Sheila Cowles, seorang anak yatim piatu, menjalani kehidupan sederhana sebagai cleaning service di sebuah toko mainan anak-anak.
Suatu hari, karena kecerobohannya, seorang wanita hamil besar terpeleset dan Sheila menjadi tersangka dalam kejadian tersebut.
"Kau telah merenggut wanita yang kucintai. Karena itu, duniamu akan kubuat seperti di neraka," kata Leonard dengan penuh amarah.
"Dengan senang hati, aku akan menghadapi segala neraka yang kau ciptakan untukku," jawab Sheila dengan tekad yang bulat.
Bagaimana Sheila menghadapi kehidupan barunya sebagai ibu sambung bagi bayi kembar, ditambah dengan ancaman Leonard yang memendam dendam?
🌹Follow akun NT Othor : Kacan🌹
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kacan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MDHD 35 (Jangan Sampai Aku Hamil)
Pergumulan panas sudah berlalu, tampak helaian kain berceceran di atas lantai.
Kekacauan yang diakibatkan oleh pria yang saat ini sudah tertidur dengan nyenyaknya. Bahkan, mengeluarkan suara dengkuran yang membuat Sheila mencebikkan bibir.
"Sudah kenyang langsung tidur," gerutunya seraya memandangi wajah tenang sang suami.
Dalam balutan selimut tebal, Sheila memeperhatikan kelopak mata Leonard yang dihiasi dengan bulu mata tebal nan lentik.
Perlahan matanya turun memandangi hidung mancung milik Leonard, lalu lama-kelamaan turun dan berhenti di bibir seksi pria itu.
Bibir yang memberikan banyak tanda di sekujur tubuhnya, terutama di area dada.
Dasar pria ganas!
Sheila menghela napas saat melihat selimut yang menutupi tubuh naked Leonard merosot karena sang empu membalik badan menjadi telungkup.
"Astaga! Pria yang satu ini benar-benar." Sheila mendekat ke tubuh suaminya, membenarkan posisi selimut sebelum bongkahan bokong suaminya terlihat.
Sheila kembali merebahkan diri dengan posisi terlentang.
Ia tidak dapat tertidur walau lelah merasuki tubuhnya.
Mata Sheila menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong. Besok pagi, ia akan mulai mengulik informasi dari cafe yang terakhir kali didatangi Zora dan Ariana.
"Kalau kebenaran terungkap, apa aku bisa berjauhan dari baby twins?" Sheila bergumam lirih.
Sungguh ia tidak mampu berjauhan dari kedua putri sambungnya. Tapi, berada di dekat Leonard dan dianggap sebagai seorang pembunuh, pengasuh, sekaligus pemuas nafsu, tidak dapat terus diterimanya.
Ia juga seorang wanita. Wanita yang ingin dicintai dengan tulus, diperlukan dengan baik. Bukan hanya sekadar menjadi bayang-bayang dari wanita lain.
"Aku tidak nyaman saat foto-foto Zora seakan tengah memperhatikan kita ketika kau menyentuh tubuhku." Bibir Sheila tersenyum miris, matanya yang jernih berkaca-kaca.
Perasaan Sheila tiba-tiba berubah sendu. "Kau memang hanya memanfaatkan tubuhku saja, 'kan, Leonard. Bahkan aku harus meminum pil-pil yang membuat mood makanku—" Gumaman Sheila terhenti.
Mata Sheila terbelalak, bibirnya terkatup rapat. Lehernya terasa tercekat, degup jantungnya memompa dengan begitu cepat.
Dada Sheila naik turun, napasnya terdengar tak teratur.
"P-pil kontrasepsi, astaga! Aku lupa meminumnya!" Sheila menggigit bibir bawahnya dengan kuat, ia sungguh khawatir. Apalagi satu minggu sebelumnya ia baru selesai masa haid.
Sheila menolehkan kepala, dilihatnya sebagian wajah Leonard yang menghimpit bantal. Kemudian, Sheila menggelengkan kepala.
Tidak! Dirinya tidak boleh hamil. Jika itu terjadi, maka anaknya akan menjadi korban balas dendam Leonard.
Leonard tidak akan menerima anak yang berasal dari rahimnya.
Menyadari hal itu, mengundang rasa sesak dalam meremat hati Sheila.
Namun, Sheila berusaha berpikir positif. Ditariknya napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan perlahan.
Hal itu terus dilakukannya hingga perasaan khawatirnya mereda.
"Tidak apa, hanya sekali. Tidak mungkin sekali tidak minum langsung jadi hamil." Sheila mengurut dada lega, menyadari kepanikannya.
Terlalu banyak berpikir, lama-kelamaan mata Sheila mulai terasa berat.
Rasa kantuk menjemputnya ke dalam dunia bawah sadar, menyusul sang suami yang sudah lebih dulu menyelami mimpi.
Dalam ketidaksadaran, Leonard merubah posisi tidurnya menjadi miring, menarik Sheila ke dalam pelukannya.
Sheila sama sekali tidak terganggu. Di dalam mimpinya, ia tengah dipeluk oleh seorang raja bertubuh tinggi tegap. Sayangnya wajah raja itu tidak dapat ia lihat karena tertutup oleh kilauan cahaya.
Sementara di dalam mimpi Leonard, ia tengah berada di taman bunga melati, memeluk Sheila dari belakang yang tengah memandangi tiga bocah kecil sedang bermain.
*
*
*
Pagi pun tiba.
Sheila menggeliat nyaman dalam dekapan hangat Leonard, dirinya belum menyadari jika ada seseorang yang tengah mendekapnya dengan begitu erat.
Kepala Sheila bergerak asal, mengusak di atas permukaan dada Leonard yang ditumbuhi dengan bulu-bulu halus.
Rasa geli menjalar hingga ke tubuh Sheila saat bulu halus dari dada Leonard beradu dengan hidungnya.
"His kenapa bantalku tumbuh bulu," gumam Sheila tak jelas dengan mata masih terpejam.
Tangan Sheila tak tinggal diam. Diraba-rabanya permukaan yang ia jadikan bantal.
Terasa hangat, keras, dan ... berbulu!
Sementara itu, Leonard yang dadanya diusak-usak oleh sang istri tampak tak terganggu. Dalam kondisi tertidur, kedua sudut bibir Leonard tertarik ke atas—membentuk sebuah senyum kecil.
Tangan Sheila kembali menjelajah, jari-jarinya bergerak di atas dada bidang Leonard yang ia kira sebagai bantal.
Tiba-tiba, tangannya merasakan tonjolan kecil. Tidur Sheila tak lagi nyenyak, hanya matanya saja yang masih terpejam.
Di tengah sedikit kesadaran yang dirinya miliki, Sheila memencet tonjolan kecil itu.
Sontak mata Sheila terbuka lebar.
Deg!
Jantung Sheila seakan berhenti berdetak saat mendapati dada Leonard yang ia jadikan bantalan tidur.
Perasaan Sheila menjadi was-was.
Perlahan mata Sheila melirik ke kanan, tempat di mana tangannya tengah menekan tonjolan kecil yang ternyata ....
"Pentil Singa!" pekiknya kencang. Suara Sheila melonjak tinggi, membuat pria yang tadinya tertidur dengan lelap langsung membuka mata lebar-lebar sangking terkejutnya dengan lengkingan suara Sheila.
Leonard yang sudah terbangun, sontak mendelikkan mata saat melihat kepala Sheila berada di atas dadanya.
Delikan matanya kian bertambah besar saat menyadari tangan Sheila menyentuh bagian nipple-nya.
"Kau ...."
Sheila tersentak, suara serak Leonard membuat jantungnya kian berpacu kencang.
Dengan ragu Sheila mengangkat kepalanya sembari memasang wajah cengo.
"Lepaskan tanganmu dari tempat itu!" titah Leonard dengan penuh penekanan.
Mata Sheila mengerjap-ngerjap bak boneka barbie, ia baru sadar tangannya masih asyik menekan puncak dada suaminya.
"E-eh iya." Sheila menarik tangannya menjauh dari dada Leonard.
Buru-buru Sheila menjauh dari tubuh suaminya, ia duduk bersila sembari membuang tatap dari sang suami.
Namun, rasa dingin terasa di sekujur tubuhnya. Sontak Sheila menunduk, dan detik itu pula matanya langsung terbelalak lebar.
"Astaga! Kau protes pen-tilmu aku pegang, tapi kau sendiri diam saja saat dadaku menyentuh perutmu!" teriak Sheila dengan berapi-api.
Wajah Sheila menunjukkan protes yang diiringi dengan kemarahan. Akan tetapi, Leonard justru tampak santai.
"Mana aku tau, tidak terasa. Dadamu terlalu kecil." Dengan santainya Leonard merubah posisi menjadi duduk bersandar di headboard ranjang, seraya merenggangkan tangannya yang terasa pegal.
Seketika hari Sheila meradang. Dadanya yang tidak tertutupi oleh apa pun naik turun, hidung mancungnya yang mungil terlihat kembang-kempis.
"Kecil? Kau bilang ini kecil," ucap Sheila dengan bersungut-sungut sambil memegangi kedua aset depannya.
Tak lagi ia pedulikan dirinya yang dalam keadaan tak berbusana. Toh, Leonard sudah sering melihatnya. Apalagi yang mau disembunyikan saat pria itu sudah melihat, bahkan mencicipinya berulang kali?
Dengan malas Leonard melihat ke arah wajah istrinya. "Ya, dadamu memang kec—"
Ucapan Leonard menggantung saat sorot matanya jatuh pada aset Sheila yang ia katai 'kecil'.
Glek!
Jakun Leonard bergerak naik turun, mata kurang ajarnya tidak dapat beralih dari dua benda yang menantang minta disentuh oleh tangan dan bibirnya.
Kening Sheila mengernyit, matanya memicing penuh curiga. Ia mengikuti ke mana arah pandang suaminya.
Dan tatapannya jatuh pada dadanya sendiri.
Mengetahui sang suami menatap penuh minat pada miliknya, sontak membuat Sheila berdecih.
"Kecil, tapi bikin nagih kan!"
Tanpa sadar kepala Leonard mengangguk.
"Tuh kan! Tapi sayangnya aku tidak mau memberikan aset berhargaku untukmu." Sheila langsung menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.
Namun, Leonard yang merasa tak rela langsung menarik selimut itu dengan kencang hingga selembar kain tebal tersebut berhasil ia rebut dari tangan sang istri.
"Hei apa yang kau lakukan, kembalikan selimut itu!" teriak Sheila kesal.
Salah satu sudut bibir Leonard menjungkit ke atas, membentuk sebuah seringai penuh arti.
"Aku tidak perlu persetujuanmu, ingat?" Leonard berucap dengan santai seraya menangkap kedua kaki Sheila.
"LEPAS." Suara nyaring Sheila memenuhi seisi ruangan kamar. Namun, Leonard tampak tak memperdulikannya.
Pria itu mulai menyentuh titik-titik sensitif istrinya.
Sungguh sial! Mulut Sheila meluncurkan suara yang membangkitkan sisi keberingasan seorang Leonard Smith.
Sheila berusaha menolak, ia menghentak-hentakkan kakinya. Akan tetapi, Leonard langsung sigap mengunci pergerakannya dengan langsung memasuki tubuh Sheila.
Seketika Sheila langsung terdiam.
Begitu Leonard mulai bergerak, ia langsung tersadar.
"Keluarkan! Keluarkan!" jerit Sheila.
Namun, Leonard seakan tuli, dan terus memompa tubuh Sheila tanpa memperdulikan Sheila yang ketakutan.
Bersambung ....
Yang mau nampol Leonard, Othor persilahkan dengan lapang dada😌😌😌🔪🔪🔪🔪
Biar makin nampol, skuy pakai vote nampolnya🙈🙈🙈
Etdah, maap ye aji mumpung nih ceritanya🤣🤣🤣🤣🙈
di tunggu kelanjutan ya