1. Gairah sang kakak ipar
2. Hot detective & Princess bar-bar
Cerita ini bukan buat bocil ya gaess😉
___________
"Ahhh ... Arghh ..."
"Ya di situ Garra, lebih cepat ... sshh ..."
BRAKK!
Mariam jatuh dari tempat tidur. Gadis itu membuka mata dan duduk dilantai. Ia mengucek-ucek matanya.
"Astaga Mariam, kenapa bermimpi mesum begitu sih?" kata Mariam pada dirinya sendiri. Ia berpikir sebentar lalu tertawa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Mariam membuka matanya yang terasa berat, lalu mengangkat tangan menutupi mata dan mengerang pelan. Sinar matahari yang menembus jendela kamar tidur membuat matanya silau. Gadis itu menguap lebar sambil merenggangkan tangan dan kaki dengan posisi yang masih terbaring di tempat tidur.
Begitu dia benar-benar sadar dari tidurnya, ia memandangi sekeliling kamar.
"Aku di mana?" gadis itu berucap sendiri. Ia seperti pernah lihat kamar ini tapi bukan kamarnya. Mariam mengganti posisi. Ia duduk kembali dan memandangi kamar itu lagi.
"Rumahnya kak Foster?" kini dia ingat. Ini adalah kamar yang biasanya menjadi tempat dia tidur kalau menginap di sini. Tapi kenapa bisa berada di sini?
Mariam mengingat-ingat apa saja yang sudah ia lalui hingga berakhir di rumah kakaknya ini. Semalam dia menemani Cinta ke pesta, terjadi penembakan di sana, polisi datang, laki-laki yang dikejarnya juga. Ia ingat dirinya pulang bersama Garra. Mereka mampir di kantor polisi sebentar karena Garra ada urusan di sana dan terakhir yang Mariam ingat adalah ia ketiduran di sofa ruang kerja Garra.
"Jadi, kenapa aku di sini? Garra yang mengantarku?"
Mariam turun dari kasur lalu berjalan ke pintu kamar tidur dan membukanya. Beberapa pelayan rumah yang sedang duduk mengobrol di dapur, cepat-cepat berdiri begitu melihatnya.
"Pagi nona Mari," sapa salah satu di antara mereka.
"Pagi, jangan hiraukan aku. Kalian ngobrol saja." balasnya. Tentu para pelayan tersebut tidak enak. Mereka malah lanjut kerja. Mereka semua berpindah ke ruang tamu menyapu, ada yang membersihkan kaca, ada yang ke belakang rumah menyirami bunga. Mereka melakukan pekerjaaan apa saja yang biasa mereka lakukan tiap pagi.
Mariam mengedikan bahu. Padahal sudah ia suruh ngobrol saja. Ya sudahlah.
Gadis itu lalu mengambil gelas dan menuangkan air putih hangat di dalamnya untuk dia minum.
"Sudah puas tidurnya, hmm?" Mariam membalikan badan, mendapati kakaknya sedang berdiri bersandar di pintu dapur sambil bersedekap dada. Laki-laki bertubuh jangkung itu terlihat begitu tampan dengan kaos putih dan celana panjang.
"Wuihh ... Ganteng banget suami orang. Boleh di goda nggak?" seru Mariam mengedip-ngedipkan mata ke sang kakak.
Foster melangkah mendekatinya, dan tanpa aba-aba lelaki itu menjewer telinga Mariam, memperlakukannya seperti anak kecil. Memang Mariam masih kayak anak kecil menurutnya.
"Aduuuh ... Kak ... Abang ... Lepas dong! Sakit ..."
"Sudah berkali-kali kamu di tegur mama jangan keluyuran sampe tengah malam. Kenapa tidak dengar? Untung semalam kamu tidak kena tembak, kalau ke tembak gimana? Kamu mau mama kita mati berdiri?" Foster menarik Mariam duduk di kursi meja makan sambil terus mengomeli sang adik.
Semenjak menikah dengan Mina, hubungan pria itu dengan mamanya kembali dekat. Adiknya juga. Sifatnya ke mereka kembali seperti dulu lagi. Dia jadi Foster yang lebih hangat pada keluarga, juga membantu sang mama mendidik adiknya yang nakal.
"Siapa yang keluyuran? Aku ikut undangan kok. Kebetulan aja undangan pestanya malam hari yang mendekati tengah malam. Garra berlebihan tuh ceritanya. Masa kakak lebih percaya teman dibanding adik sendiri sih?" dengan sengaja Mariam memasang tampang terlukanya.
"Kalau adik model kayak kamu ini, menurut kamu bisa di percaya tidak?" Mariam mengerucutkan bibirnya.
"Aku terluka nih, rasanya kayak di adik tirikan." tangan Foster di telinga sang adik terlepas, ia lalu menoyor kepala gadis itu dan tertawa kecil.
"Pinter banget ngeles kamu ya." ucapnya. Mariam menggosok-gosok telinganya yang sedikit perih akibat ulah kakaknya. Wajahnya jengkel tapi hanya sepersekian detik normal lagi. Matanya melengak-lengok ke pintu keluar dapur.
"Istri kakak mana? Biasanya juga nempel terus." tanyanya.
"Masih tidur. Kamu jangan alihin cerita ya." suara Foster galak. Mariam menyengir lebar.
"Nggak kok. Negatif thinking mulu deh, sih calon papa."
"Kapan kamu akan cari kerja? Kalau tidak mau di perusahaan papa, dikantorku juga boleh. Yang penting kamu kerja biar ada kegiatan."
"No thanks." balas Mariam cepat.
"Aku berencana kerja dikantor polisi. Biar makin dekat sama Garra." serunya semangat. Foster menghela napas. Kekeuh sekali adiknya ini kejar-kejar Garra. Tapi menurutnya sifat mereka rada-rada mirip sih. Apalagi kalau mau mengejar orang yang di sukai.
Tapi Mariam perempuan, tidak mungkin adiknya ini berani melakukan pendekatan dengan cara gila seperti yang dirinya lakukan dulu kan? Waktu dia ingin mendapatkan Mina. Apalagi pada laki-laki sekelas Garra.
Garra mungkin malah akan jijik kalau adiknya berani melakukan hal gila terhadap dirinya. Itu hanya pemikirannya sih, siapa yang tahu kenyataannya. Bisa jadi kebalikannya malah.
"Kak Foster,"
"Hm?"
"Ceritain dulu awal-awal kakak deketin Mina gimana?"
Foster terbatuk. Tidak mungkin dia cerita kalau dirinya langsung menyentuh tubuh Mina, merangsang wanita itu dengan memberikannya pelepasan yang luar biasa bukan?"
"Kamu tidak perlu tahu."
"Loh, perlu dong. Aku kan mau belajar dari kesuksesan dari kakak." mata Mariam melebar.
"Caraku berbeda dengan kebanyakan laki-laki lain, hanya bisa sukses buat beberapa pasangan saja. Padamu dan Garra, menurutku tidak akan sukses." katanya.
Mariam mengernyitkan mata. Jadi makin penasaran.
"Memang cara kakak gimana?"
"Sudah kubilang kamu tidak perlu tahu."
"Ih, pelit banget. Bagi ilmu dikit kek." ucap Mariam dongkol.
"Kamu beneran suka Garra?" tanya Foster. Mariam mengangguk pasti.
"Apa yang kamu suka darinya?"
"Wajah tampannya, sifatnya yang tegas meski kadang nyebelin dan banyak lagi. Selebihnya aku nggak tahu lagi apa alasannya. Pokoknya aku mau kelak Garra jadi milik aku. Aku yakin dia juga ada perasaan padaku." kata Mariam percaya diri. Foster terkekeh.
"Kamu yakin ingin serius sama dia?" Mariam mengangguk lagi. Sangat pasti. Justru Foster yang tidak yakin. Foster menatap adiknya lama dengan raut wajah yang sengaja seperti mau memberi saran ke gadis itu. Lalu bicara lagi.
"Kalau begitu berjuanglah. Garra sulit dikejar, semoga kamu beruntung. Tapi menurutku kau masih jauh dari keberuntungan."
"Kalau Garra terus menolakmu dan kamu merasa galau, jangan cari aku. Jangan cari mama, apalagi cari papa. Menangis saja sendirian di dalam kamar, sambil mengunyah cemilan kesukaanmu. Itu akan lebih membantu." Foster sengaja berkata begitu karena menurutnya lucu menggoda sang adik, lalu menepuk pundak Mariam dan menghilang dari dapur.
Mariam melongo. Ia pikir kakaknya akan membantu. Malah meledeknya. Dasar saudara laknat.
"Jangan-jangan aku beneran adik tirinya lagi? Apa aku anak pungut? Ya Tuhan, berilah jawaban yang benar. Aku pasrah kalau memang benar." katanya. Pandangannya menatap ke langit-langit dapur dengan raut wajah dramatis.
nemu novel ini
baca sambil ngakak dewe
wkwkwkkkkkakakaaaa
malem² lagi
byuhhhh