Delia tak pernah membayangkan hidupnya akan merana seperti ini. Di hari pernikahan adiknya, dia terpaksa duduk di pelaminan—bukan sebagai pendamping pengantin, tetapi sebagai pengantin itu sendiri. Adiknya menghilang tanpa jejak, meninggalkan Delia yang harus menikahi Reynan, pria yang diam-diam telah ia cintai selama bertahun-tahun. Pria yang hanya mencintai adiknya.
Demi kehormatan kedua keluarga, Delia mengorbankan hatinya dan memasuki pernikahan yang dibangun di atas kebohongan dan mimpi yang semu. Setiap tatapan dari Reynan adalah pengingat pahit bahwa dirinya bukan wanita yang diinginkan Reynan. Setiap momen bersama adalah siksaan, perjuangan tanpa akhir melawan kenyataan bahwa ia hanyalah peran pengganti dari wanita yang dicintai oleh suaminya.
Ketika Delia mulai mencoba menerima nasibnya, mimpi terburuknya menjadi kenyataan. Adiknya kembali, menghancurkan mimpi rapuh yang telah Delia perjuangkan dengan susah payah. Mampukah Delia terus berpura-pura kuat ketika setiap bagian dari dirinya telah hancur?
"Jika aku bisa memutar kembali waktu, aku takkan meminta kebahagiaan. Aku hanya ingin menghapus. Menghapus hari ketika aku bertemu denganmu, hari ketika aku mencintaimu, dan rasa sakit yang mengikutinya," Delia Permata.
Ini bukan cerita tentang kemenangan atau persaingan. Ini adalah kisah tentang cinta yang tak terbalas, tentang penderitaan yang sunyi, dan tentang luka yang tak pernah sembuh.
Sebagian hati hancur dalam sunyi; sebagian lagi pecah dengan suara yang begitu keras hingga tak mungkin diabaikan. Dan hati Delia telah hancur sejak hari dia berkata, "Aku bersedia."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perasaannya Sudah Hilang Untuk Diana
Matahari yang selalu terbit d ufuk timur dan kembali terbenam di ufuk barat. Hari silih berganti, bulan berlalu. Dan kehidupan tetap harus berjalan. Sudah tidak ada waktu untuk menyesali semuanya, sudah tidak ada waktu untuk terus mengingat masa lalu yang menyakitkan hati. Sebaiknya tetap menjalani hidup bagaimana semestinya.
"Del, besok kita pergi ke mal yuk. Gajian nih, kita senang-senang" ucap Ratih yang baru saja masuk ke dalam kamar setelah dia melihat dia mengambil minum.
"Aku malas Ra, sumpah pulang kerja itu melelahkan. Jadi lebih baik langsung pulang saja" ucap Delia yang sedang berbaring di atas tempat tidur.
Mendengar itu, Ratih menepuk kaki Delia yang sedang berselonjor itu. "Ayolah Del, kita itu harus banyak-banyak hiburan selagi masih muda. Biar tuanya gak keluyuran"
Delia tertawa mendengar itu, Ratih ini memang yang paling bisa membujuknya dengan segala hal cara yang dia punya. Tentu saja karena memang dirinya yang tidak mau pergi sendirian.
"Yaudah deh, sekarang kita tidur saja dulu. Besok kerja dan harus bangun pagi" ucap Delia yang langsung memeluk guling kesayangan yang selalu menemaninya tidur dengan nyaman.
Ratih tersenyum, dia segera naik ke atas tempat tidur dan langsung merebahkan tubuhnya di samping Delia. Menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Keduanya memejamkan mata dengan perlahan, setelah rasa lelah seharian ini dengan segudang pekerjaan.
Setiap hari keduanya hanya sibuk dengan pekerjaan yang ada. Tidak lagi memikirkan hal ini. Apalagi Delia, yang setiap harinya tidak pernah memikirkan tentang hal lain selain bekerja dan bekerja. Ya, memang seperti itu yang ada. Karena memang mau bagaimana pun, Delia ingin melupakan semuanya. Tentang masa lalu yang ada. Meski sudah 6 bulan berlalu sejak perceraiannya dengan Reynan.
Pagi ini mereka sudah memulai hari dengan semangat. Seperti hari biasanya yang selalu semangat, bekerja dan bekerja. Dan ketika sore hari adalah waktunya untuk pulang, barulah Ratih dan Delia pergi ke mal hanya untuk bersenang-senang saja. Benar-benar hanya untuk bersenang-senang, setelah penat seharian ini terus bekerja.
"Kamu mau beli apa Del?" tanya Ratih saat mereka baru saja memasuki mal.
"Entahlah, aku memang tidak ada tujuan yang mau dibeli sekarang ini" ucap Delia, sebenarnya bukan tidak ada. Namun hal tidak terlalu penting dan bukan untuk kebutuhannya, maka dia tidak akan mementingkan untuk membelinya.
"Oh ya, untuk storan rumah dan lisrik sudah aku transfer ya" ucap Ratih lagi.
Delia mengangguk, keduanya memang membayar setiap kebutuhan rumah berdua. Mungkin hanya tentang makanan dan keperluan dapur yang Delia penuhi sendiri. Karena dia tinggal bersama dengan Ibu, sementara Ratih hanya seorang diri.
Dua jam berlalu, mereka hanya melihat-lihat saja. Meraba jika memang ada yang menarik, tapi tidak jadi membelinya. Hanya mampir di Restaurant dan makan saja. Berakhir dengan segera pulang, namun keduanya senang saja meski tidak membeli apapun. Karena setidaknya keduanya bisa sedikit saja menghilangkan penat.
Delia menatap dua gantungan ponsel berbentuk love jika disatukan dan akan langsung menyala kerlap-kerlip. Tapi jika di pisah hanya sebelah hati saja dan tidak menyala.
"Kenapa kau membeli dua?" tanya Ratih yang penasaran dengan yang dibeli oleh Delia.
"Ya karena jika hanya membeli satu, tidak akan menyala" jawab Delia santai.
Benar juga si. Ratih hanya bergumam dan tidak lagi bertanya. Dia menatap cassing ponselnya yang baru. Datang ke mal sebesar ini, keduanya hanya membeli cassing ponsel dan gantungan saja. Sungguh aneh.
*
Reynan baru saja pulang dari tempat bekerjanya. Sudah dua hari dia berada di luar kota karena memang sedang menyelesaikan proyek disana. Dan hari ini dirinya baru saja pulang.
"Rey, sudah pulang" sapa Diana yang sedang duduk di sofa bersama dengan Ibu Dian.
Reynan mengangguk, dia tidak terlalu banyak bicara pada istrinya maupun Ibunya. Reynan yang sekarang benar-benar sudah berubah, tidak ada lagi Reynan yang ramah dan hangat. Reynan segera masuk ke dalam kamar yang diikuti oleh istrinya juga. Diana yang bermaksud ingin membantu Reynan untuk melepas kemeja yang dipakainya, tapi suaminya itu malah langsung menghindar.
"Kenapa Rey? Padahal sudah 4 bulan pernikahan kita ini. Kenapa kamu masih terus seperti ini"
Kali ini Diana yang mulai lelah dan ingin bertanya ingin seperti apa suaminya ini kedepannya tentang pernikahan ini. Bahkan Reynan sekarang juga tidak pernah banyak berbicara. Hampir tidak pernah berbicara jika tidak Diana yang memulai pembicaraan. Bagaimana Diana bisa bertahan dengan pernikahan seperti ini.
"Memangnya apa yang kamu harapkan, Di? Perasaan aku padamu sudah hilang sejak kamu pergi di hari pernikahan kita. Lalu untuk apa aku bersikap layaknya seorang suami yang menyayangi istrinya, jika aku sendiri tidak mempunyai perasaan apapun padamu" ucap Reynan, dia menjatuhkan tubuh lelahnya di atas sofa.
Diana menghembuskan nafas pelan, mungkin memang itu alasan Reynan yang begitu berubah sikap sekarang ini. Tentu saja dirinya yang tidak tahu harus memberikan sebuah pengertian dan perhatian seperti apalagi agar Reynan bisa kembali bersikap hangat padanya.
"Maafkan aku soal hal itu Rey, kamu juga tahu apa alasannya" ucap Diana.
Reynan tersenyum tipis, dia menatap Diana yang saat ini sedang berdiri di depannya. "Apa karena alasan yang belum siap, pantas untuk meninggalkan acara pernikahan kita waktu itu?"
Rasanya Reynan ingin menertawakan dirinya sendiri. Karena waktu Diana kembali waktu itu, dia tidak mempunyai pikiran seperti ini. Reynan yang bodoh langsung percaya begitu saja pada alasan Diana meninggalkan pernikahan mereka waktu itu.
"Sudahlah, sekarang aku sedang malas berdebat. Kamu tidur dan istirahat saja. Aku mau mandi dulu" ucap Reynan yang langsung berlalu ke kamar mandi.
Reynan berendam di dalam bak mandi dengan pikirannya yang sedikit kacau. Bahkan dia juga bingung harus bagaimana menyikapi hidupnya sendiri yang semakin kesini, sudah semakin kacau.
"Dalam waktu 6 bulan, aku bisa jatuh cinta pada Delia dan perasaan aku pada Diana hilang begitu saja. Tapi kenapa sekarang berbeda, ketika sudah 4 bulan berlalu, kenapa aku tidak bisa mencintai Diana lagi. Bahkan perasan simpati pun seolah hilang begitu saja"
Reynan yang kebingungan dengan semua ini. Bahkan dirinya tidak tahu kenapa perasaannya pada Delia bisa bertahan selama ini dan malah semakin tumbuh besar.
Reynan segera menyelesaikan mandinya, dia mengganti pakaian dan segera keluar dari ruang ganti. Menatap Diana yang sudah tidur dengan membelakanginya. Entah memang sudah benar-benar tidur atau tidak. Namun Reynan jelas tidak mau memperdulikannya. Dia mengambil bantal di atas tempat tidur itu dan segera tidur di sofa. Bahkan selama pernikahan ini keduanya tidak pernah tidur bersama di atas tempat tidur yang sama.
Diana menghela nafas pelan, dia mengelus perutnya yang membuncit dengan segala perasaannya yang sedang kacau saat ini. Aku sedang tidak baik-baik saja saat ini. Tapi aku harus tetap baik demi anak dalam kandunganku ini. Maafkan Mama ya Nak, karena sudah membuat kamu ikut bersedih dengan keadaan kita saat ini.
*