Seorang arsitek muda bersedia mengikuti rencana iseng temannya dalam sebuah perjodohan atas dasar peduli teman. Namun siapa sangka, rencana tersebut malah menyebabkan konflik serta membongkar kasus yang melibatkan beberapa oknum pengusaha dan aparat. Bahkan berujung pada terancamnya kerajaan bisnis dari sebuah keluarga keturunan bangsawan di Perancis.
Bagaimana akhir dari rencana mereka? Simak kisah seru mereka di novel ini. (un) Perfect Plan. Semoga terhibur...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 4
"Suaminya siapa mbak? Orang Bang Irwan sampai sekarang masih jomblo tulen kok", sahut Tiara dengan wajah serius menunggu reaksi kakaknya.
Seketika Intan terdiam, lalu kembali menyuap makanannya dengan ekspresi yang jelas-jelas menampakkan bahwa dia sedikit terkejut dengan ucapan Tiara tadi.
Selama ini ia memang sudah tahu kalau Tiara satu kantor dengan Irwan. Hanya saja ada rasa enggan untuk menanyakan hal apapun tentangnya. Entah kecewa karena perpisahan dulu, atau takut mengetahui kalau ternyata Irwan sudah melupakannya dan telah berbahagia dengan seseorang.
"Bang Irwan itu banyak fansnya lho Mbak, tapi kayaknya dia belum bisa melupakan Mbak Intan. Makanya sampai sekarang masih jadi bujangan walaupun berderet cewek-cewek yang ngejar dia", Tiara coba memanas-manasi.
Intan hanya memandang Tiara sebentar kemudian kembali menyuap makanannya.
"Mbak"
"Hmm? Apa?", sahut Intan malas.
"Ehm.. kalau misalnya Bang Irwan ngelamar mbak lagi, mbak terima gak?"
Intan menatap Tiara kemudian menghela nafas.
"Mbak gak akan menikah dengan siapapun sebelum kamu menikah", sahutnya kemudian berdiri dan meletakkan piringnya ke tempat cuci.
Tiara sedikit kaget dan bingung mendengar ucapan kakaknya.
Intan kembali duduk.
"Mbak gak akan menikah kalau belum ada yang menggantikan mbak menjaga kamu"
Tiara menghela nafas.
"Mbak.. Tiara itu sudah dewasa. Insya Allah bisa ngurus diri sendiri, jadi gak perlu dijaga.."
"Itu menurut kamu Ra. Tapi bagi mbak, kamu itu amanah almarhumah ibu yang harus Mbak jaga. Dan Mbak sudah bertekad untuk mengantarkan kamu ke pelaminan sebelum diri Mbak sendiri"
Intan kemudian beranjak menuju kamar meninggalkan Tiara sendiri.
********
"Gitu katanya Mas", ucap Tiara di kantin kantor.
Di hadapannya duduk dua orang lelaki yang sedari tadi khusyuk menyimak cerita Tiara tentang percakapannya tadi malam dengan Intan.
"Kok jadi ribet gini sih?! Yang mau dijodohkan Mbak Intan, kok malah jadi kamu yang harus nikah dulu?", Zaki menggaruk kepalanya, ternyata rencananya menemui kendala.
"Ya kalau gitu kamu nikah aja duluan Ra, beres kan?", ucap Arya enteng.
Tiara sontak melotot ke arah Arya.
"Mas kira aku ini indukan apa? Main dinikah-nikahin aja"
"Lho, betul kan? Sekarang gini aja, kamu sudah punya calon gak?"
Tiara hanya menggeleng lemah.
"Ya.. memang itu lah..masalah utama cewek hijrah, gak punya pacar", sahut Zaki melengos.
Tiara hanya cemberut.
"Ya sudah, kalau begitu misi kita selanjutnya adalah nyari jodoh buat kamu. Kita sisir nih area kantor dan kalau perlu daerah sekitar. Gimana?", usul Arya.
"Tunggu bentar Ar.. Ra, lu ada naksir seseorang gak?"
Tiara hanya diam menatap Zaki lalu Arya, kemudian menunduk sambil memainkan ujung hijabnya.
"Ya ampun.. Bang Irwan jangan lah Ra, dia kan target utama operasi kita", Arya meringis melihat sikap Tiara.
"Kalau gue sih sebenarnya terserah aja ceweknya siapa, yang penting Bang Irwan nikah" sahut Zaki.
"Apaan sih lo Zack, jangan asal ngomong lo. Gini ya Ra, nanti aku sama Zaki nyariin calon buat kamu. Nah.. sekarang pertanyaannya, kriteria suami idaman kamu itu yang kayak apa sih? Biar nanti kita bisa ngadain seleksi"
"Ehm.. yang gimana ya? Aku juga bingung Mas", sahut Tiara sambil menggaruk kepalanya yang tertutup hijab.
"Ya ampun ni anak. Ga ada visi misi hidup kayaknya", Arya melengos.
"Gini nih Ra, lo pengennya suami lo itu punya sifat seperti apa? Terus tampilan fisiknya gimana? Juga misalnya tingkat kemapanannya sampai level mana? Gitu..", Zaki coba memberi Tiara pengertian.
"Oh.. gitu ya. Ehm.. kalau bisa sih.. yang cakep mas", sahutnya malu-malu.
Arya dan Zaki melengos..
"Terus yang sholeh, dewasa sama humoris. Kalau bisa sih sudah punya karir bagus mas, gitu aja"
"Yah.. Itu sih Bang Irwan Ra... Yang bener aja", Arya kembali melengos kesal.
"Bukan.. bukan kok", ucap Tiara cepat seraya menggerakkan kedua telapak tangannya.
"Maksudnya, ada yang lain yang tipenya begitu Ra?", tanya Zaki dengan raut menyelidik.
Tiara terdiam sejenak.
*********
Zaki dan Arya tengah berdiri di depan meja Hanif, manajer HRD di kantor itu.
"Silahkan duduk, ada yang bisa kubantu?", tanyanya ramah.
Zaki dan Arya hanya diam dan mengamati Hanif sambil mengulang rekaman ucapan Tiara.
Cakep? Ya memang sih. Sholeh? Sudah tentu. Dia langganan jadi pemimpin doa kalau ada acara selamatan di kantor. Dewasa? Sepertinya sih begitu. Hanif jarang terlihat bercanda berlebihan atau bicara sembarangan seperti mereka berdua. Karir? Ck, secara manajer... Kurang mantap apa coba? Kalau masih kurang juga, ada lagi dan justru yang paling penting. Hanif adalah keponakan Hermawan, pimpinan tertinggi di perusahaan ini. Dan juga merupakan salah satu pewaris perusahaan karena dulu ayahnya dan Hermawan bersama-sama merintis perusahaan ini dari nol.
Kedua lelaki itu tanpa sadar mengangguk-angguk mengakui kualitas Hanif.
"Jadi, kalian sebenarnya ada perlu apa ya?", tanya Hanif sekali lagi, bingung karena Zaki dan Arya hanya diam dan mengamati dirinya.
"Nif, lo sudah ada niatan nikah belum?", tanya Zaki serius seraya memajukan tubuhnya ke arah Hanif.
**********
"Sudah punya calon, sekitar sebulan lagi mau nikah", ucap Arya datar.
Tiara terlihat menunduk, mungkin kecewa karena gebetannya sebentar lagi jadi milik orang lain.
"Terus, gimana jadinya mas?"
Zaki menghela nafas.
"Gini ya Ra, kalau 100 persen kayak kriteria lo... kayaknya rada susah deh. Tapi kalau mendekati, mungkin bisa kita usahain"
Tiara hanya mengangguk pelan. Tapi dalam hatinya dia tetap berharap bisa memperoleh apa yang diinginkannya.
"Terserah kalian aja deh, tapi... jangan Mario ya?", Tiara menyebut salah satu drafter di sana.
"Lho, emangnya kenapa? Mario kan cakep tu, ortunya tajir lagi", tanya Arya, seolah semua wanita akan merasa cukup hanya dengan wajah tampan dan kantong tebal.
"Gak ah mas, jorok", sahut Tiara yang kontan membuat Arya dan Zaki terbahak.
Akhirnya di sela-sela tugas kantornya, Arya dan Zaki terpaksa juga harus melakukan survei, pendataan, analisis dan kesimpulan terhadap beberapa bujangan di kantor maupun kenalan mereka di luar kantor. Mereka jadi mirip kakak yang sedang mencarikan jodoh untuk adiknya.
Sudah lebih dari seminggu misi mencari jodoh untuk Tiara mereka jalankan. Namun nyatanya hasil yang didapat sungguh jauh dari kata berhasil. Ada yang sudah punya pacar lah, ada yang belum siap nikah lah, ada yang gak mau kalau calonnya bercadar lah, sampai ada yang gak pengen nikah sama sekali. Keterlaluan!
"Aduh.. gue capek Zack. Gak nyangka kalau nyari suami itu sulitnya bukan main", Arya menghempaskan tubuhnya di kursi kerjanya.
Mereka bisa bebas berbicara sementara teman seruangan mereka yang lain belum kembali dari istirahat makan siang.
"Untungnya lo gak perlu nyari suami ya Ar"
Mereka berdua pun tertawa nyaring.
Zaki kemudian terdiam dan rautnya berubah serius seperti menyadari sesuatu.
"Ar, tinggal lo yang tersisa", ucap Zaki tiba-tiba.
Arya mengerutkan dahinya.
"Maksud lo?", tanya Arya curiga.
"Tinggal lo bakal calon suami yang tersisa buat Tiara"
Arya ternganga mendengar ucapan Zaki.
"Lho, kok gue jadi dibawa-bawa sih Zack, gue kan panitia?!" Arya tak terima.
"Iya.. gue tahu. Tapi lo juga harus ingat Ar, tugas utama panitia itu adalah memastikan acara berjalan dengan lancar dan memuaskan"
Arya menjadi bingung dengan todongan Zaki yang tiba-tiba. Dia tak menyangka kalau Zaki akan menuntutnya untuk terlibat lebih jauh dalam rencana mereka.
"Kok jadi gini sih? Kemarin-kemarin gak ada ceritanya gue sampai ikutan jadi peserta. Gak adil ini namanya"
"Bukan masalah adil atau nggak Ar. Kalau gue kan, ya gak mungkin lah.. Lo sendiri yang bilang, poligami memang diperbolehkan agama, tapi belum tentu sama isteri gue, ya kan?", Zaki tersenyum menang.
Arya mendelik kesal. Masa iya sih, dia harus nikah sama Tiara. Urgensinya apa coba? Umur? Ya memang sih, dia sudah di usia matang untuk menikah. Penghasilan? Gajinya di perusahaan ini dan pendapatannya sebagai freelancer juga lumayan. Masalahnya dia belum ada rencana menikah dalam waktu dekat, belum kepikiran saja karena mungkin terlalu larut dalam pekerjaan.
Bukan tak ada perempuan yang tertarik dengannya. Tampang oke. Ortunya juga termasuk orang berada walau dia tak pernah mau memanfaatkan itu. Intinya, dia adalah Mario tapi versi yang gak jorok. Malah rapi dan bersih itu adalah motto hidupnya.
"Zack, gue gak ikutan deh.. Lagian ini kan misi lo, gue cuma bantu-bantu. Kenapa sekarang malah gue yang harus korban banyak sih?", rengek Arya.
"Eh, bro. Darimana lo tau kalau lo itu korban banyak hah? Jangan-jangan lo malah menang banyak lagi. Lo gak lihat, Tiara itu sholehah, bicaranya sopan, gak pecicilan, pekerja keras. Lagian nih, kalau lihat muka kakaknya yang cantiknya kaya bidadari, kemungkinan besar muka dia juga begitu. Minimal mendekati lah, itupun sudah mantap, ya gak?"
Arya hanya terdiam.
"Gue tau kalau emak lo sudah mendesak lo buat nikah. Abang sama adek lo aja sudah ada buntutnya gitu, sampai kapan lo mau nunda lagi Ar.. Mau kayak Bang Irwan? Jadi calon bujang lapuk?"
Arya hanya mencebik kesal.
"Ah.. gak tau deh. Kenapa malah jadi gue yang dibuat pusing?! Gue mau nyari minum dulu, dan lo gak usah ikut!", ucap Arya kesal seraya meninggalkan Zaki yang tersenyum geli.
*********
Besok harinya, Zaki masih getol membujuk Arya agar bersedia menjadi calon suami Tiara.
"Lo kenapa sih Zack ngebet banget mau jodohin gue, mau jodohin Bang Irwan?", Arya kesal dengan bujukan Zaki yang masih gencar memintanya untuk menjadi calon suami Tiara.
"Sekarang dengerin gue nih. Biarkan kami mencari sendiri, lo gak usah repot-repot. Gue jadi gak habis pikir, kenapa gue kemarin mau ikut-ikutan rencana lo sih?"
"Gue mau jodohin lo sebab lo sahabat terbaik gue. Jadinya gue mau nunjukin ke lo kalau nikah itu enak dan menyenangkan", Zaki tersenyum usil, membuat Arya mendengus kesal.
"Kalo Bang Irwan, mungkin karena gue mau membalas budi ke dia. Lo tau kan? Selama ini, dia sudah banyak membantu gue, membantu keluarga gue. Bahkan waktu gue mau nikah sama mamanya Chika, Bang Irwan kan yang nemenin buat lamaran karena Bapak gue sudah gak ada", kenangnya lirih.
Arya menghela nafas. Dia tak tahan kalau sohibnya ini mulai melankolis. Hatinya langsung luluh.
"Ya sudah, terserah lo. Moga aja Tiaranya gak mau, jadi gue gak perlu repot", sahut Arya kesal dan sedikit banyak merasa dimanfaatkan. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, rasa pedulinya yang terlalu besar kadang memang malah menyusahkan dirinya sendiri.
"Bener nih bro?" Zaki bersemangat mendengarnya.
Arya mengangguk pasrah.
"Makasih ya bro, lo memang sahabat terbaik gue. Ayo, hari ini gue traktir lo sekalian ngomong ke Tiara"
*********
"Apa?! Mas Arya? Gak ah, Mas Arya kan suka rese. Ntar aku bawaannya kesal melulu", ucap Tiara tak terima.
"Rese? Enak aja kamu ngomong. Kamu tuh.. judes. Bisa-bisa tiap hari telingaku malah berdengung", Arya pun tak mau kalah.
"Nah.. yang satu rese, yang satunya lagi judes. Klop kan?"
"Klop apa an?", sahut Arya dan Tiara bersamaan, kemudian saling lihat.
"Tuh.. kan.. kompak lagi"
Arya dan Tiara sama-sama membuang muka.
Zaki menghela nafas. Sepertinya akan sulit.
Salam kenal
Terus semangat Author
Jangan lupa mampir ya 💜
Bagus...