Di usianya ke 32 tahun, Bagaskara baru merasakan jatuh cita untuk pertama kalinya dengan seorang gadis yang tak sengaja di temuinya didalam kereta.
Koper yang tertukar merupakan salah satu musibah yang membuat hubungan keduanya menjadi dekat.
Dukungan penuh keluarga dan orang terdekat membuat langkah Bagaskara untuk mengapai cinta pertamanya menjadi lebih mudah.
Permasalahan demi permasalahan yang muncul akibat kecemburuan para wanita yang tak rela Bagaskara dimiliki oleh wanita lain justru membuat hubungan cintanya semakin berkembang hingga satu kebenaran mengenai sosok keluarga yang selama ini disembunyikan oleh kekasihnya menjadi ancaman.
Keluarga sang kekasih sangat membenci seorang tentara, khususnya polisi sementara fakta yang ada kakek Bagaskara adalah pensiunan jenderal dan dirinya sendiri adalah seorang polisi.
Mampukah Bagaskara bertahan dalam badai cinta yang menerpanya dan mendapatkan restu...
Rasa nano-nano dalam cinta pertama tersaji dalam cerita ini.
HAPPY READING.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julieta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
OBROLAN SIANG
Sambil menikmati dessert yang ada diatas meja, keduanya memulai percakapan seperti seorang sahabat yang sudah lama tak saling bertemu.
Banyak hal yang keduanya ungkapkan siang ini tentang berbagai macam hal yang mereka lalui dua minggu terakhir.
Terutama Bagaskara yang sejak awal tampak antusias menceritakan semua hal yang dilaluinya selama dua minggu ini.
Mengenai beberapa tugas penting yang diterimanya serta kesulitan keluarganya dalam mencari tempat tinggal yang aman dari serangan Ningsih di ibukota.
Dalam kesempatan ini Bagaskara pun segera mengungkapkan keinginan keluarganya yang ingin membeli apartemen milik Audry karena menurut abah Romlan untuk sementara waktu tempat itu yang paling aman untuk mereka tinggali.
“Aku sama sekali tak berniat menjualnya. Kamu dan keluargamu bisa tinggal di apartemenku sampai kondisi aman karena aku akan segera pindah ke Karawang secepatnya”, ujar Audry gamblang.
“Pindah ke Karawang? apa ada proyek baru disana?”, tanya Bagaskara penasaran.
“Tidak ada proyek disana. Aku sudah mengajukan surat pengunduran diri dan saat ini tinggal melakukan serah terima saja . Sedangkan di Karawang, aku akan mengurus perusahaan serta pabrik milik keluargaku yang ada disana”, ujar Audry menjelaskan.
Bagaskara yang tak mengetahui latar belakang keluarga Audry pun sedikit terkejut “Perusahaan milik keluargamu? Bukankah keluargamu semuanya ada diluar negeri”, ujar Bagaskara dengan wajah sedikit bingung.
Melihat kebingungan diwajah Bagaskara, Audry pun segera menceritakan semuanya, mengenai apa yang mendasarinya tinggal dinegara ini sehingga meninggalkan keluarganya.
Audry yang pada awalnya ingin keluar dari zona nyaman dan mencari suasana baru dengan menemani sang nenek dari pihak ibu yang kebetulan tinggal di Karawang pada akhirnya merasa betah dan ingin menetap disini.
Alasan itu jugalah yang membuat sang papi mendirikan pabrik dan perusahaan di Karawang untuk dia kelola meski pada akhirnya Audry memilih untuk bekerja di perusahaan orang lain dengan alasan ingin belajar mandiri.
Setelah nenek dari pihak ibu meninggal empat tahun yang lalu, Audry yang tak ingin terlibat dala perebutan warisan dari pihak keluarga ibunya pun memilih untuk mencari pekerjaan dan menetap di ibukota yang pada akhirnya menuntunnya ke PT. HG dan berkecimpung didalamnya.
Selama tiga setengah tahun bekerja diperusahaan orang lain, perusahaan dan pabrik miliknya di Karawang pun juga mengalami perkembangan yang pesat dibawah pimpinan sang paman yang sengaja papinya tempatkan disini.
Selain untuk mengurusi perusahaan milik Audry, Mateo juga diperintah untuk mengawasi Audry dari jauh agar gadis itu tetap aman.
Dan meninggalnya sang kakek dua minggu yang lalu membuat Audry sadar akan kewajibannya dimana perusahaan yang papinya dirikan berkembang sangat pesat dan membutuhkan kontribusinya hingga gadis itupun terpaksa keluar dari PT. HG untuk membesarkan perusahaan yang didirikan untuknya.
Semua Audry jelaskan kepada Bagaskara kecuali mengenai dunia bawah miliknya yang tentu akan tetap dia rahasiakan dari semua orang terutama Bagaskara karena akan sangat fatal bagi keberlangsungan mereka kedepannya jika sampai terendus aparat.
"Kenapa aku harus menjelaskan semuanya kepada Bagaskara? Apakah aku benar-benar telah jatuh cinta kepada lelaki ini?", batin Audry risau.
Jika Audry tengah galau didalam hatinya lain halnya dengan Bagaskara yang merasa sangat senang karena Audry mau berbagi hal penting seperti ini kepadanya.
"Lalu, kapan kamu akan berencana pindah ke Karawang", tanya Bagaskara sedikit sedih.
Dengan kepindahan Audry maka intensitas mereka untuk bertemu satu dengan yang lain pun semakin sulit, apalagi kini Audry mengurusi perusahaan keluarganya yang otomatis membuat waktu gadis itu untuk mengurusi masalah pribadinya akan semakin sedikit.
"Mungkin minggu depan. Tapi bisa juga sebelum itu atau lebih dari itu, masih belum bisa dipastikan. Yang jelas, begitu serah terima pekerjaanku di PT. HG selesai maka aku akan segera pindah", jawab Audry santai.
Huffft....
Bagaskara hanya bisa menghembuskan nafas dengan kasar. Meminta Audry untuk tetap tinggal disini juga tidak mungkin karena jarak yang cukup jauh akan sangat membuatnya kelelahan.
Keheningan sempat tercipta sejenak sebelum pada akhirnya bunyi ponsel Audry membuyarkan lamunan keduanya.
Karena Audry harus pergi kesuatu tempat maka keduanya pun keluar dari dalam restoran dan berpisah di parkiran dimana mobil yang menjemput Audry telah tiba disana.
"Jadi, malam ini kamu tak akan pulang ke apartemen ?", tanya Bagaskara memastikan lagi.
"Sepertinya tidak untuk malam ini. Lusa mungkin aku akan ke apartemen sekalian berpamitan kepada keluargamu", ujar Audry sebelum dia masuk kedalam mobil yang menjemputnya dan melesat pergi.
Sementara itu di PT. HG, Melvin yang mengetahui jika Audry datang ke perusahaan segera berjalan cepat menuju ruang dimana divisi keuangan berada.
Melvin mengabaikan tatapan penasaran dan bingung karyawan yang melihatnya memasuki ruangan dan berjalan cepat kearah ruang kerja Axel begitu dia tak mendapati Audry di ruang kerjanya.
Braaak....
Axel hanya menautkan kedua alisnya heran melihat sang kakak memasuki ruang kerjanya dengan tergesa-gesa.
"Dimana Audry ?", satu pertanyaan yang keluar dari mulut Melvin sudah bisa menjelaskan kenapa lelaki yang biasanya sangat tenang tersebut terlihat kacau sekarang ini.
"Dia sudah pergi. Jika kakak ingin bertemu, besok aku suruh Audry menghadap", ujar Axel santai.
Melvin yang merasa diabaikan oleh Axel hanya bisa berdecak kesal "Seharusnya kamu tahan sebentar sampai aku selesai meeting", ujarnya tak senang.
"Hey kak, bukan hanya kakak saja yang sibuk. Semua orang juga sibuk, termasuk Audry sehingga tak ada waktu baginya untuk bersantai jadi maklumi saja lah", jawab Axel santai.
Mendengar jawaban sang adik yang terkesan acuh, Melvin hanya bisa menghembuskan nafas dengan kasar dan bergegas pergi dari ruangan Axel tanpa kata.
Axel yang sibuk dengan aneka berkas dihadapannya tak menghiraukan kepergian sang kakak dan fokus pada berkas yang ada ditangannya.
Melvin yang keluar dari ruang kerja sang adik merasa kesal namun dia juga tak bisa marah dan hanya bisa meruntuki kelambanan dirinya dalam bertindak dalam hati.
Melvin menyandarkan tubuhnya dikursi kerjanya sambil memejamkan mata, mencoba untuk berpikir mengenai langkah apa yang akan dia ambil untuk bisa lebih dekat dengan Audry.
Kedekatan Melvin dengan Audry beberapa waktu terakhir nyatanya mampu meruntuhkan tembok tinggi yang selama ini dia bangun.
Begitu tembok pertahanan ini runtuh tentunya Melvin tak ingin semuanya menjadi sia-sia dan berupaya untuk bisa memperjuangkan rasa cinta yang baru saja tumbuh dalam hatinya.