Perjuangan dan kesabaran seorang Langit Maheswara, berakhir sia-sia. Wanita yang selalu dia puja, lebih memilih orang baru. Niat hati ingin memberikan kejutan dengan sebuah cicncin dan juga buket bunga, malah dirinya yang dibuat terkejut saat sebuah pemandangan menusuk rongga dadanya. sekuat tenaga menahan tangisnya yang ingin berteriak di hadapan sang kekasih, dia tahan agar tidak terlihat lemah.
Langit memberikan bunga yang di bawanya sebagai kado pernikahan untuk kekasihnya itu, tak banyak kata yang terucap, bahkan ia mengulas senyum terbaiknya agar tak merusak momen sakral yang memang seharusnya di liputi kebahagiaan.
Jika, dulu Ibunya yang di khianati oleh ayahnya. maka kini, Langit merasakan bagaimana rasanya menjadi ibunya di masa lalu. sakit, perih, hancur, semua luka di dapatkan secara bersamaan.
Ini lanjutan dari kisah "Luka dan Pembalasan" yang belum baca, yuk baca dulu 🤗🥰🥰
jangan lupa dukungannya biar Authornya semangat ya 🙏🤗🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mimpi buruk
Kini Zoya, Ayra dan Kejora sudah berada di dalam mobil. Kejora duduk di depan bersama calon Ibu angkatnya, sedangkan Ayra duduk di belakang sambil mengerjakan tugas kuliahnya.
Di sepanjang perjalanan, Kejora hanya diam menatap lurus ke depan. Tanpa sadar juga dia menggigit ibu jarinya, mimpi itu terus menghantui sampai dia teringat akan Kakak yang di bencinya.
Zoya menyadari bahwa ada yang mengganggu pikiran Kejora, dia tidak langsung menegur karena takut Kejora tak nyaman dan menganggapnya terlalu kepo akan urusannya.
...****************...
Hendra dan Ben sudah mendapatkan solusi untuk mengembalikan nama baik perusahaan, mereka langsung meminta seseorang men-takedown berita yang beredar di sosial media. Jalan satu-satunya adalah mengajukan kerjasama dengan perusahaan yang saat ini di pimpin oleh Langit, hal itu di lakukan untuk menghalau kebangkrutan jika Langit menerima kerjasama yang di ajukannya.
Sedangkan Eva, dia tetap menemani Syifa di rumah sakit yang mengalami pendarahan. Janinnya masih bisa di selamatkan, Dokter juga menganjurkan Syifa untuk berkonsultasi dengan psikiater karena kondisinya sangat memprihatinkan. Isi kepala Eva begitu berisik, belum lagi surat gugatan cerai dari Kavi sudah sampai ke tangannya tanpa di ketahui oleh siapapun. Eva tak ingin Syifa semakin drop, jadi untuk sementara dia menyembunyikan kertas itu.
Diam-diam pula Eva membayar seseorang untuk membawa ayah dari anak yang di kandung Syifa ke hadapannya, tetapi Aldi selaku ayah biologis dari anak Syifa sudah kabur begitu berita itu menyebar bak abu yang tertiup angin. Tenyata Aldi adalah seorang selebritis, dia pasti tak mau menjadi bahan gunjingan haters yang akan merusak citranya. Apalagi orangtuanya juga merupakan seorang pengusaha, tetapi Aldi merupakan anak broken home dan kedua orangtuanya sudah memiliki keluarga baru dan sama-sama menggeluti dunia bisnis. Jika Aldi di tuntut bertanggung jawab, sudah bisa di pastikan bahwa semuanya akan hancur dan kedua orangtuanya pun tidak akan memperdulikannya karena hubungan mereka tidak begitu baik.
Eva pulang ke rumah untuk sekedar berganti pakaian dan membawa baju ganti untuk anaknya, tetapi langkah kakinya terhenti saat suaminya memanggil namanya.
"Eva, berhenti!" Panggil Hendra.
Eva menoleh kearah sumber suara, dia menatap suaminya dengan tatapan kecewa dengan apa yang sudah Hendra lakukan padanya dan juga anaknya.
"Hmmm." Balas Eva.
"Duduk." Titah Hendra.
Eva duduk di sebrang suaminya, dia enggan berdekatan dengan Hendra karena hatinya juga ikut sakit melihat betapa kasarnya Hendra memperlakukannya.
"Dimana Syifa?" Tanya Hendra dingin.
"Dia di tempat yang seharusnya datangi," Jawab Eva cuek.
"Gugurkan bayinya." Tegas Hendra.
Eva mendelik tajam, bukan kata maaf yang terlontar dari mulut suaminya, melainkan meminta dirinya untuk menggugurkan bayi yang akan menjadi cucunya. Menanyakan keberadaan Syifa ternyata hanyalah sebuah basa-basi, kini Eva sadar kalau dia bukan berhadapan dengan suaminya, melainkan dengan orang yang berbeda.
"Kau serius?" Tanya Eva dengan suara pelan tapi menekan.
"Iya, gugurkan kandungannya atau pergi dari rumah ini. Semuanya sudah di hancurkan oleh anak kebangganmu itu, tugasnya hanya membuang bayi sialan itu dan ikut berkarir di perusahaan sebagai penebus kesalahannya." Jawab Hendra datar.
"Psikis Syifa sedang terganggu karena ulahmu, biarkan dia sembuh dan setelah itu baru bawa dia terjun ke duniamu seperti kemauanmu itu." Ucap Eva.
Hendra melipat kedua tangannya, nampaknya dia menimang-nimang ucapan Eva. Sepertinya dia memang harus memberikan waktu untuk Syifa, tidak mungkin juga dia mempekerjakan orang stress.
"Baik, aku beri waktu 4 bulan. Jika dalam 4 bulan itu dia tidak sembuh dan masih mempertahankan bayi itu, jangan harap dia bisa hidup tenang di dunia ini." Ucap Hendra dengan begitu kejamnya.
"Emmm," Balas Eva. Setelah mendengarkan ucapan kejam suaminya, Eva beranjak dari duduknya dan berjalan menuju kamarnya.
Melawan atau protes pun tidak akan ada gunanya, Hendra akan tetap dengan keputusannya. Waktu 4 bulan cukup untuk Syifa sampai proses persalinannya itu tiba, usia kandungannya ternyata sudah memasuki 7 bulan kehamilan, dia berbohong kepada semua orang hanya untuk melindungi anaknya. Perutnya tidak terlalu terlihat besar, mungkin karena postur tubuhnya yang tinggi. Setiap orang hamil itu berbeda bentuk perutnya, ada yang terlihat besar dan ada pula yang tidak terlihat sedang hamil meskipun usia kandungannya sudah memasuki trimester 2. Itulah keunikan yang Tuhan berikan, bukan hanya perangai manusia saja yang beragam. Bahkan dari mulai makanan dan masih banyak lainnya.
Tubuh Eva merosot ke bawah, dia bersandar di depan pintu dan menangis dengan suara tertahan. Tubuhnya bergetar hebat, rasanya ingin berteriak sejadinya karena hidupnya begitu berantakan. Dia sakit sebagai seorang istri dia juga sakit sebagai seorang Ibu yang telah gagal untuk anak-anaknya. Menyesal, entah karena Syifa hamil dan dua anak lainnya pergi dirinya merasa gagal menjadi seorang Ibu, atau karna dia menyesal atas perlakuannya pada Kejora selama ini. Hanya Eva lah yang tahu.
********
Zoya memarkirkan mobilnya di garasi, dia keluar bersama Kejora dan juga Ayra. Barang bawaan Kejora diambil alih oleh pelayan, dari luar terdengar suara yang membuat Zoya menghela nafas panjang.
"Hahhh, sepertinya ada tentara dadakan." Gumam Zoya.
Ayra dan Kejora saling pandang, mereka tidak mengerti maksud dari kata-kata yang keluar dari mulut Zoya. Langkah ketiganya pun masuk ke dalam rumah, apa yang mereka lihat? Arzan dan adiknya sedang main tembak-tembakan, keduanya berlarian sambil berteriak saling bersahutan.
"Hei, bajak laut bogel! Menyerah lah, atau akan ku tembak sampai kau mati." Seru Arzan.
"Bajak laut tidak akan menyelah, bajak laut mau halta, tahta dan janda." Balas si bungsu.
"Heh! Tau dari mana lu janda?" Tanya Arzan syok.
"Dali Papa, kata Papa janda lual biasa." Balas si bungsu yang belum bisa bicara 'R'.
Arzan dan adiknya tidak menyadari kehadiran ibunya dan yang lainnya, mereka terus bermain sampai berjalan keluar taman belakang.
Zoya menepuk keningnya tak bisa berkata apa-apa lagi, tapi tunggu. Zoya menyipitkan matanya, dia melihat si bungsu memakai penutup mata dan dirinya mencurigai sesuatu.
"Baju solehot gue!" Pekik Zoya kala dirinya ingat sesuatu.
Zoya berlari ke atas kamarnya, dia mencari sesuatu yang kemungkinan tebakannya benar. Mata Zoya terbelalak melihat isi paper bagnya sudah berantakan, dia memeriksa isi di dalamnya, dan benar saja. Baju satu set lingerie yang mana segitiga atraksinya sudah tidak ada, pelakunya pasti si bungsu yang super duper hyper aktif.
"NAKULA!" Teriak Zoya.
Zoya kembali dari kamarnya, dia menuruni tangga dengan langkah tergesa. Kejora dan Ayra menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sepertinya akan ada keributan plus kekocakan yang terjadi di keluarga absurd.
"Arzan, Nakula! KEMARI!" Teriak Zoya sambil berkacak pinggang.
Nakula dan Arzan berlarian dari arah taman, mereka mendengar suara ibunya yang memanggil namanya masing-masing.
"Mama, udah pulang? Tadi Arzan nyari Mama gak ada." Tanya Arzan tanpa melihat ibunya sudah mengeluarkan tanduknya.
"Mama, katanya mau bawa kakak balu? Mana kakaknya?" Tanya Nakula.
"Astaga, keluarga macam apa ini, Ra?" Tanya Ayra menyenggol lengan Kejora.
"Gue juga bingung, takut salah log in." Jawab Kejora.
Zoya menatap wajah si bungsu yang terlihat santai tanpa ada rasa bersalah, dia malah berlari memeluk kakinya dan memasang wajah imutnya.
"Kamu pake penutup mata itu dari mana?" Tanya Zoya sambil menahan emosinya.
"Tadi Nakula dapat dali kamal Mama, kan semalam Papa bilang ada kado buat Nakula di kamal Mama, jadinya Nakula cali tapi gak ada. Ada tas (paper bag) besal di dekat kasul, pas di buka ya dapat ini." Ucap Nakula sambil menunjuk penutup matanya.
"Emangnya kenapa, Ma? Ada yang aneh? Perasaan tuh si bontot dapat barang bagus buat jadi bajak laut." Tanya Arzan.
"Cepat lepas!" Titah Zoya.
"Gak mau." Tolak Nakula.
"Ya ilahi! Nakula gak boleh ambil barang Mama, Nak. Itu tuh bukan mainan sayangku, itu c*l*** d**** Mama." Ucap Zoya tanpa ragu.
Arzan pun membulatkan matanya, sedetik kemudian dia berpikir keras karena ibunya mengatakan bahwa itu adalah barang untuk menutupi aset miliknya. Tapi kenapa kecil, apakah itu muat.
Ayra dan Kejora membalikkan tubuhnya, mereka menutup mulutnya agar tawa keduanya tidak pecah.