seorang wanita tangguh, yang dikenal sebagai "Quenn," pemimpin sebuah organisasi mafia besar. Setelah kehilangan orang yang sangat ia cintai akibat pengkhianatan dalam kelompoknya, Quenn bersumpah untuk membalas dendam. Dia meluncurkan serangan tanpa ampun terhadap mereka yang bertanggung jawab, berhadapan dengan dunia kejahatan yang penuh dengan pengkhianatan, konflik antar-geng, dan pertempuran sengit.
Dengan kecerdikan, kekuatan, dan keterampilan tempur yang tak tertandingi, Quenn berusaha menggulingkan musuh-musuhnya satu per satu, sambil mempertanyakan batasan moral dan loyalitas dalam hidupnya. Setiap langkahnya dipenuhi dengan intrik dan ketegangan, tetapi ia bertekad untuk membawa kehormatan dan keadilan bagi orang yang telah ia hilangkan. Namun, dalam perjalanan tersebut, Quenn harus berhadapan dengan kenyataan bahwa dunia yang ia kenal bisa berubah, dan balas dendam terkadang memiliki harga yang lebih mahal dari yang ia bayangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20: Permainan yang Lebih Besar
Ketegangan di udara semakin terasa mencekam. Quenn berdiri tegak, matanya tidak pernah lepas dari sosok pria misterius yang baru saja muncul dari balik reruntuhan. Tidak ada yang bisa dia percayai lagi, tidak ada yang bisa dipastikan. Semua yang dia pikirkan tentang Marco, tentang misi mereka, kini terasa seperti ilusi yang tak pernah nyata.
Pria itu melangkah lebih dekat, dengan senyum dingin yang tak terhapuskan di wajahnya. Dia mengenakan jas hitam yang tampaknya sudah lama tidak diganti, tetapi tak ada noda sedikit pun. Matanya, tajam dan penuh dengan perhitungan, menatap Quenn dengan cara yang tidak menyenangkan.
"Aku tahu kalian pasti akan terkejut," katanya dengan suara yang lembut, namun mengandung ancaman. "Tapi inilah kenyataan yang harus kalian hadapi. Marco hanya salah satu alat yang aku gunakan untuk mempermudah rencana besar."
Quenn menggertakkan giginya, berusaha tetap tenang meski hatinya berdebar kencang. "Kau... siapa sebenarnya? Apa yang kau inginkan dariku?"
Pria itu hanya tertawa ringan, seolah apa yang baru saja dikatakan Quenn adalah lelucon yang lucu. "Kau bertanya siapa aku?" katanya, menyentuh dagunya seolah berpikir. "Mungkin sudah saatnya kau tahu, Quenn."
Dia berhenti sejenak, memberi waktu bagi Quenn untuk merasakan ketegangan yang semakin menekan. "Nama saya Dmitri Kovalov," katanya dengan tegas, dan seakan membiarkan nama itu menggantung di udara, menambah beban pada setiap kata yang diucapkan.
Dmitri Kovalov. Nama yang tidak asing bagi Quenn. Nama yang telah lama dia dengar dalam bisik-bisik dunia bawah tanah, namun jarang disebutkan dengan jelas. Nama yang berhubungan dengan organisasi yang lebih besar, lebih kuat dari yang pernah Quenn bayangkan.
“Dmitri Kovalov…” kata Quenn perlahan, mencoba menyusun kata-kata yang tepat. “Kamu… kepala dari seluruh permainan ini, bukan Marco?”
Dmitri mengangguk, senyum sinis semakin melebar di wajahnya. "Tepat sekali. Marco hanyalah satu alat dalam jaringan besar yang aku rancang. Dia seorang pion yang tak tahu apa-apa tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi."
Quenn menggenggam senjatanya lebih erat, tapi dia tahu bahwa pertempuran fisik bukanlah jawabannya saat ini. Mereka terjebak dalam sesuatu yang jauh lebih besar dari sekadar bentrokan antar kelompok. "Kenapa kamu melakukan semua ini?" tanya Quenn, mencoba menggali lebih dalam.
Dmitri berjalan perlahan mengelilingi mereka, matanya terus memperhatikan mereka satu per satu. "Aku bukan orang yang suka berkelahi, Quenn. Tapi aku tahu, kekuasaan sejati datang bukan dari perang terbuka. Kekuasaan datang dari kontrol yang tak terlihat. Dari mengendalikan setiap langkah, setiap gerakan musuh, bahkan sebelum mereka sadar. Aku mengatur semua ini, dari belakang layar. Marco, pasukan, semua yang kalian hadapi, itu adalah bagian dari teka-teki besar yang aku bangun."
"Jadi, kita hanya pion dalam permainanmu?" Vincent menyela, suaranya penuh dengan kemarahan. "Kenapa kami harus terlibat dalam semua ini? Apa yang sebenarnya kau inginkan?"
Dmitri berhenti sejenak, menatap Vincent dengan tajam. “Kalian tidak pernah memiliki pilihan sejak awal, Vincent. Kalian dilibatkan dalam permainan ini bukan karena kalian memilih, tapi karena kalian dipilih. Setiap langkah yang kalian ambil, setiap keputusan yang kalian buat, itu semua sudah dihitung. Kalian adalah bagian dari eksperimen besar yang sedang aku jalankan.”
Rina, yang berdiri di sisi Quenn, tampak bingung dan cemas. "Eksperimen? Apa maksudmu?"
Dmitri memandang Rina dengan pandangan penuh minat, seolah-olah baru saja menemukan sesuatu yang menarik. "Eksperimen untuk menguji batas-batas kekuasaan, moralitas, dan loyalitas. Bagaimana seseorang bertindak ketika terpojok? Apa yang akan kalian lakukan ketika pilihan-pilihan yang kalian miliki hanyalah ilusi? Aku ingin tahu sejauh mana kalian bisa bertahan sebelum akhirnya hancur."
Quenn merasakan amarahnya memuncak, namun dia tahu bahwa dia tidak boleh terburu-buru bertindak. Jika mereka ingin keluar dari situasi ini, mereka harus berpikir jernih. Dmitri jelas bukan lawan yang bisa dihadapi dengan kekuatan fisik semata. "Lalu, apa yang kamu inginkan dariku, Dmitri?" tanyanya, matanya penuh dengan ketegasan. "Kenapa kamu memilih aku?"
Dmitri berhenti dan menatap Quenn lama sekali, seolah menimbang jawabannya. "Karena kamu punya potensi, Quenn. Potensi untuk lebih dari sekadar seorang pejuang. Kamu tahu bagaimana caranya bertahan hidup dalam dunia yang penuh dengan kebohongan. Kamu tahu bagaimana memainkan permainan ini tanpa peduli apa konsekuensinya. Itu yang aku butuhkan. Aku membutuhkan seseorang yang bisa melihat dunia ini seperti aku, bukan seperti yang dilihat oleh orang biasa."
Quenn merasa ada sesuatu yang mengerikan dalam setiap kata yang diucapkan Dmitri. Potensi. Permainan. Semua itu membuatnya merasa lebih seperti bagian dari rencana besar yang tak pernah dia pilih. Tapi dia juga tahu satu hal: jika dia tidak melawan sekarang, semuanya akan berakhir lebih buruk dari yang bisa dia bayangkan.
"Tapi aku bukan orang seperti kamu," kata Quenn, menatap Dmitri dengan mata yang penuh tekad. "Aku tidak akan pernah menjadi bagian dari rencana busukmu."
Dmitri tersenyum, tampak puas dengan respon Quenn. "Kita akan lihat nanti. Semua orang punya harga, Quenn. Bahkan kamu. Aku hanya perlu waktu untuk membuktikannya."
Di saat yang sama, suara ledakan keras kembali terdengar dari arah lain, memecah keheningan yang mencekam itu. Pasukan Marco yang sudah lama menunggu akhirnya bergerak maju, mengepung mereka dari berbagai arah. Quenn menyadari bahwa waktu mereka semakin habis. Mereka harus bergerak sekarang, atau mereka akan terperangkap dalam permainan ini selamanya.
"Rina!" seru Quenn. "Kita harus keluar dari sini sekarang juga! Bawa data itu dan jangan berhenti berlari!"
Rina mengangguk, matanya penuh dengan kecemasan. "Aku... aku siap."
Namun, sebelum mereka sempat bergerak, Dmitri mengangkat tangan, memberi tanda kepada pasukannya untuk berhenti. "Jangan terburu-buru," katanya dengan nada yang sangat tenang. "Aku ingin kalian merasakan bagaimana rasanya terjebak dalam permainan yang tidak bisa kalian menangkan. Kalian tidak akan pergi kemana-mana sebelum kalian tahu apa yang sebenarnya terjadi."
Quenn merasa dirinya terjepit dalam dilema yang semakin mengerikan. Mereka tidak bisa mundur. Mereka tidak bisa lari. Namun, satu hal yang jelas: ini adalah pertempuran terakhir mereka. Perangkap ini bukan hanya soal hidup dan mati. Ini adalah pertarungan untuk kebebasan mereka.
"Saatnya datang, Quenn," kata Dmitri, suaranya penuh dengan ancaman dan keyakinan. "Kita akan lihat siapa yang akan bertahan dalam permainan ini."