"Tlembuk" kisah tentang Lily, seorang perempuan muda yang bekerja di pasar malam Kedung Mulyo. Di tengah kesepian dan kesulitan hidup setelah kehilangan ayah dan merawat ibunya yang sakit, Lily menjalani hari-harinya dengan penuh harapan dan keputusasaan. Dalam pertemuannya dengan Rojali, seorang pelanggan setia, ia berbagi cerita tentang kehidupannya yang sulit, berjuang mencari cahaya di balik lorong gelap kehidupannya. Dengan latar belakang pasar malam yang ramai, "Tlembuk" mengeksplorasi tema perjuangan, harapan, dan pencarian jati diri di tengah tekanan hidup yang menghimpit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17: Meet-Up Tlembuk di Seruling Mas
Akhirnya, hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Meet-up pertama grup Tlembuk dilaksanakan di Taman Rekreasi Margasatwa Banjarnegara, atau yang lebih dikenal dengan nama Seruling Mas. Dinda dan Lily tiba lebih awal untuk mempersiapkan segalanya, dari makanan ringan hingga beberapa permainan untuk memecah kebekuan di antara anggota baru.
Setibanya di lokasi, mereka terkejut melihat jumlah orang yang hadir. “Gila, Din! Ini bener-bener ramai!” seru Lily, sambil melirik ke arah kerumunan yang sudah berkumpul.
“Banyak banget, ya? Sampai tujuh puluh orang!” Dinda menjawab, matanya berbinar melihat semangat anggota grup. Mereka semua tampak antusias, bercengkerama sambil menikmati suasana taman yang asri dan sejuk.
Para tlembuk terlihat mengenakan pakaian santai dan ceria, beberapa di antaranya membawa banner kecil bertuliskan "Tlembuk Squad" yang menggantung di antara pepohonan. Suasana di taman itu terasa hangat dan penuh energi. Obrolan intim mulai terdengar di antara para anggota yang saling mengenal.
“Eh, siapa yang mau main permainan pertama?” seru Dinda sambil mengangkat tangan.
“Saya! Saya!” teriak beberapa orang, menunjukkan antusiasme mereka. Lily tersenyum, melihat betapa menyenangkannya pertemuan ini.
Dinda dan Lily mulai menjelaskan beberapa permainan yang telah mereka siapkan. “Kita mulai dengan permainan ice breaking, ya! Nama permainan ini ‘Kenyang dan Lapar’. Di sini, setiap orang harus menyebutkan nama dan satu makanan favorit mereka. Yang berikutnya harus mengulang nama dan makanan semua orang sebelumnya, lalu menambahkan makanan baru!”
Kerumunan mulai berkumpul dan permainan pun dimulai. Suara tawa dan teriakan menggema di antara pepohonan. “Aku mulai! Nama aku Rina, dan makanan favorit aku adalah sushi!” seru seorang wanita dengan rambut panjang.
“Rina suka sushi!” Dinda melanjutkan. “Nama aku Dinda, dan makanan favorit aku adalah pizza!”
Setelah beberapa putaran, permainan ini ternyata menjadi salah satu cara yang efektif untuk membangun kedekatan antar anggota. Semua orang mulai berbagi tawa dan cerita tentang pengalaman kuliner mereka, sambil saling menggoda dan bercanda.
Setelah permainan itu selesai, Lily mengambil alih dan mengusulkan permainan lain. “Oke, sekarang kita main truth or dare! Siapa yang mau mulai?”
Suara gemuruh kegembiraan mengisi udara. Beberapa orang langsung mengangkat tangan mereka. Permainan ini membuat suasana semakin intens dan intim. Mereka semua saling bertanya, saling menantang satu sama lain untuk melakukan hal-hal konyol yang membuat mereka tertawa terbahak-bahak.
Di tengah keseruan, Dinda mengajak beberapa orang untuk berbagi pengalaman menjadi tlembuk. “Siapa yang mau cerita pengalaman paling lucu atau konyol saat jadi tlembuk?”
Salah satu anggota bernama Mira angkat bicara, “Aku pernah diorder untuk pergi ke sebuah pesta, dan ternyata mereka menyuruhku untuk berpura-pura jadi pacar salah satu dari mereka. Di tengah acara, mantan pacarnya datang dan… semuanya jadi berantakan! Hahaha!”
Semua orang terbahak-bahak mendengar cerita itu. Lily yang mendengar cerita ini tidak mau kalah. “Aku juga punya cerita! Waktu itu aku diorder oleh seorang cowok, dan dia malah mengajak teman-temannya untuk nonton bareng! Bayangin, aku jadi pusat perhatian di tengah mereka. Rasanya kayak pertunjukan langsung!”
Cerita demi cerita terus mengalir, dan suasana semakin hangat. Mereka saling berbagi, saling mendukung, dan yang paling penting, mereka tertawa bersama.
Setelah beberapa saat, Dinda merasakan momen itu sangat berarti. “Aku sangat senang bisa berkumpul dengan kalian semua. Ini adalah pengalaman pertama kita, dan aku berharap ini bukan yang terakhir!”
“Setuju! Kita harus buat acara ini jadi rutin!” seru salah satu anggota lainnya.
Lily kemudian mengusulkan untuk berfoto bersama. “Yuk, kita ambil foto bareng! Ini momen bersejarah untuk grup Tlembuk!” Semua setuju dan berbondong-bondong berkumpul untuk berfoto. Mereka berpose dengan gaya konyol dan penuh tawa, menciptakan kenangan yang tak akan terlupakan.
Setelah berjam-jam bersenang-senang, Dinda dan Lily merasa sangat puas. “Aku tidak menyangka kita bisa mengumpulkan begitu banyak orang dan membuat suasana seperti ini,” ujar Lily.
“Iya, ini luar biasa! Kita harus berterima kasih pada semua orang yang sudah bergabung dan membuat acara ini jadi spesial,” balas Dinda.
Di tengah suasana ceria, petugas taman Rekreasi mulai memperhatikan kerumunan yang cukup ramai. Ia melihat sekumpulan cewek dengan pakaian yang mencolok dan menggoda, bergoyang dan tertawa riang.
“Lho, ini cewek-cewek ngapain ya? Banyak banget!” gumam petugas itu sambil menggelengkan kepala, seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Beberapa pengunjung lain juga mulai memperhatikan, heran dengan aksi para “tlembuk” yang tampak sangat menikmati momen bersama. Dinda dan Lily yang berada di barisan depan pun tak luput dari perhatian. Dinda mengenakan tank top yang sedikit ketat dan celana pendek, sedangkan Lily tampil menawan dengan crop top dan rok mini yang memperlihatkan kaki jenjangnya.
“Wajar lah, mereka kan tlembuk!” jawab salah seorang pengunjung kepada temannya, sambil tertawa. “Tlembuk itu kan identik dengan gaya hidup bebas dan penuh warna!”
Petugas taman pun menggelengkan kepala lagi, bingung sekaligus terhibur melihat betapa cerianya kelompok ini. “Tapi, apa sih yang mereka lakukan di sini?”
Sementara itu, di antara tawa dan obrolan, Dinda menyadari perhatian yang tertuju kepada mereka. “Eh, Lil, kita jadi sorotan nih!”
“Lihat tuh, mereka pada ngeliatin kita,” jawab Lily sambil tertawa. “Tapi kita emang cantik-cantik dan seru, jadi wajar kan?”
Mereka pun memutuskan untuk lebih menonjolkan diri dengan mengangkat banner "Tlembuk Squad" dan berpose sambil melambai-lambaikan tangan kepada orang-orang yang melihat. “Yuk, kita bikin acara ini lebih meriah!” seru Dinda.
Kerumunan semakin ramai, dan Dinda dan Lily memimpin beberapa gerakan dance sederhana yang bisa diikuti semua orang. “Ayo, semua! Kita goyang bareng!”
Kebersamaan mereka menciptakan suasana yang semakin hidup. Semua peserta menyatu dalam irama musik yang diputar dari ponsel Dinda, menari-nari di antara pepohonan.
Petugas taman akhirnya tidak bisa menahan tawa. Ia mengamati bagaimana para cewek ini benar-benar menikmati waktu mereka, dan walaupun terlihat sedikit berlebihan, ia merasa senang melihat kebahagiaan mereka.
“Ya sudah, biarkan mereka bersenang-senang,” pikir petugas taman sambil tersenyum. “Selama tidak mengganggu yang lain, saya rasa tidak masalah.”
Sementara itu, setelah sesi menari yang penuh semangat, Dinda mengusulkan untuk melanjutkan pertemuan dengan sesi sharing pengalaman lagi. “Oke, sekarang siapa yang mau bercerita tentang pengalaman paling konyol mereka saat menjadi tlembuk?”
Dengan bersemangat, beberapa orang mengangkat tangan. Ada yang bercerita tentang kejadian lucu saat bertemu klien, ada pula yang menceritakan kisah unik tentang teman-teman mereka yang tidak tahu bahwa mereka adalah tlembuk.
“Jadi, aku pernah ketemu sama temanku di mall, dan dia tidak mengenaliku! Dia bahkan ngajak aku foto, dan aku harus pura-pura jadi orang biasa. Rasanya lucu banget!” seorang cewek bernama Mira bercerita. Semua orang tertawa mendengar kisahnya.
Dinda menambahkan, “Aku juga pernah! Dulu, pas aku di order, aku tidak bawa makeup sama sekali. Klienku sampai tidak mengenali aku waktu datang!”
Keributan dan canda tawa terus mengalir di antara mereka. Saat itu, Dinda dan Lily merasa sangat bangga bisa mengorganisir acara ini dan melihat betapa antusiasnya semua orang.
“Satu-satunya hal yang kurang adalah makanan!” seru Dinda, mengingatkan. “Kita harus segera pesan sesuatu!”
Beberapa orang mulai menawarkan diri untuk berbagi makanan dan minuman. Dengan cepat, mereka merencanakan untuk memesan makanan dari beberapa warung terdekat yang terkenal enak.
“Jangan khawatir, aku punya kontak beberapa penjual makanan enak di sini!” kata salah satu anggota sambil mengeluarkan ponselnya.
“Wah, kita benar-benar tidak akan kelaparan!” Lily menambahkan sambil tersenyum lebar.
Petugas taman yang semula heran kini ikut terbawa suasana, bahkan menawarkan bantuan untuk mencari tempat yang lebih nyaman bagi mereka. “Kalau mau, bisa ke area yang lebih luas di belakang. Di sana lebih teduh dan bisa lebih santai,” ujarnya dengan ramah.
“Wah, makasih ya, Mas!” seru Dinda dengan ceria.
Mereka pun mulai mengatur pergeseran lokasi ke area yang lebih luas, dan semua tampak bersemangat. Dalam perjalanan ke tempat baru, Dinda dan Lily merasakan momen berharga ini semakin kuat.
“Ini adalah awal dari sesuatu yang luar biasa, Din,” kata Lily dengan semangat. “Aku bisa merasakan ini akan jadi komunitas yang solid!”
Dengan semangat baru, mereka melanjutkan pertemuan, menyajikan lebih banyak cerita, tawa, dan keakraban yang semakin menguatkan persahabatan di antara mereka.