Kisah tentang tiga anak indigo yang berjuang demi hidup mereka di dalam kiamat zombie yang tiba tiba melanda dunia. Mereka mengandalkan kemampuan indigo mereka dan para hantu yang melindungi mereka selama mereka bertahan di tempat mereka, sebuah rumah angker di tengah kota.
Tapi pada akhirnya mereka harus meninggalkan rumah angker mereka bersama para hantu yang ikut bersama mereka. Mereka berpetualang di dunia baru yang sudah berubah total dan menghadapi berbagai musuh, mulai dari arwah arwah penasaran gentayangan, zombie zombie yang siap menyantap mereka dan terakhir para penyintas jahat yang mereka temui.
Genre : horror, komedi, drama, survival, fiksi, misteri, petualangan.
Mohon tinggalkan jejak jika berkenan dan kalau suka mohon beri like, terima kasih sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mobs Jinsei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 35
“Braaak,” “Mba Ajeng,” teriak Reno dan Dewi setelah membuka pintu dengan kencang.
Ajeng yang sedang duduk di mejanya sambil bermain dengan Budi yang ada di dalam boneka, langsung melompat kaget dan menepuk nepuk dadanya karena kaget, boneka di depannya pun menoleh melihat Reno dan Dewi. Ajeng melihat Reno dan Dewi yang terlihat panik dan ngos ngosan di depan pintu, dia lansung menghampiri keduanya,
“Ada apa ?” tanya Ajeng.
“Ikut aku mba,” ujar Dewi sambil menarik tangan Ajeng.
“Eh...tunggu, mau kemana ?” tanya Ajeng bingung.
“Ikut dulu mba, aku bawain mas Budi,” jawab Reno.
Reno berlari ke meja dan menyambar boneka, kemudian menyusul Dewi yang sudah menarik Ajeng keluar dari kantornya, mereka berlari ke gedung belakang dan membuka pintunya, “prang,” terdengar suara piring pecah dan mereka melihat kerumunan di dalam. Ketika Ajeng ingin menghampiri kerumunan,
“Sini mba, jangan kesana,” Dewi menarik tangan Ajeng.
“Eh tapi...ada apa itu ?” tanya Ajeng.
“Udah mba, nurut aja dulu,” jawab Reno mendorong Ajeng dari belakang sambil mengepit boneka.
Mereka memutar menghindari kerumunan di belakang, kemudian keluar dari pintu samping. Setelah keluar, Dewi melepaskan tangan Ajeng dan terdiam,
“Trus mau kemana ?” tanya Ajeng.
“Aduh...aku liat dia keluar kesini...trus...aku ga tau,” jawab Dewi.
Reno yang sedang mengepit boneka tiba tiba merasakan bonekanya bergerak gerak, dia menoleh melihat boneka nya sedang melihat dirinya dan menunjuk ke arah Ajeng. Reno mengembalikan bonekanya kepada Ajeng yang tiba tiba langsung mengetuk pipi Ajeng.
“Hah...beneran mas ?” tanya Ajeng kaget.
“Apa katanya mba ?” tanya Reno.
“Kata mas Budi, ada zombie di belakang gedung, ayo kita cek,” jawab Ajeng.
Ajeng mencabut pistol dari pinggangnya dan berjalan ke arah belakang gedung melalui rerumputan yang tinggi. Reno dan Dewi mengikuti Ajeng dari belakang, ketika mereka sampai di ujung dan berbelok ke area di belakang gedung, Reno dan Dewi terkesiap kaget, karena mereka melihat hantu dua orang gadis dan seorang pria berdiri di depan sebuah gudang kecil tepat di belakang gedung yang sepertinya di pakai untuk menyimpan alat alat olah raga yang di pakai para narapidana untuk berolah raga di dalam gedung.
Ketiga hantu itu menoleh melihat ke arah Reno, Dewi dan Ajeng kemudian tersenyum, tapi Reno dan Dewi langsung saling berpelukan karena di antara tiga hantu itu, mereka mengenal hantu pria yang memakai pakaian tentara,
“Mas Lukman,” ujar Reno.
“Apa ? kamu bilang apa ?” tanya Ajeng kaget.
“Mas Lukman mba, dia sudah jadi hantu di depan,” jawab Dewi.
“A..apa ? aku tau dia hilang sejak minggu lalu...tapi masa sih, aku tidak lihat apa apa,” balas Ajeng.
“Pluk...pluk,” boneka yang duduk di pundak Ajeng kembali mengetuk ngetuk pipinya, Ajeng melepaskan pistolnya dan tangannya menutup mulutnya,
“Mas Lukman sudah....” ujar Ajeng.
Boneka kembali mengetuk pipi Ajeng dan menunjuk ke arah gudang, Ajeng mengangguk kemudian dia berjalan sambil mengacungkan pistolnya ke depan mendekati gudang di ikuti oleh Reno dan Dewi. Ketika di depan gudang, “groooo,” samar samar ketiganya mendengar erangan dari dalam. Reno dan Dewi melihat ketiga hantu di sekitar mereka sedang menatap ke pintu gudang,
“Bu..buka Mba,” ujar Reno.
“Iya, kalian siap siap ya,” balas Ajeng.
“Klek,” Ajeng menarik gagang pintu ke bawah, “krieek,” dia menarik pintunya dan langsung menodongkan pistolnya ke depan. Ajeng, Reno dan Dewi langsung mundur menjauh kemudian ke pagar kawat dan “oeeeeek,” ketiganya langsung mengeluarkan isi perut mereka, karena di dalam mereka melihat zombie dua orang gadis dan zombie mas Lukman yang di rantai di bagian leher mereka sampai membuat mereka meronta dengan daging berjatuhan dari tubuh mereka. Seluruh lantai tergenang darah kental dan aroma yang keluar dari dalam gudang sungguh luar biasa busuknya.
“Si..siapa yang berbuat seperti ini...gila,” ujar Ajeng sambil terengah engah di samping.
“Aku...tau siapa, sebentar lagi dia kesini, oh ya di mimpi, Toni juga jadi zombie yang menyerang masuk ke dalam,” ujar Dewi sambil melirik Reno dan membersihkan mulutnya.
“Toni ? kalau gitu orang yang melakukan ini....”
“Hei, mau apa kalian disini ?” belum selesai Reno berbicara, ketiganya mendengar suara seorang pria di belakang mereka.
Ketiganya menoleh dan melihat Ervan bersama Toni sudah berdiri di belakang mereka, Ajeng langsung berdiri tegak dan menodongkan pistolnya kepada Ervan yang juga langsung mengangkat kedua tangannya. Toni yang melihat Ajeng menodongkan pistolnya juga mengangkat tangannya, tapi tiba tiba Ervan berdiri di belakang Toni dan membekuk Toni, dia mengambil sesuatu dari kantung celana nya. Ajeng, Reno dan Dewi kaget karena di tangan Ervan, dia memegang sebuah jarum suntik dan menempelkannya ke leher Toni.
“Apa apaan ini kak Ervan,” teriak Toni.
“Diem lo, (menoleh melihat Ajeng, Reno dan Dewi) kalian sudah tau rahasia gue, tidak mungkin gue biarkan kalian hidup,” ujar Ervan.
“Lepaskan dia,” teriak Ajeng.
“Ren...Wi...tolong gue,” ujar Toni memelas.
“Rupanya elo biang keroknya ya, lo anak buah Yohan ternyata,” ujar Reno sambil melihat Ervan.
“Hah...apa maksud lo gue anak buah om Yohan, asal lo tau ya, om Yohan rekanan bokap gue dan sahamnya masih di bawah bokap gue, jabatan dia jelas di bawah bokap gue dan gue jelas bos dia, paham lo,” teriak Ervan.
“Kenapa lo melakukan ini ?” teriak Dewi.
Ervan menoleh melihat Dewi yang mengintip dari balik Reno dan memegang lengannya, dia tersenyum sinis,
“Kalau lo mau jadi bini gue, gue berenti, orang orang di sini belagu semuanya, kalian pikir kalian siapa, cewe yang gue bawa dari ui aja jadi ga nurut ama gue gara gara kalian, mereka udah jadi zombie di sana hahahaha,” ujar Ervan.
“Hah...lo mikir apa ? lo ga tau situasi kita seperti apa ? kota ini sudah hancur, seluruh orang jadi zombie, kita harusnya bersyukur kita masih bisa selamat (berpikir sejenak) berarti yang ngancurin pos penyelamatan di salemba lo juga ya ?” tanya Reno.
“Tentu saja gue, tapi ga ada yang tau, semua nuduh om Yohan karena dia yang berperan besar di sana, sedangkan gue cuman di anggap anak buah, bener ga Ton,” jawab Ervan.
“Jadi semua gara gara lo ya....kurang ajar lo, ga tau apa berapa banyak orang meninggal di sana gara gara ulah lo,” teriak Toni marah.
“Diam...gue cuman suruh lo jawab ya atau tidak, ga usah banyak omong, (menoleh melihat Ajeng yang menodongkan pistol) taro pistol lo atau dia jadi zombie,” ujar Ervan sambil berpura pura menekan jarum suntiknya ke leher Toni.
Boneka di pundak Ajeng kembali mengetuk pipi Ajeng, dengan perlahan, Ajeng jongkok dan menaruh pistolnya di tanah. Ervan langsung maju mendorong Toni yang di dekapnya ke arah Ajeng sambil tersenyum lebar, Ajeng melirik melihat Reno dan Dewi kemudian dia tersenyum, mulutnya mengatakan kalau bantuan akan datang walau tidak mengeluarkan suara. Ketika Ervan berdiri di depan Ajeng, dia langsung menyingkirkan Toni ke arah Reno dan Dewi yang menangkapnya.
Tangannya langsung menusukkan jarum suntik ke arah Ajeng yang menutupi wajahnya dengan kedua lengannya, namun “creeep,” jarum yang di tusukkan Ervan menancap di boneka yang melompat ke depan Ajeng,
“Apa sih ini,” teriak Ervan sambil mencabut tangannya.
Namun boneka itu memegang pergelangan tangan Ervan dengan kedua tangannya dan kepalanya menoleh melihat Ervan. “Ctak...ctak...ctak,” senyum di boneka yang semula hanya garis, kini terbuka sehingga boneka nampak sangat mengerikan.
“A..apa ini...lepas...lepas,” teriak Ervan yang kaget dan ketakutan sambil berjalan mundur.
“Skrieeek,” tiba tiba terdengar suara bising di belakang, Reno dan Dewi menoleh, mereka melihat ratusan hantu berwajah marah melesat seperti ombak menuju ke arah Ervan yang tubuhnya di selimuti bayangan hitam. Hantu hantu itu melewati Reno dan Dewi,
“He..hei...hantu hantu ini kan,” ujar Reno menunjuk dengan jari yang gemetar.
“I..iya, hantu hantu yang di belakang pak Yohan,” tambah Dewi.
Ajeng berdiri dan langsung bergabung dengan Reno, Dewi dan Toni, mereka melihat Ervan yang di gulung oleh pusaran hantu seperti tornado yang mengerikan.
“A..apa ini...apa ini...tidak mungkin...to..tolong...tolong,” teriak Ervan.
Tubuh Ervan mulai terangkat dari tanah, tiba tiba bayangan hitam yang menyelimuti tubuhnya menjadi asap yang keluar dari dalam tubuhnya dan hilang di bawa oleh ratusan hantu yang melesat melayang ke udara, “blugh,” tubuh Ervan jatuh terlungkup ke tanah, Ajeng dan Toni menjadi kaget melihat Ervan karena Ervan yang sebelumnya nampak seperti artis korea nan tampan di mata mereka, sekarang menjadi seorang pemuda gemuk, berwajah lebar dan bermulut agak maju ke depan.
“Kok...dia berubah ?” tanya Toni.
“Tadi rasanya ganteng ?” tambah Ajeng.
Tiba tiba boneka yang duduk di atas tubuh Ervan, melompat ke pundak Ajeng dan dia langsung menepuk nepuk pipi Ajeng,
“Oh jadi gitu mas, dia pakai susuk gitu, tapi kok hebat banget wujudnya bisa berubah lain banget,” ujar Ajeng.
Boneka kembali mengetuk pipi Ajeng yang mengangguk angguk seperti menyimak namun tetap melihat Ervan yang terlungkup di tanah,
“Hmm ternyata gitu ya mas, ga cuman satu ya ternyata...trus karena ga kuat jadi dia di ambil alih ama isinya,” ujar Ajeng.
“Tapi tetep aja mba, sifatnya pasti ga jauh beda sama sebelumnya,” ujar Dewi.
“Kalau dari yang ku baca baca sih gitu ya mba, sesuai kata Dewi,” tambah Reno.
“Ugh,” Ervan mengangkat kepalanya, dia melihat Ajeng, Toni, Reno dan Dewi berdiri di depannya, Ervan langsung takut dan bangun, dia merangkak mundur kebelakang sambil duduk,
“Ma..mau apa kalian ?” tanya Ervan.
“Um...liat tangan mu,” jawab Ajeng sambil menodongkan pistolnya dan menunjuk ke lengan Ervan.
Ervan menoleh melihat lengannya, wajahnya langsung nampak takut karena jarum suntik yang sudah kosong menancap di lengannya, dia langsung mencabutnya dan membuangnya, kemudian dia berdiri dengan terhuyung huyung. Boneka yang duduk di pundak Ajeng kembali menepuk pipinya,
“Ok mas,”
Ajeng maju ke depan dan langsung menendang perut Ervan masuk ke dalam gudang, “graaaah,” zombie Lukman dan dua gadis yang ada di dalam gudang langsung menangkap Ervan dari belakang,
“Ti..tidak...ja..jangan...gue...ga mau mati...to...tolong...tolooooooong.....aaaaaaaa,,”
Reno dan Toni menutup pintunya, “duk...duk....graaaaah,” terdengar erangan kencang di dalam gudang. Ajeng memasukkan kembali pistol miliknya ke sarungnya di pinggang, kemudian dia menoleh melihat Reno, Dewi dan Toni yang tertegun melihat pintu,
"Toni,, tolong beritahu komandan apa yang terjadi di sini," ujar Ajeng.
"Ba....baik," balas Toni yang kaget.
Toni berlari meninggalkan semuanya untuk masuk ke dalam gedung dan melapor kepada Faizal. Ajeng menoleh melihat Reno dan Dewi yang diam terpaku tidak bergerak.
“Mas Budi bilang, selagi hantu hantu itu menyerang walau aku ga liat dan hanya merasakan angin kencang, serum yang di suntikkan ke dirinya dia pindahkan lagi ke alat suntiknya dan dia menancapkannya di tangan Ervan. Menurut mas Budi, walau seluruh susuknya di lepas, sifatnya akan tetap sama dan mungkin bisa jadi lebih parah, jadi lebih baik dia jadi zombie,” ujar Ajeng.
“Wew...gitu toh mba, (serem juga mas Budi),” ujar Reno dan Dewi bersamaan.