TAMAT 02 NOVEMBER 2023
Ning Aisha menangis setelah King tak sengaja menciumnya. "Jangan dekati aku lagi!"
"Terus, gimana cara Gue jagain Lo, Cengeng?"
"Nggak perlu, aku bisa jaga diri baik-baik! Kita bukan mahram, jangan deket-deket! Setan pasti suka godain Kita, terutama kamu yang nggak kuat iman! Nggak mau shalat. Pasti jadi temen setan!"
"Lo mau dihalalin sama temen setan ini? Bilang! Besok Daddy sama Mom biar ngelamar Lo buat Gue!"
"Sinting..."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB ENAM
Wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya; maka pilihlah wanita yang taat beragama, niscaya engkau beruntung.
King beruntung memiliki Aisha, dan itulah kenapa Daddy Axel setuju King menikah di usia yang masih sangat muda.
Rasanya baru kemarin Daddy Axel menikahkan putri pertamanya lalu menular kepada putra bungsunya.
Masya Allah, dua-duanya mendapat pasangan yang taat beribadah. Gus Emyr dan Aisha telah tercatat di garis hidup Daddy Axel.
Laki-laki yang baik untuk dinikahi ada dua perkara, tidak miskin dalam artian berpenghasilan cukup, serta tidak ringan tangan yang berarti penyayang.
Dua poin itu sudah King miliki. Cukup terbukti selama ini King menjaga Aisha, dan terbukti King tidak miskin meski belum bekerja.
Semua tahu pemuda itu pewaris yang sudah memiliki penghasilan bulanan dan tahunan dari saham di perusahaan Millers-corpora.
Tentu King seperti namanya yang akan merajai perusahaan turun temurun milik keluarga kakeknya Dhyrga Miller.
Sepupu kembarnya anak Om Alex yang tinggal di California perempuan, dan kakaknya Khaira juga perempuan.
King menang dalam urusan warisan yang diturunkan kakeknya. Berbeda lagi dengan warisan dari ayahnya, belum lagi bagian dari buyut Raka Rain.
Bicara soal kekayaan, King tiada habisnya, dan mungkin juga itu yang membuat keluarga Aisha setuju dengan pernikahan dini King dan Aisha.
Pernikahan yang disembunyikan, atau SMA Millers-corpora akan mendapatkan kecaman karena siswanya menikah muda.
Agama memang tak melarang, namun hukum negara harus sembilan belas tahun usia yang legal. Demi tak membuat huru hara, keluarga sepakat untuk menyembunyikan pernikahan dini antara King dan Aisha.
"King..." Aisha masih mengenakan mukena batik hitam pasca subuh, kulitnya yang cerah membuat mukena itu seakan merasuk dan menyatu dengan si pemiliknya.
"Hmm." King masih menelungkup di atas bantal hitamnya. Sedari tadi, Aisha menepuk pipi pemuda itu.
"Bangun, sudah mau habis waktu subuh nya loh King. Kamu bilang mau belajar shalat!'
"Bulan depan ajah." King membelakangi istri cantiknya. Lantas menaikan bantal di atas telinganya.
"Kok bulan depan sih?" Aisha menarik bantal King, memukuli pemuda itu dengan benda empuk tersebut.
"Sekarang belum siap, Aisha!" King masuk menyelusup ke bawah selimut tebalnya.
"Kalo gitu ngapain kamu nikahin aku? Kamu tahu nggak sih kalo sudah menikah tuh, aku juga ikut dimintain pertanggung jawaban!"
"Bagus dong." Kening Aisha mengerut, apa bagusnya dimintain pertanggung jawaban oleh perbuatan yang tidak diperbuatnya?
"Jadi Lo punya bahan buat ditanyain sama malaikat. Hidup Lo kan lempeng kayak jalan tol. Nggak seru kan kalo langsung masuk surga. Lo jadi nggak liat malaikat sama nggak nyicipin neraka yang banyak artisnya."
Seakan tahu kegelisahan Aisha, King bergumam dengan masih memejamkan matanya di atas sprei hitam.
Aisha mendengus. "Kenapa aku harus nikah sama kamu sih? Apa ini jawaban sujud panjang ku? Kenapa aku sesial ini?"
"Ciye, udah dapat tiket nonton artis di neraka nih. Kan udah ngedumel di belakang suami tuh. Bagus, jadi ada dosa kan sekarang Lo."
Aisha yang geram menahan amarahnya dengan melotot sambil ingin mencekik leher King tanpa benar-benar melakukannya.
"Kalo perencanaan mencekik suami. Berapa banyak dosanya Aisha?"
Aisha tergelak ingin menangis. "King! Dari tadi kamu nyahut terus. Berarti kamu nggak tidur kan. Sekarang bangun, mandi, shalat!"
King memperdengarkan suara ngoroknya.
"King!" Aisha frustrasi. Dia menepuk pipi King dengan tangan telanjangnya. Sontak, King mengangkat kepalanya untuk menatap.
Mata legam Aisha sempat menemui manik biru suaminya. Dia sedikit bingung dengan tatapan lekat pemuda tampan itu. "Tangan kamu lembut banget."
King meraih tangan Aisha, sedikit lembab tapi empuk dan sangat lembut. Andai saja ada anti gores untuk kulit mulus istrinya King aka membelinya, takut rentan dengan goresan jika selembut ini.
Aisha mengernyit saat King meletakkan tangannya di bawah pipi. "Kamu mau aku bikinin sarapan nggak sih? Bangun deh."
King kembali menatap Aisha. "Kamu bisa?"
"Ya bisa," sahut Aisha cemberut. "Masak mie doang mah gampang."
King terkekeh. "Seumur hidup, Gue nggak pernah makan mie instan, jadi jangan ngada-ngada."
Aisha ternganga, sekte apa yang mengaku tidak pernah makan mie instan. Kasihan sekali, berarti di sepanjang hidup King tidak pernah berkeringat sambil memandang hujan.
"Kamu maunya apa emang? Sandwich? Aku mana tahu cara bikinnya!"
King menyengir. "Kalo cara cium bisa kan?"
"Apa hubungannya sih?" Aisha menarik tangannya secara paksa. Agaknya bicara King mulai menjurus ke mesum.
"Ya setidaknya bisa nyium lah biar pantes disebut istri." King gemas melihat Aisha menarik sudut bibirnya yang manis.
Tak peduli dengan suaminya yang modus, Aisha keluar kamar yang letaknya di lantai bawah, ia lalu berjalan menuju dapur yang sudah diramaikan oleh para asisten rumah tangga di mansion mertuanya.
Aisha terpelongo menatap ke semua orang yang tersenyum menyapa dirinya. Jujur dia sedikit kaget melihat kegiatan mereka.
Banyak orang ternyata di rumah ini. Ada yang tengah mengadon roti, ada yang membuat gorengan pastel, ada yang membuat dimsum, ada pula yang membuat nasi goreng.
Perasaan keluarga King tidak banyak. Hanya ada King, dua mertuanya, kemudian kakak ipar sekaligus tantenya yang sedang hamil; Khaira, dan terakhir Gus Emyr pamannya.
Tidak hanya mereka, karena jika ditilik ulang, rumah besar ini banyak penjaga dan para pelayannya. Yah, mungkin itu alasan mereka masak banyak.
"Nona mau sarapan?" tanya satu pelayan.
Aisha menggeleng menyengir. Dia malu kalau harus bilang ingin membuat sarapan sebagai tugas pertamanya menjadi seorang istri.
Ada satu pelayan yang peka. "Kalau tidak ada yang diperlukan lebih baik Nona kembali ke kamar Nona dulu saja. Takut terkena cipratan minyak."
Aisha mengangguk tersenyum. Gadis itu kembali ke kamarnya sesuai panduan dari para pegawai rumah ini. "Jadi aku tidak perlu masak kan?" gumamnya.
"Sayang...," Aisha tersentak mendapat tepukan di pundaknya yang barusan terangkat dua-duanya. "Apa sih, sayang sayang, geli dengernya, King!"
"Panggil aku Mas Sayang."
King meledek Aisha dengan meraba leher gadis itu dari luar jilbabnya. Seketika Aisha menggeleng geleng cepat karena kegelian.
"Kiiiiing!" Gadis itu menepis.
Disentuh lawan jenis, tentunya Aisha tak pernah bermimpi. Seumur dia hidup, Aisha jarang bertemu laki-laki yang bukan mahram apa lagi yang berani kurang ajar seperti King.
Mmmh ... Ralat, King suaminya, tentu tidak bisa dikatakan kurang ajar juga. Karena King sudah memiliki hak untuk menyentuhnya.
King tergelak-gelak, sekarang dunianya lebih berwarna. Ada Aisha yang akan berteriak seperti mainan boneka yang dicabut dotnya.
"Kita belum ritual morning kiss loh, Yank."