NovelToon NovelToon
Bumiku

Bumiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Spiritual / Kutukan / Kumpulan Cerita Horror
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: LiliPuy

bumi yang indah dan tenang seketika berubah menjadi zona tidak layak huni.
semua bermula dari 200 tahun lalu saat terjadi perang dunia ke II, tempat tersebut sering dijadikan tempat uji coba bom atom, sehingga masih terdapat radiasi yang tersisa.

selain radiasi ternyata itu mengundang mahluk dari luar tata Surya Kita yang tertarik akan radiasi tersebut, karena mahluk tersebut hidup dengan memakan radiasi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LiliPuy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

kubah raksasa

Kota Reksa terbungkus dalam kegelapan. Suasana mencekam menyelimuti jalan-jalan yang biasanya ramai. Kubah putih besar menjulang di atas kota, menjepitnya dalam keheningan. Penduduk hanya melihat ke luar jendela, cemas akan apa yang terjadi di luar.

Chris dan Allan bergegas ke sebuah bangunan tua saat mendengar suara gemuruh dari kejauhan. Suara itu datang dari kubah. Di dalam bangunan, mereka menemukan Toni yang sedang memeriksa peta yang tergeletak di atas meja.

“Kita harus mencari tahu apa yang mereka inginkan,” ujar Chris, mengamati raut cemas Toni.

Toni mengangkat wajahnya. “Dan bagaimana kita bisa melakukannya? Semuanya terputus dari dunia luar.”

“Ini bukan saatnya untuk menyerah,” Allan berkomentar, berusaha memberikan semangat. “Kita harus menyusup ke dalam.”

“Ke mana, pinsan?” Chris menanya, menggulirkan peta dengan cepat. “Kubah ini tidak memberikan kita jalan.”

“Allan, bagaimana caranya kita bisa berkomunikasi dengan mereka?” Toni mempertanyakan, menatap mata Allan dengan penuh harap.

“Mungkin kita bisa menggunakan teknologi senjata yang telah ditemukan. Aku merasa itu bukan hanya sekadar senjata, tapi mungkin alat komunikasi juga.” Allan memandangi peta, mencari lokasi di mana teknologi tersebut berada.

“Jadi, kita harus kembali ke tempat itu?” tanya Chris, suaranya agak ragu.

“Tidak ada pilihan lain. Kita harus ambil risiko.”

Tak jauh dari situ, sebuah suara memekakkan telinga mengguncang bangunan. Kubah bergetar, dan suara berduyun-duyun terdengar di luar. Di luar, jalanan gelap dipenuhi bayangan-bayangan aneh.

“Cepat! Kita harus bersembunyi!” Chris mendorong mereka ke sudut ruangan.

Beberapa detik kemudian, mereka menyaksikan sosok-sosok bersinar di balik cahaya misterius. Mahluk tersebut meluncur, mengenakan kostum pelindung yang membuatnya tampak seperti penjelajah antariksa. Rasa penasaran menghantui mereka.

“Apakah itu mereka?” bisik Chris, air mukanya menunjukkan ketidakpastian.

“Sepertinya,” Allan menjawab, mencoba mengenali bentuk tubuh yang tak biasa itu. “Apa mereka bisa berkomunikasi?”

Toni menggelengkan kepala. “Mungkin mereka mencari sesuatu.”

“Jika mereka mencari kita, kemungkinan besar kita dalam masalah. Kita perlu berada di tempat yang lebih aman,” Chris menambahkan, ketegangan merayap di antara mereka.

Ketiganya menekan diri di balik peta, wajah masing-masing tampak tegang. Suara bergetar semakin mendekat. Alan menjulurkan lehernya, mencoba mendapatkan sudut pandang yang lebih baik.

“Hampir tidak percaya mereka datang,” Toni berbisik, suaranya hampir tak terdengar.

“Mungkin mereka tidak menyadari keberadaan kita,” sanggah Chris, berusaha meyakinkan dirinya sendiri lebih dari yang lainnya.

Tiba-tiba, suara tiupan dan dentuman gema dari luar, membuat mereka terloncat. Kubah bergetar semakin hebat, membuat debu-debu beterbangan.

“Toni, matikan lampunya!” Allan berteriak, segera menekan saklar. Dalam kegelapan, mereka bertiga hanya bisa saling berbisik sambil menunggu.

Suara ketukan misterius menyentuh dinding. Mereka merapatkan tubuh, bertahan dalam ketegangan.

“Sekarang apa?” Chris menanya dengan ragu.

“Biar aku,” Allan menyahut, pelan berjalan ke arah pintu keluar tanpa suara.

Ketika pintu terbuka, sosok panik mendorongnya mundur. Seorang alien muncul, mata bulat dan menonjol menatap tajam.

“Jangan bergerak!” alien itu berteriak dalam bahasa yang tidak mereka mengerti namun intonasi jelas mengancam.

Allan berdiri terpaku, sementara Chris dan Toni hanya bisa menatap terkejut. Alien itu tiba-tiba melangkah maju, mengarahkan sesuatu yang bersinar terang ke arah mereka.

“Apakah kamu bisa berbahasa mereka?” Chris berbisik kepada Allan.

“Cobalah…” Allan menjawab, mendesak diri untuk berbicara.

“Hallo, kami bukan musuh. Kami hanya ingin... kami hanya ingin berbicara,” oret Allan menegosiasikan ruang di antara mereka.

Alien itu tidak menunjukan reaksi. Dia hanya berdiri, tatapannya tak henti-hentinya berpindah arasında mereka bertiga.

“Dengar, kami tidak ingin berkonfrontasi dengan kamu.” Toni mencampakkan kalimatnya, matanya penuh harap.

Alien tersebut mendengus, membuat suara aneh yang mengalun. Sebuah hologram muncul dari alat yang ada di tangannya, memperlihatkan gambar-gambar.

Sebuah peta, serangkaian data dan simbol-simbol yang asing menjelma di udara.

“Kami mencari titik ini,” alien itu berbicara, suaranya pelan dan berkali-kali bergetar, menunjukkan ketidakpastian.

“Di danau elips?” James mengarahkan jari telunjuknya, berusaha menyusun kalimat.

“Ya, energi itu mengganggu keseimbangan kami.”

“Energi?” Chris mengulangi, berusaha menangkap maksud sebenarnya.

Allan maju selangkah, meraih harapan. “Energi dari senjata yang kamu ambil, bukan?”

Alien itu mengangguk. “Kami membutuhkan akses untuk menstabilkan, atau…”

Suaranya terputus, tidak menjelaskan lebih jauh. Tekanan terbangun, merasuki tiga manusia itu dengan ketakutan akan kemungkinan besar yang akan datang.

“Lalu, jika kalian tidak mendapatkan akses itu, apa yang akan terjadi?” Allan menantang.

“Bencana,” jawab alien.

Daniel mengatur napasnya, berlari-lari konsep dalam kepalanya. “Bencana itu hal yang baik atau buruk untuk kalian?”

“Buruk bagi kita. Sangat buruk bagi Bumi.”

Suara bising kembali mengganggu perhatian, getaran dari luar semakin terasa. Alien itu terlihat tegas, kini tatapannya dalam.

“Mereka mendekat,” peringatan alien bergaung. “Kami tidak punya banyak waktu.”

“Bagaimana kita bisa mempercayai kau?ucap Chris, tetap waspada.

“Karena waktu tidak berpihak pada siapapun sekarang. Sekarang atau tidak sama sekali!”

Allan mengambil langkah maju, hatinya dipenuhi rasa percaya. “Apa yang masih bisa kita lakukan untuk menghentikan semua ini?”

“Bawa kami ke pusat sumber energi itu. Jika tidak, semua akan hancur termasuk kota ini.”

Chris dan Toni saling memandang. Ketegangan melanda meja, crucial argumentasi bergulir dalam pikirannya.

“Pusat kota…kan?” Chris mencanangkan.

“Ya, itu akan menjadi tantangan,” Allan mengamati.

Aliens mendorong mereka keluar dari sudut persembunyian.

“Mari, cepat,” kata alien itu, memicu dorongan kontras yang penuh semangat.

Ketiga manusia itu mengikuti, pemandangan di luar cuaca mendung, lengkukan suasana mencekam menyelimuti tanpa ampun.

Satu langkah ke luar, satu detak jantung lebih dekat pada momen yang tak terhindarkan.

Bisakah mereka benar-benar bekerja sama untuk memperbaiki kekacauan ini?

Kata-kata alien menggema di kepala mereka. Bencana bukan sekadar ancaman, melainkan sebuah kenyataan yang harus dihadapi.

Saat mereka melangkah keluar dari bangunan, kesunyian Kota Reksa menampakkan wajahnya yang kelam. Tiang-tiang listrik berdiri tegak, terbungkus dalam keruhnya kegelapan. Suara gemuruh bergema dari arah kubah, menghantam ketenangan yang tersisa.

“Ke mana kita harus pergi?” tanya Chris, mengamati sekeliling dengan waspada.

“Menuju pusat kota. Kita harus menemukan sumber radiasi itu,” jawab Allan, berusaha tenang, meski hatinya berdebar kencang.

Alien itu memimpin mereka, gerakannya cekatan dan penuh ketepatan. Dalam sekejap, mereka sampai di persimpangan. Jalan utama kota tampak sepi. Hanya suara langkah kaki mereka yang memecah keheningan.

“Bagaimana cara kalian biasa berkomunikasi dengan teknologi kalian?” Allan bertanya, berpikir dengan cepat tentang kemungkinan berkomunikasi lebih efektif.

“Kami menggunakan gelombang mikro,” jawab alien dengan suara datar, “Dan energi dari senjata itu.”

Chris mengangguk, membayangkan teknologi yang jauh lebih maju daripada apa yang mereka miliki. “Jika kalian bisa, bisa saja kita memanfaatkan itu untuk menyampaikan pesan.”

Toni meraba-raba di dalam tasnya, lalu mencabut sebuah alat komunikasi berukuran kecil. “Ini sudah terputus dari jaringan, tapi mungkin benar jika kita menyambungkan energi dari mereka.”

Mata alien itu menyala dengan semangat. “Kau memikirkan cara kita dapat berkomunikasi kembali dengan galaksi? Bawa senjata itu kepadaku.”

Allan melirik Toni, kepadanya dia berharap mendukung ide ini. “Kita bisa menghantar sinyal menuju pusat alien. Mungkin bisa menjadi jembatan untuk berkomunikasi dengan mereka yang di luar.”

Toni mengangguk, meskipun ketakutan membayangi wajahnya.

1
mous
lanjut thor
Hikaru Ichijyo
Alur yang kuat dan tak terduga membuat saya terpukau.
Mưa buồn
Kalau lagi suntuk atau gabut tinggal buka cerita ini, mood langsung membaik. (❤️)
Jelosi James
Sukses selalu untukmu, terus kembangkan bakat menulismu thor!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!