri,dia kan masih bocah... sementara kan jarak rumah ke perusahaan jauh?