Tian Guo, ahli bela diri terkuat di Daratan Zhuyun yang dihormati sebagai pemimpin Istana Surgawi, menghadapi penderitaan terbesar dalam hidupnya ketika kekasihnya, Xie Mei, dan Ketua Sekte Naga Suci mengkhianatinya saat dia berusaha naik ke Alam Immortal. Dihancurkan oleh pengkhianatan yang tak terduga, Tian Guo hampir lenyap dalam petir kesengsaraan.
Namun, takdir berkehendak lain. Seratus tahun kemudian, jiwa Tian Guo reinkarnasi ke dalam tubuh seorang bocah bernama Tang Wuying. Dengan kesempatan kedua ini dari surga, Tian Guo bersumpah untuk membalaskan dendamnya. Memanfaatkan pengetahuan dan kekuatannya yang luar biasa, dia kembali menapaki jalan bela diri yang terjal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Van_Liev, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 22 - Perwakilan Keluarga
Kini, semua urusannya di Kota Yan sudah selesai semua. Wuying kembali memacu kudanya meninggalkan Kota Yan. Perjalanannya hanya ditemani derap langkah kuda di atas tanah yang lembap. Setelah perjalanan dua hari yang melelahkan, Wuying akhirnya tiba ditujuannya. Alih-alih kembali ke kediaman keluarga, dia memilih menghampiri gubuk Li Mei untuk memberikan Bunga Matahari Surga kepada Bai Jian.
Tok! Tok! Tok!
Wuying mengetuk pintu yang tampak tua itu. Tak berapa lama, Li Mei muncul dibalik daun pintu dengan senyum manisnya.
"Masuklah," kata Li Mei.
Di dalam gubuk, cahaya lilin yang remang-remang menjadi satu-satunya penerangan. Bai Jian nampak sedang sibuk dengan beberapa bahan obat yang ada di depannya.
"Oh, kau sudah kembali?" Bai Jian menyapa tanpa menoleh, hanya sekilas melirik dari balik bahunya.
"Ya," jawab Wuying singkat sambil mengeluarkan sebuah bunga berkilau dari kantong semestanya. "Aku membawa apa yang kauperlukan."
Bai Jian lalu menoleh. Dia mengambil bunga yang disodorkan Wuying dengan hati-hati lalu menatapnya dengan puas.
"Bagus. Dengan ini, semua bahan sudah siap. Aku pasti akan membuatkanmu Pil Vena Naga kualitas terbaik," ucap Bai Jian.
"Aku akan menantikannya," ucap Wuying dengan tersenyum.
Bai Jian lalu berjalan menuju tungku obat yang sudah dia persiapkan. Li Mei membantu ayahnya itu dengan menyiapkan bahan obat yang diperlukan di atas meja yang ada di samping Bai Jian.
"Kembalilah dulu, proses pembuatan pil ini akan memakan waktu tiga hari. Aku akan mengirim surat begitu pilnya jadi," ucap Bai Jian sambil menyalakan api tungku.
Wuying mengangguk kemudian beranjak pergi. "Kalau begitu aku akan kembali tiga hari lagi," katanya sebelum meninggalkan gubuk itu.
.
.
Wuying kembali ke kediaman Keluarga Tang dan langsung menuju ruangan ayahnya. Di dalam sana, Tang Jinhai nampak sedang sibuk dengan beberapa dokumen.
"Ayah, saya sudah kembali," ucap Wuying.
Tang Jinhai meletakkan dokumen yang sedang dibacanya dan beralih menatap Wuying.
"Bagaiamana perjalananmu? Apakah semuanya lancar?" tanya Tang Jinhai.
"Semuanya lancar, Ayah," kata Wuying.
Wuying lalu berjalan ke depan meja Tang Jinhai lalu mengeluarkan sebuah pedang yang berkilau dari kantong semesta miliknya.
"Ini adalah Pedang Langit Biru yang saya dapatkan dari pelelangan."
Tang Jinhai mengambil pedang itu dan melihatnya dengan teliti. Dia mengusap-usap dagunya lalu mengangguk dengan puas dan kembali meletakkan pedang itu.
"Ini pedang yang bagus. Kau memilih dengan tepat," kata Tang Jinhai.
"Terima kasih, Ayah."
Wuying kembali memasukkan pedang itu ke dalam kantong semestanya. Dia lalu memperhatikan Tang Jinhai yang nampak gelisah seperti ingin mengatakan sesuatu.
"Apa ada sesuatu yang terjadi?" tanya Wuying.
Tang Jinhai berdiri dari duduknya dan menghampiri Wuying.
"Ini tentang Sekte Pedang Surgawi. Mereka adalah salah satu dari lima sekte besar yang ada di Kerajaan Qi. Mereka akan melakukan seleksi untuk menerima murid baru. Keluarga kita akan mengutus perwakilan yang akan mengikuti seleksi di Kota Qinghe. Awalnya, Tang Wei yang akan diutus. Namun, Tang Zheng berubah pikiran dan menyarankan agar kau yang diutus," jelas Tang Jinhai sambil menghela napas berat.
Wuying terdiam sejenak. Tang Zheng selalu berusaha untuk menonjolkan Tang Wei dalam segala aspek. Tidak mungkin dia merelakan kesempatan seperti ini. Sepertinya ada udang dibalik batu.
"Ayah curiga ada maksud tersembunyi dibalik ini. Karena itulah ayah ingin bertanya apa pendapatmu?" lanjut Tang Jinhai.
Ini adalah kesempatan yang bagus pikir Wuying. Dia memang ingin masuk ke dalam sekte tersebut karena plakat kuno menunjuk kepada lokasi sekte itu. Sekarang datang kesempatan ini tentu dia tidak akan melewatkannya.
"Saya setuju, Ayah. Tang Zheng bisa merencanakan apa saja, saya percaya bisa mengatasinya," ucap Wuying dengan percaya diri.
Tang Jinhai tersenyum lega lalu menepuk bahu putera satu-satunya.
"Baiklah. Persiapkan dirimu dengan baik. Seleksinya akan dilaksanakan dalam seminggu."
.
Di sisi lain kediaman, ketegangan mengisi ruangan yang di dalamnya terdapat ayah dan anak. Tang Wei dengan marah menghadap Tang Zheng yang nampak duduk tenang diatas kursi.
"Ayah, bagaimana bisa kau menyarankan agar tempatku diambil alih oleh Wuying?! Aku yang seharusnya mewakili keluarga kita!" seru Tang Wei dengan marah.
"Tenanglah Wei'er. Ini semua adalah bagian dari rencana ayah," ucap Tang Zheng.
"Rencana? Apa maksudmu?!" tanya Tang Wei masih sedikit marah.
Tang Zheng berdiri lalu tertawa kecil sambil menatap ke arah jendela. Setelah tawanya reda, dia menatap Tang Wei dengan senyum licik.
"Di seleksi ini, Tang Wuying akan mati! Setelah dia mati, Tang Jinhai akan sangat terpukul. Aku akan memanfaatkan situasi tersebut untuk mengambil alih keluarga ini!" ucap Tang Zheng dengan senyuman lebar.
"Mati? Bagaimana ayah akan melakukannya?" tanya Tang Wei. Kini amarahnya sudah mereda.
Tang Zheng mendekatkan wajahnya lalu berbisik, "Aku telah bekerja sama dengan perwakilan keluarga lain untuk mencelakainya selama seleksi. Mereka akan memastikan Wuying tidak kembali hidup-hidup."
"Hmph, baiklah aku akan mengalah. Pastikan rencana ayah berhasil," putus Tang Wei.
"Kau tenang saja, Wei'er. Semuanya sudah diatur dengan sempurna. Tang Wuying tidak akan kembali dengan selamat."
...-...