Sebuah kecelakaan merenggut pengelihatannya. Dia merupakan dokter berbakat yang memiliki kecerdasan tinggi, tampan dan ramah menjadi pemarah.
Beberapa perawat yang dipekerjakan selalu menyerah setiap satu pekan bekerja.
Gistara, gadis yang baru lulus dari akademi keperawatan melamar, dengan gaji tinggi yang ditawarkan dia begitu bersemangat. Hampir menyerah karena tempramen si dokter, namun Gista maju terus pantang mundur.
" Pergi, adanya kamu nggak akan buatku bisa melihat lagi!"
" Haah, ya ya ya terserah saja. Yang penting saya kerja dapet gaji. Jadi terserah Anda mau bilang apa."
Bagaimna sabarnya Gista menghadapi pasien pertamanya ini?
Apakah si dokter akan bisa kembali melihat?
Lalu, sebenarnya teka-teki apa dibalik kecelakaan yang dialami si dokter?
Baca yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dokter dan Perawat 34
" Brengsek, ngapain sih orang buta itu datang ke departemen bedah. Sialan, dia beneran bikin gue keki. Kalau buta udah di rumah aja napa nggak usah yang kelayapan. Mau ngapain coba. Mau nunjukin ke orang-orang kalau dia masih tetep hebat. Hidup gue yang tenang tiba-tiba hari ini jadi nggak tenang lagi."
Drtzzz
Ponsel Eida berdering, ia mengatur nafasnya dulu sebelum menjawab panggilan itu. Dirinya tidak boleh ketahuan kalau saat ini sedang sangat kesal.
" Oh selamat sore."
" Selamat sore Dokter Eida, malam ini bisakah kita bertemu?"
" Tentu saja bisa Nyonya, silakan tentukan tempat, nanti sepulang kerja saya akan langsung datang."
Eida menerbitkan senyum yang begitu lebar. Agaknya telpon yang barus saja dia terima membuat rasa kesalnya atas kehadiran Han menjadi hilang. Dia pun keluar dari ruang istirahat dengan langkah yang ringan. Eida juga nampak tenang dan bersemangat dalam mengerjakan pekerjaannya.
Ia melihat ke arah jam yang melingkar ditangannya. Satu jam lagi dirinya akan pulang. Eida juga sudah bertekad meskipun ada panggilan darurat dia akan tetap pulang. Ada hal yang lebih besar yang akan dia lakukan.
Benar saja, jam 17.00 tepat Eida langsung masuk ke ruang istirahat sekaligus tempat dimana loker penyimpanan berada. Dia melepaskan jas dokternya dan mengganti seragam rumah sakit dengan baju biasa.
Dengan bergerak cepat, Eida sudah meninggalkan tempat kerjanya dan saat ini sudah ada di parkiran. Ketika ponselnya berdering, ia mengabaikannya.
" Emangnya di sana nggak ada gue apa, kan bisa dokter yang lain. Jadi bodo amat."
Mesin mobil dinyalakan, pedal gas ditekan dalam dan mobil yang dikendarai oleh Eida melesat meninggalkan RSMH. Tujuan Eida buka pulang ke unit apartemennya melainkan tempat yang dikirimkan oleh seseorang melalui pesan.
" Hotel Rich Cartenz, bener-bener Nyonya kaya," gumam Eida sambil tersenyum. Ia sangat puas atas ajakan makan malam itu. Di dalam Hotel Rich Cartenz ada sebuah restoran mewah yang konon katanya hanya bisa didatangi dengan reservasi.
" Nyonya Claris, maaf sudah membuat Anda menunggu lama."
" Tidak Dokter Eida, kita bisa bicara santai aja kan ya. Nah, ini untuk Dokter. Makasih ya untuk bantuannya, kalau nggak ada dokter pasti suami saya belum juga sembuh seperti sekarang."
" Aah Anda bisa saja Nyonya, semua itu sudah jadi tugas saya bukan. Dan tanpa malu-malu saya akan menerima ini."
Sebuh kotak berukuran 15cm x 15cm diberikan oleh wanita yang bernama Claris kepada Eida. Dengan wajah tersenyum lebar Eida menerimanya. Ia lalu membukanya sekilas, matanya seketika berbinar ketika melihat itu, sebuah gelang emas bertahtakan permata. Sungguh cantik dan indah. Namun dia cepat menguasai ekspresi wajahnya.
" Syukurlah kalau Dokter suka, nah silakan dimakan ya. Maaf saya pesen nya nggak nunggu Dokter dulu."
" Aah tenang saja Nyonya, saya suka apapun yang Anda pesankan."
Keduanya menikmati hidangan yang sudah tersaji di meja. Dengan mengobrol santai dan sesekali tertawa renyah, mereka terlihat akrab seperi teman yanh sudah lama saling mengenal.
Setelah satu jam berlalu, Eida dan Claris menyudahi pertemuan mereka. Claris lebih dulu pergi, sedangkan Eida masih tetap berada di sana. Claris mengatakan bahwa ia sudah memesan wine terbaik jadi Eida bebas menikmati waktunya bersama wine tersebut di sana.
" Ughhh, ini lah yang namanya hidup ya kan. Orang mau ngasih hadiah ngapain ditolak. Sok suci sih dia. Ya wajar sih dia orang kaya jadi nggak butuh semacam ini. Tapi kan gue juga nggak salah, gue cuma menerima hadiah sebagai ucapan terimakasih dari keluarga pasien. Aaah nikmatnya."
Di dalam Rumah Sakit Mitra Harapan, ada peraturan tertulis yang bahkan sampai dibuatkan banner bahwa seluruh karyawan di rumah sakit tersebut tidak boleh menerima hadiah dalam bentuk apapun. Dan peraturan itu ada sudah sejak rumah sakit itu berdiri.
Hal ini lah yang harus dipegang teguh oleh semua warga RSMH. Meskipun niat dari keluarga pasien itu baik hanya sekedar ucapan terima kasih, namun tetap harua ditolak. Tentunya dengan cara yang baik dan sopan.
Peraturan tersebut dibuat untuk mencegah oknum-oknum tertentu. Dikhawatirkan akan ada bibit korupsi yang mama bisa membuat citra rumah sakit menjadi buruk.
Maka dari itu Eida sangat tidak suka dengan sikap Han yang ia nilai congkak karena sellau menolak pemberian dari keluarga pasien. Eida lalu beranggapan bahwa Han adalah orang kaya yang tidak lagi membutuhkan hal semacam itu.
Berbeda dengan dirinya yang lahir dari keluarga biasa. Mendapatkan hadiah-hadiah seperti itu tentu sesuatu yang luar biasa. Dan tidak tidak hadirnya Han di RSMH menjadi angin segar bagi Eida karena dia bebas untuk menerima semua hadiah.
" Haah, pikiran gue jadi balik lagi tuh si buta. Ngapain coba dia balik lagi ke rumah sakit. Bikin gue nggak tenang aja. Dia cuman mampir aja kan, nggak mungkin dia balik kerja kan? Orang matanya masih buta gitu kok, dan gue yakin buta nya dia itu selamanya. Yaa teruslah begitu Haneul, sumpah gue eneg lihat lo. Sok pinter, sok berwibawa, sok semuanya deh. Padahal lo itu cuma kebetulan keturunan dokter dan temen-temen lo semua kaya. Jauh kalau mau dibandingin sama gue yang bener-bener usaha dari nol."
Gluk gluk gluk
Eida tertawa sendiri sambil menenggak wine yang ada di tangannya. Ia tengah sangat bahagia sekarang, dan kebahagiaan itu tidak akan ia biarkan diganggu oleh siapapun. Termasuk sekarang ponsel miliknya.
Sedari tadi ponsel Eida berbunyi. Ia hanya melihatnya sekilas saja. Meskipun tahu itu adalah panggilan dari rumah sakit, tapi dia tak acuh. Dan terus menikmati sisa wine nya.
Pada akhirnya Eida mulai mabuk, dia tidak mungkin pulang mengendarai mobil sendiri dalam kondisi seperti itu.
" Nona Eida, Nyonya Claris tadi meminta saya untuk mengantarkan Anda ke kamar hotel jika Anda mabuk."
" Woaah beneran nih, oke thanks ya. Haah, hidup ini emang sangat luar biasa baiknya buat gue. Baik kalau gitu anterin aku oke."
" Bai Nona, silakan."
Eida berjalan dengan sempoyongan. Ia sebenarnya tidak menyangka bahwa akan mendapat service yang luar biasa ini. Dan hal itu membuat Eida semakin menginginkan lebih.
" Jika gue kayak gini maka gue bisa punya status sosial yang melejit. Ya ayo lakuin begini terus, tapi asalkan pria brengsek itu nggak muncul lagi. Ups, gue lupa. Dia kan udah buta, jadi nggak akan bisa balik lagi hahahha."
TBC
Lanjuut