NovelToon NovelToon
SENJA TERAKHIR DI BUMI

SENJA TERAKHIR DI BUMI

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Sci-Fi
Popularitas:285
Nilai: 5
Nama Author: Doni arda

Di tahun 2145, dunia yang pernah subur berubah menjadi neraka yang tandus. Bumi telah menyerah pada keserakahan manusia, hancur oleh perang nuklir, perubahan iklim yang tak terkendali, dan bencana alam yang merajalela. Langit dipenuhi asap pekat, daratan terbelah oleh gempa, dan peradaban runtuh dalam kekacauan.

Di tengah kehancuran ini, seorang ilmuwan bernama Dr. Elara Wu berjuang untuk menyelamatkan sisa-sisa umat manusia. Dia menemukan petunjuk tentang sebuah koloni rahasia di planet lain, yang dibangun oleh kelompok elite sebelum kehancuran. Namun, akses ke koloni tersebut membutuhkan kunci berupa perangkat kuno yang tersembunyi di jantung kota yang sekarang menjadi reruntuhan.

Elara bergabung dengan Orion, seorang mantan tentara yang kehilangan keluarganya dalam perang terakhir. Bersama, mereka harus melawan kelompok anarkis yang memanfaatkan kekacauan, menghadapi cuaca ekstrem, dan menemukan kembali harapan di dunia yang hampir tanpa masa depan.

Apakah Elara dan Orion mampu m

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30: Bayang-Bayang yang Kembali

Kejayaan matahari pagi yang semestinya membawa harapan justru menyisakan kehampaan yang menyakitkan. Dunia yang mereka selamatkan masih berdiri di ambang kehancuran. Elara duduk di atas puing-puing yang tersisa, tubuhnya memar dan dipenuhi luka bakar. Napasnya berat, dan di depannya, hanya ada reruntuhan dan keheningan. Tidak ada tanda-tanda Mira dan Ardan di sekitar. Mereka telah menjadi bagian dari perjuangan yang memakan korban terlalu banyak.

Namun, tidak ada waktu untuk berkabung. Getaran samar mulai terasa di tanah, membuat Elara segera waspada. Dia mengangkat kepalanya, matanya menatap ke arah cakrawala. Di kejauhan, di balik debu dan puing-puing yang melayang di udara, sesuatu bergerak.

"Tidak mungkin," gumamnya, tubuhnya langsung menegang.

Bayangan gelap muncul dari reruntuhan, menjulang seperti makhluk yang baru saja terbangun dari tidurnya. Tapi ini berbeda. Tubuhnya lebih kecil dari makhluk sebelumnya, tetapi bentuknya lebih padat, dan energi merah yang dulu berdenyut kini memancarkan cahaya hitam pekat.

Elara menggenggam senjata terakhir yang masih berfungsi, meski dia tahu amunisinya hampir habis. "Aku sudah menghancurkanmu! Kau tidak seharusnya ada lagi!" teriaknya dengan nada putus asa.

Makhluk itu mengeluarkan suara rendah, seperti geraman bercampur desisan, lalu perlahan mendekat. Langkahnya membawa kehancuran pada tanah yang diinjaknya, meskipun dampaknya tidak sebesar sebelumnya. Namun, setiap gerakannya penuh ancaman, seperti predator yang bersiap menerkam mangsanya.

Elara mencoba berdiri, tetapi lututnya gemetar. Dia terlalu lemah, dan rasa sakit di tubuhnya membuatnya hampir menyerah. Namun, dia tahu dia tidak bisa berhenti sekarang. Jika makhluk ini benar-benar kembali, maka perjuangannya belum selesai.

---

Sementara itu, di lokasi yang tidak jauh dari tempat Elara bertarung, sesosok tubuh tertimbun di bawah puing-puing. Ardan, meskipun terluka parah, membuka matanya perlahan. Darah mengalir dari pelipisnya, dan setiap napas terasa seperti pisau yang menusuk dadanya. Namun, dia masih hidup.

Dia mengingat apa yang terjadi. Ledakan terakhir, suara jeritan makhluk itu, dan kemudian kegelapan. Ardan memaksa tubuhnya untuk bergerak, meskipun rasa sakit menusuk setiap sendinya. Dengan susah payah, dia berhasil keluar dari puing-puing, dan saat matanya menyesuaikan diri dengan cahaya pagi, dia melihat sosok Elara di kejauhan—dan makhluk yang seharusnya sudah mereka hancurkan.

"Sial," desisnya, mencoba menguatkan tubuhnya. Dia meraih senjata yang tersisa di dekatnya, meskipun itu hanya sebatang pedang energi yang sudah rusak. "Kau tidak akan menyentuhnya, monster."

Ardan menyeret kakinya, bergerak menuju medan pertempuran. Setiap langkahnya terasa seperti ujian, tetapi pikirannya hanya tertuju pada satu hal: melindungi Elara.

---

Elara berdiri dengan susah payah, menatap makhluk itu yang kini semakin mendekat. Dia memegang senjata plasma terakhirnya, tetapi dia tahu ini tidak akan cukup. Tidak ada lagi perangkat penghancur, tidak ada lagi strategi. Ini adalah pertarungan terakhir—hidup atau mati.

Makhluk itu melompat dengan kecepatan yang tidak terduga, menyerang Elara dengan cabang-cabang energi hitam yang melesat seperti cambuk. Elara berusaha menghindar, tetapi satu serangan mengenai bahunya, membuatnya jatuh ke tanah. Darah mengalir dari lukanya, tetapi dia menolak untuk menyerah. Dia menembakkan senjatanya, tetapi serangan itu hanya menggores tubuh makhluk itu.

"Tidak!" teriak Elara, mencoba bangkit kembali. Namun, tubuhnya terlalu lemah untuk melawan.

Saat makhluk itu hendak menyerang lagi, sebuah ledakan kecil terjadi di sisi tubuhnya, membuatnya mundur sejenak. Dari balik asap, Ardan muncul, meskipun dalam kondisi babak belur.

"Kau tidak sendirian," kata Ardan dengan suara serak. Dia berdiri di depan Elara, melindunginya dengan tubuhnya. "Kalau kita harus mati, kita mati bersama."

Makhluk itu menggeram, lalu menyerang mereka berdua dengan seluruh kekuatannya. Elara dan Ardan melawan sekuat tenaga, meskipun mereka tahu peluang mereka sangat tipis. Ledakan kecil dan benturan energi mengguncang medan pertempuran, menciptakan pemandangan yang kacau dan mematikan.

Namun, saat makhluk itu semakin dekat untuk memberikan serangan terakhir, Elara melihat sesuatu di tengah tubuhnya—sebuah celah kecil yang tampak seperti titik lemah. Dengan napas yang hampir habis, dia menyadari bahwa ini adalah satu-satunya kesempatan mereka.

"Ardan, aku butuh waktu!" teriaknya.

Ardan mengangguk tanpa ragu. Dia menyerang makhluk itu dengan segala kekuatan yang tersisa, menarik perhatiannya. Sementara itu, Elara merangkak mendekati celah tersebut, memegang pisau energi yang dia temukan di tanah.

Makhluk itu, menyadari ancaman, mencoba menghentikan Elara. Tetapi Ardan memberikan segalanya untuk melindunginya, bahkan saat tubuhnya dihantam oleh cabang energi hitam. "Ayo, Elara! Jangan berhenti!"

Dengan teriakan terakhir, Elara melompat ke arah makhluk itu, menancapkan pisau energinya tepat di celah tersebut. Makhluk itu mengeluarkan suara jeritan yang mengguncang bumi, tubuhnya mulai bergetar hebat. Cahaya hitam menyebar dari luka tersebut, menghancurkan dirinya dari dalam.

Elara jatuh ke tanah, tubuhnya lemah tetapi hatinya penuh kepuasan. Makhluk itu meledak menjadi debu, meninggalkan keheningan yang mengerikan.

---

Saat debu mengendap, Elara membuka matanya perlahan. Dia melihat Ardan tergeletak tidak jauh darinya, tubuhnya terluka parah tetapi masih bernapas.

"Kita menang," bisik Elara, meskipun suaranya hampir tidak terdengar.

Ardan membuka matanya sedikit, memberikan senyuman tipis. "Kita hidup... untuk sekarang."

Namun, di balik keheningan itu, Elara merasa ada sesuatu yang salah. Udara masih terasa berat, dan jauh di dalam dirinya, dia tahu bahwa ini belum sepenuhnya berakhir. Dunia yang mereka perjuangkan masih menyimpan rahasia gelap yang belum terungkap.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!