Mika, seorang wanita yang dulunya gemuk dan tidak percaya diri, sering menjadi korban bullying oleh geng wanita populer di SMA. Dihina karena penampilannya, ia pernah dipermalukan di depan seluruh sekolah, terutama oleh Dara, ketua geng yang kini telah menikah dengan pria idaman Mika, Antony. Setelah melakukan transformasi fisik yang dramatis, Mika kembali ke kota asalnya sebagai sosok baru, sukses dan penuh percaya diri, tapi di dalam dirinya, dendam lama masih membara. Kini Mika bertekad untuk menghancurkan hidup Dara, gengnya, dan merebut kembali Antony, cinta masa lalunya, dengan cara yang jauh lebih kejam dan cerdas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kehadiran Tak Terduga
Pagi itu, Mika duduk di depan laptopnya, menatap layar dengan alis berkerut. Pesan-pesan komplain dari pelanggan terus berdatangan—ada yang mengeluh barang terlambat, ada yang salah kirim, dan beberapa bahkan meminta pengembalian dana.
"Ini enggak bisa dibiarkan, semua kacau sejak aku pindah," gumam Mika sambil menghela napas panjang, frustasi. Ia menyadari betul, fokusnya yang terpecah antara balas dendam dan adaptasi di kota baru membuat bisnis kosmetiknya terbengkalai.
Di sudut ruangan, barang-barang baru dalam kardus besar menumpuk, kiriman produk dari kota lamanya. “Aku enggak mungkin urus ini sendiri.” Mika meraih ponselnya dan mulai mencatat, merencanakan perekrutan karyawan agar bisnisnya bisa kembali berjalan lancar.
Setelah sarapan seadanya, Mika membuka catatan bisnisnya. Membuat daftar pekerjaan yang harus segera ditangani:
-Rekrut karyawan
-Bangun tim distribusi dan customer service
-Atur ulang promosi online
Mika mengetik pengumuman lowongan kerja di sosial media. "Harus cari yang cepat belajar dan bisa diandalkan," batinnya. Setelah itu, ia mengecek gudang kecil di belakang rumahnya, memastikan semua stok kosmetik yang baru datang tersimpan rapi.
Saat sibuk mengatur stok, ponselnya kembali bergetar. Ada beberapa pesan baru dari pelanggan—beberapa komplain lagi. Tapi yang paling menarik perhatiannya adalah pesan dari Antony.
"Good morning, gorgeous. Apa hari ini kita bisa ketemu lagi?"
Mika menggigit bibirnya, antara tergoda dan pusing. Ia tahu harus fokus pada bisnisnya, tapi membiarkan Antony menunggu bisa mengganggu rencananya mendekati pria itu.
"Nanti aku kabari, aku lagi banyak kerjaan," balas Mika cepat, sambil berusaha mengabaikan bayangan senyum Antony dari pertemuan mereka sebelumnya.
Pagi itu, Mika mengunggah iklan lowongan kerja di akun Instagram-nya."Dibutuhkan karyawan untuk membantu pengelolaan bisnis. Cepat belajar, jujur, dan cekatan. Lokasi: Citra Agung." Ia menambahkan beberapa detail dan nomor kontak untuk lamaran. Setelah memposting, Mika merasa sedikit lega. "Semoga cepat ada yang cocok."
Namun, tak butuh waktu lama bagi pesan masuk di ponselnya untuk berdering. Raka rupanya melihat story tersebut dan langsung menghubunginya.
Raka: "Mik, aku lihat kamu cari karyawan. Aku bisa bantu, kok. Gimana kalau beberapa karyawan aku pindahin sementara ke tempat kamu?"
Mika tertegun membaca pesan itu. “Raka selalu saja seperti ini, terlalu baik.” Sebuah perasaan bersalah muncul di hatinya—ia tahu, Raka tidak sekadar peduli soal bisnis. Tapi ia tak bisa memberi harapan lebih.
Mika: "Raka, aku bisa urus ini sendiri. Enggak perlu repot-repot. Thank you, ya."
Namun, Raka tidak menyerah. Tak lama kemudian, ponselnya berdering lagi, kali ini telepon langsung.
"Halo, Raka," jawab Mika, mencoba terdengar biasa.
"Mik, serius, aku cuma mau bantu," ujar Raka di seberang. "Di kantor, aku punya tim yang sekarang enggak terlalu sibuk. Kalau kamu butuh mereka sementara, itu enggak masalah buat aku."
Mika menggigit bibirnya, merasa bingung. Ini tawaran yang sangat menarik. Dengan bantuan itu, ia bisa fokus mengatur strategi bisnis dan rencana pribadinya tanpa terlalu stres.
"Kenapa kamu baik banget sama aku?" tanya Mika tiba-tiba, tanpa sadar suaranya melembut.
Raka terdiam sejenak, lalu berkata, "Karena aku peduli sama kamu, Mika. Enggak ada alasan lain."
Mika menatap keluar jendela, hatinya bergejolak. Perasaan hangat menyelinap di antara ambisinya. Namun, ia tahu bahwa fokus utamanya tetap Antony dan balas dendamnya kepada Dara. Terlalu banyak melibatkan Raka bisa berisiko mengacaukan segalanya.
"Baiklah, Raka. Kalau memang enggak merepotkan, aku terima bantuanmu," ucap Mika akhirnya. "Tapi aku enggak janji ini akan lama."
"Sip! Aku atur semuanya, besok mereka langsung datang," jawab Raka dengan nada riang. "Kalau kamu butuh apa-apa lagi, tinggal bilang."
"Makasih, Raka," ucap Mika dengan tulus, meski dalam hati ia tahu—semakin dalam Raka terlibat, semakin rumit segalanya.
***
Keesokan harinya, Raka datang langsung ke rumah Mika bersama tiga orang karyawan yang akan membantunya. Mereka adalah Mela, Dion, dan Riko—semua tampak muda dan energik. Mika menyambut mereka dengan senyum penuh rasa syukur.
"Terima kasih banyak, Raka. Aku beneran enggak tahu gimana harus balas kebaikan kamu," ucap Mika tulus.
Raka mengangkat bahu sambil tersenyum.
"Santai aja, Mik. Aku cuma mau bantu kamu sukses."
Mika menunjukkan area kerjanya di rumah dan menjelaskan tugas-tugas yang harus mereka kerjakan, terutama pengelolaan stok kosmetik dan pemrosesan pesanan. Para karyawan mendengarkan dengan serius, namun hanya Mela yang sesekali melirik Raka, mengerti isyarat tersembunyi yang diberikan padanya sebelumnya.
Sebelum datang ke rumah Mika, Raka sudah memberikan instruksi khusus kepada Mela.
"Kamu bantu Mika dengan baik, tapi aku butuh satu hal lagi," ujar Raka saat mereka masih di mobil. "Pantau dia, dan kasih aku update soal apa pun yang dia lakukan. Kalau ada hal yang mencurigakan, langsung kabari aku."
Mela menatap Raka dengan serius. "Baik, Kak. Saya akan pastikan semuanya berjalan lancar."
Raka mengangguk. Ia tahu Mika adalah sosok yang tangguh dan mandiri, tapi ia tidak ingin ada sesuatu yang buruk menimpa perempuan itu. Meski niatnya baik, ia sadar bahwa perasaan yang mulai tumbuh dalam dirinya membuatnya lebih protektif daripada seharusnya.
***
Sore itu, setelah semua pekerja mulai beradaptasi dengan tugas masing-masing, Mika merasa sedikit lega. "Akhirnya bisnis ini bisa jalan lagi," pikirnya sambil melihat tumpukan barang yang mulai rapi diurutkan oleh Mela dan kawan-kawannya.
Saat Raka pamit untuk pulang, Mika menemaninya hingga ke gerbang.
"Raka, aku beneran enggak nyangka kamu bisa sebaik ini sama aku," ucap Mika dengan senyum tipis. "Aku harap aku enggak ngerepotin kamu."
"Kamu enggak pernah jadi repot buat aku, Mika," jawab Raka sambil menatapnya dalam. Untuk beberapa detik, suasana menjadi canggung, tapi ada sesuatu dalam tatapan Raka yang membuat Mika merasa... aman.
"Kalau ada apa-apa, langsung kabari aku, ya," tambah Raka.
"Iya, pasti," jawab Mika lembut. Namun, begitu Raka melangkah pergi, Mika kembali ke mode waspadanya.
Di dalam rumah, Mela berbaur dengan tugas-tugas sehari-hari. Tapi, sesekali, ia memperhatikan gerak-gerik Mika—dari cara dia menerima telepon hingga notifikasi pesan di ponselnya. Setiap kali Mika berbicara atau mengetik pesan, Mela mencatat detail kecil yang bisa berguna untuk dilaporkan ke Raka.
"Aku hanya perlu fokus dan sabar," pikir Mela. "Tugas utama ini enggak boleh ketahuan sama Mika."
***
Pagi itu, Setelah mengantar Alea ke sekolah, Dara tidak langsung pulang ke rumah. Pikirannya dipenuhi rasa curiga. Antony semakin sering pulang larut malam dengan alasan pekerjaan dan malam itu Antony tidak pulang dengan alasan yang sama dan meski Bima selalu memberikan alasan yang masuk akal, intuisi Dara berkata ada sesuatu yang disembunyikan.
Pagi itu, Dara memutuskan untuk datang ke kantor Antony secara mendadak. Ia ingin melihat langsung apa yang suaminya kerjakan.
Begitu tiba di kantor Antony, Dara melangkah anggun dengan pakaian formalnya, mengundang tatapan dari beberapa pegawai. Ia menuju meja resepsionis dan memperkenalkan diri.
"Saya Dara, istri Pak Antony. Bisa tolong panggilkan Bima?"
Tak lama kemudian, Bima muncul dengan ekspresi sedikit terkejut. "Bu Dara? Ada yang bisa saya bantu?"
"Antony di mana?" tanya Dara langsung, tatapannya tajam.
Bima memasang senyum profesional. "Maaf, Bu. Pak Antony sedang rapat dengan klien."
Dara menyipitkan mata, mencoba menangkap tanda-tanda kebohongan.
"Rapat di mana? Aku mau lihat sendiri," ucapnya tegas.
Bima berusaha tenang meskipun merasa terpojok. "Maaf, Bu, ini klien dari luar negeri. Pertemuan diadakan di luar kantor, supaya lebih privat."
Dara mendengus pelan, menahan emosi yang mulai mendidih.
"Kenapa kamu selalu bisa memberikan jawaban sempurna setiap kali aku tanya soal Antony?"
Bima tetap tersenyum, meskipun dalam hatinya ia gugup. Antony telah memberinya peringatan sebelumnya: “Kalau Dara datang, kamu harus bisa tutupi semuanya.”
"Itu memang tugas saya, Bu. Pak Antony sudah mempercayakan saya untuk mengatur jadwal dan pertemuan pentingnya."
Dara menatap tajam pria itu. "Dan kamu benar-benar yakin dia sibuk dengan klien saat ini?"
udah ada yang jelas dan bener-bener tulus malah diabaikan tapi masih mengharapkan suami orang...🤦
suami orang lebih menantang kali ya ..😅
apa autor bikin kejutan
di i tunggu kejutannya thorrr
tapi bagi Antony kamu bukan apa-apa. hanya wanitanya yang ke sekian. kamu hanya dianggap murhn.
bukannya bisa balas dendam, tapi justru kamu jadi budk nfsu Antony.
yang ada malah makin menyediakan tau...
nggak nyangka banget Antoni kayak gitu. suka celap-celup sana sini..
tuh mika, laki-laki yang kamu harapkan ternyata buaya..
kamu masih mengharapkan Antony... nyerahin segalanya buat Antony...
curiga jangan-jangan Antony punya hubungan sama Nisa...