NovelToon NovelToon
Kamu Berhak Terluka

Kamu Berhak Terluka

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen Angst / Teen School/College / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga / Bullying dan Balas Dendam / Enemy to Lovers
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Bibilena

Gilsa tak percaya ada orang yang tulus menjalin hubungan dengannya, dan Altheo terlalu sederhana untuk mengerti kerunyaman hidup Gilsa. Meski berjalan di takdir yang sama, Gilsa dan Altheo tak bisa mengerti perasaan satu sama lain.

Sebuah benang merah menarik mereka dalam hubungan yang manis. Disaat semuanya terlanjur indah, tiba-tiba takdir bergerak kearah berlawanan, menghancurkan hubungan mereka, menguak suatu fakta di balik penderitaan keduanya.

Seandainya Gilsa tak pernah mengenal Altheo, akankah semuanya menjadi lebih baik?

Sebuah kisah klise cinta remaja SMA yang dipenuhi alur dramatis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bibilena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dia yang kembali muncul

"Kau baik-baik saja?"

Gilsa tak menggubris pertanyaan Altheo. Selepas dari ruang loker mereka kembali ke kelas tanpa membeli makanan apa-apa. Kelas juga mulai ramai karena sebentar lagi bel masuk berbunyi. 

Altheo menggeser kursinya diam-diam.

"Bicaralah, aku khawatir."

Gilsa mengernyit sekarang. Dia menatap Altheo dengan agak sinis.

"Bisa tidak usah terlalu ikut campur? Aku sedang berpikir serius," kesalnya.

"Aku khawatir, serius." Altheo tak kalah serius. Mereka diam, pemuda itu menunggu Gilsa mau membuka mulut untuk bicara mengenai perasaannya, dan gadis di depannya menghela napas.

"Tak ada apa-apa, aku baik, aku hanya memikirkan sesuatu."

"Apa itu? Biarkan aku tahu."

Gilsa kembali diam.

"Aku juga tersangka seperti yang kau bilang, aku harus tahu kan?"

"Tapi tak segala hal bisa kau ketahui dengan alasan itu."

"Kenapa tidak?"

Mereka sama-sama diam kembali, dengan kekeras-kepalaan masing-masing yang tak mau menyingkir.

"Akan sulit untukmu mengerti alasanku apa." Gilsa menyandarkan diri pada punggung kursi dan menghela napas lagi.

Bel masuk tiba-tiba terdengar dengan bunyi yang nyaring. Banyak murid masuk kelas dengan terburu-buru. Meski diantaranya ada yang masih santai atau bahkan belum masuk. Atensi Gilsa teralihkan pada setiap murid yang datang ke kelas. Jarang sekali dia berbuat seperti ini, tapi dia memiliki alasan sekarang. Namun hal yang dia tunggu bukanlah yang datang menghampiri. Pandangan mata gadis itu terpaku pada Prima yang berjalan ke arahnya.

Gilsa menegakan tubuh.

"Siapa orang yang paling mengganggumu akhir-akhir ini?" tanyanya. Apa yang Prima lakukan membuat banyak orang di kelas menatap mereka. Meski mereka tak mendengar jelas pertanyaan gadis itu.

"Kau menuduh aku yang melakukannya?"

Tatapan Prima turun ke bawah. "Selalu kamu alasan masalah yang terjadi padaku."

"Kita sudah tidak sedekat itu sehingga kau bisa menudingku dengan alasan yang sama, seperti dua tahun yang lalu." Gilsa membantahnya dengan nada bicara yang lemah lembut. Dia tahu jelas maksud perkataan Prima. Inilah mengapa Gilsa menunggu seseorang segera masuk ke kelas.

"Aku tidak ingin marah." Prima mengerang seolah kesal tapi dengan nada yang lirih. "Kau tahu kan seberapa berharga buku untukku?"

"Lalu? Marah lah." Gilsa yang mempersilahkan membuat Prima terdiam.

"Ini mengingatkanmu pada saat itu kan?" kata Gilsa lagi. Semakin membungkam Prima. Orang-orang yang pada awalnya acuh tak acuh pada interaksi mereka mulai melihat secara terang-terangan.

"Aku akan mengganti buku itu." Gilsa memutuskan untuk memberikan pernyataan paling cari aman untuk saat ini. Bagaimana pun tak akan terjadi selama mereka berdua hidup baik-baik.

Tatapan Prima terangkat. Mereka bersitatap sekarang. Tatapan dari bola mata di balik kacamata tebal itu akhirnya bisa Gilsa lihat lagi setelah sekian lama.

"Kau tahu kan bukan itu yang aku permasalahkan?"

Gilsa mengangguk. "Tapi tak ada yang berubah, kan?"

Mereka sama-sama tahu hasil dari mencoba melawan itu semua.

Altheo ada di samping melihat dan mendengarkan percakapan mereka, namun dia seolah berada di luar jangkauan. Dia tak bisa memasuki percakapan itu, atau bahkan dianggap ada di dalamnya. Jadi dia sekarang diam, menunggu hasil akhir pembicaraannya sambil mempertimbangkan apa langkah yang harus diambil setelah ini.

"Ada apa?" Seseorang tiba-tiba merangkul Prima. "Prima, ada masalah?"

Gilsa dan Prima menatap sosok yang asing juga tidak di kelas mereka, si siswi yang selalu sibuk dengan organisasi dan teman beda kelasnya, Clarissa Oktarani. Gadis itu dengan serius menatap khawatir wajah Prima.

"Kalian dekat kah sampai sok akrab begitu di depanku?" cibir Gilsa. Jangan karna dia dan Prima sudah tak akrab Gilsa tak akan tahu siapa saja yang dekat dengan gadis itu. Apalagi jika itu Clarissa, tak mungkin dia peduli pada orang jika tak ada yang ingin dia capai. Akan lucu kalau dugaannya benar.

"Bisakah kamu lebih sopan pada orang lain?" Meski itu kalimat sinis tapi dia berbicara dengan nada yang lembut. Entah kenapa juga citranya cocok dengan sosok gadis baik padahal dia terhitung anak badung.

Siapa Clarissa? Dia adalah salah satu dari orang-orang yang sering nongkrong bersama Morgan, kakak kelasnya yang kapan lalu menganggunya lagi. Saat kelas 10 mereka tak sekelas, tapi beberapa kali mereka sempat bersinggungan karena berbagai masalah.

Sekarang? Gilsa mencoba tak pernah berurusan lagi dengan gadis itu, tapi gagal.

"Kamu tahu siapa yang merusak bukuku istirahat tadi?" Prima menatap balik Clarissa dan dengan penuh kecurigaan menatap gadis itu.

"Bukumu dirusak? Oleh siapa?" Clarissa tampak terkejut. Dia memandang Gilsa setelahnya.

"Jangan bilang ...."

Gilsa mengangguk. "Tentu saja, paling seru jika aku pelakunya. Aku tahu otak busukmu."

"Bukan begitu," lirih Clarissa. Dia menatap Prima lagi.

"Pasti kau sedih."

Mereka sama-sama diam sekarang, perlahan itu berubah jadi canggung sehingga rangkulan Clarissa pada Prima terlepas.

"Begini saja." Suara serak yang tak cocok dengan pembicaraan mereka tiba-tiba terdengar. Itu bersamaan dengan langkah buru-buru para murid untuk duduk di kursi masing-masing karena guru mata pelajaran ke empat sudah masuk.

Alih-alih bertindak sama, dua orang yang masih berdiri itu menatap serentak Altheo.

"Kita pikirkan, apa tujuan orang ini merusak buku Prima. Dari situ kita akan tahu apakah dia akan mengambil tindak lanjut atau berhenti hanya sampai di sana. Sekarang kembalilah duduk, aku pusing."

•••

"Apa yang akan terjadi jika kita membiarkannya berlalu?"

"Hah?"

Gilsa menatap pemuda itu dengan tatapan bertanya-tanya saat tangannya sibuk mencatat. Altheo sepertinya mencoba membahas masalah tadi dengan mencuri cakap pada Gilsa karena pelajaran mereka sekarang adalah merangkum materi di buku pelajaran.

"Bukannya ini waktu tak tepat?" Mata gadis itu melirik buku pelajaran di mejanya. Altheo mendecak, dia menggeser kursi lebih dekat pada Gilsa.

"Apa kita bisa membiarkannya hanya berlalu? Coba kutanya, untuk apa kita ke ruang loker kalau tak mau mencari tahu?"

Gilsa menatap ke bawah sambil memikirkan perkataan itu, akhirnya dia menyimpan bolpoin dan menutup buku catatannya.

"Bukan Clarissa." Gilsa mengatakan kecurigaannya. "Dia mungkin tahu siapa orangnya, itu yang membuatku mulas sampai pusing."

Altheo terus memikirkan ini sejak tadi. "Sebetulnya ada masalah apa diantara kau dan Prima?"

Gilsa menjadi bergeming ditanya begitu, perlahan tatapannya turun dan dia menangkup dagu. Masalah antara dia dan Prima? Seluruh sekolah sudah tahu garis besarnya apa, aneh sekali jika harus menjelaskan situasi aslinya pada orang lain. Gilsa bingung antara dia harus memberitahu apa yang orang lain gosipkan atau apa yang sebenarnya terjadi, yang manakah yang lebih baik?

"Panjang ceritanya, ada banyak orang yang terlibat. Aku berpikir untuk memutuskan hubungan saja karena tak ada jalan keluar."

Altheo diam. "Kejadiannya panjang rupanya."

Suara ketukan mengalihkan perhatian seluruh murid, itu terlalu kontras karena hening yang meliputi dari kesibukan menulis. Di sana ada Bu Rani, persis seperti kejadian kemarin saat Altheo dan Gilsa dipanggil.

"Altheo ikut saya."

Ini seperti kembali ke masa lalu.

•••

Sampai waktu pulang sekolah Altheo tak kunjung juga kembali, dan meja di sebelah Gilsa tampak kosong dengan buku dan tas yang masih tersampir. Dia disuruh guru untuk membereskan itu sebelum salam akhir tadi, dan di tengah-tengah kegiatannya Prima datang menghampiri. Kejadian yang sama terus terulang rasanya hari ini.

"Aku tidak akan menuduhmu atau Altheo, jadi lupakan soal buku itu," katanya. Hanya itu lalu berbalik ke mejanya kembali, mengambil tas.

"Hei." Gilsa menghentikannya sebelum pergi keluar. Gadis itu menoleh lagi ke samping belakang.

"Bagaimana jika orang-orang itu yang melakukannya?"

"Lalu apa yang bisa kulakukan?" Prima terdengar putus asa.

"Tapi perlahan perbuatannya akan semakin parah. Kau akan terusik selamanya jika hanya diam."

Kali ini kedua gadis itu bertatapan. Gilsa yang tampak peduli padanya terasa asing bagi Prima. Dia tersenyum karena merasa akrab lagi dengan gadis itu meski hanya sesaat.

"Tak apa. Aku hanya harus menahannya, seperti bagaimana yang kau lakukan selama ini."

Prima tak pernah lupa alasan mereka terus berperang dingin selama ini.

1
Rasmi
🥲
Rasmi
😭😭😭😭
Rasmi
gilsa gk naik kelas????? 🧐 kok isoo
Rasmi
kencan??? 😌
Rasmi
Critanya mnarik bngt.. ada kisah pertemanan, masalah kluarga jga prcintaan ...ditnggu smpe end thorr 😌☺
Rasmi
nooooo 😭
Rasmi
altheo??
Rasmi
😲
Rasmi
susss😌
Rasmi
typo y yang trakhir thor mau ikutan kaget jdi gk jadi 😭🤣
Bibilena: Ah iya maaf aku baru tahu 😭😭
total 1 replies
Rasmi
jahat bngt bjingan😭
Rasmi
pengalaman bangettt 😵‍💫
Rasmi
bner banget knpa y orng kaya tuh suka caper 😕
Rasmi
wah, seru juga,kyaknya cweknya badass dehh
Gió mùa hạ
Tak terduga.
Bibilena: 😮 terima kasih (?)
total 1 replies
BX_blue
Jalan cerita seru banget!
Bibilena: Terimakasih atas dukungannya^^
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!