Niat hati memberikan pertolongan, Sean Andreatama justru terjebak dalam fitnah yang membuatnya terpaksa menikahi seorang wanita yang sama sekali tidak dia sentuh.
Zalina Dhiyaulhaq, seorang putri pemilik pesantren di kota Bandung terpaksa menelan pahit kala takdir justru mempertemukannya dengan Sean, pria yang membuat Zalina dianggap hina.
Mampukah mereka menjalaninya? Mantan pendosa dengan masa lalu berlumur darah dan minim Agama harus menjadi imam untuk seorang wanita lemah lembut yang menganggap dunia sebagai fatamorgana.
"Jangan berharap lebih ... aku bahkan tidak hapal niat wudhu, bagaimana bisa menjadi imam untukmu." - Sean Andreatama
ig : desh_puspita27
---
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17 - Kuingat Dengan Istighfar
"Astaghfirullahaladzim."
Tiada hentinya Zalina istighfar selepas shalat subuh. Tubuhnya masih bergetar, lututnya benar-benar lemas. Selama Sean belum beranjak shalat subuh, selama itu pula Zalina dibuat gila dengan tingkah sang suami yang memang bodohnya luar biasa.
Tunggu? Apa mungkin pura-pura bodoh? Zalina kembali mengingat, sebelum Sean menyentuhnya, pria itu melafadzkan doa tanpa bantuan. Meski berbisik pelan, tapi Zalina tahu Sean benar-benar menyentuhnya dengan kalimah suci itu.
Anehnya, ketika mandi wajib Sean lebih bodoh dibandingkan anak SD. Bahkan dia bertanya urutan berkali-kali, bagaimana cara menggosoknya juga Sean pertanyakan. Zalina yang mengira jika Sean memang tidak bisa segera membimbing sang suami sebagaimana yang dia bisa.
"Apa dia berbohong? Tega sekali jika benar iya," gerutu Zalina bahkan belum beranjak dari sajadahnya.
Usai shalat subuh dan mengadu pada sang kuasa, Zalina baru menyadari betapa bodohnya dia malam ini. Mendampingi Sean mandi wajib hampir satu jam karena terlalu banyak dramanya. Dingin, mata perih dan masih banyak lagi alasan Sean hingga tangan Zalina bahkan keriput berada di dalam sana.
"Aku baru kali ini mandi wajib, kalau mandi madu sering."
"Zalina, kenapa menikah itu dikatakan ibadah? Apa karena suami ibadah di atas istrinya?"
Zalina menggeleng cepat, kedipan mata Sean dia berikan di sela mandinya masih terbayang jelas di mata Zalina. Malam ini dia menemukan sisi lain Sean yang membuatnya bahkan malu sendiri.
"Zalina ... kalau surga anak itu dibawah telapak kaki ibu, berarti surga suami di bawah perut istri? Begitu, 'kan?"
Semua kalimat asal semprot Sean terbayang jelas, sama sekali dia tidak akan menduga jika pria tegas yang menyebut namanya begitu lantang saat akad akan seperti ini.
"Astaghfirullah, Zalina hentikan!!"
Bingung sendiri, kenapa ingatan itu semkain menjadi. Zalina sudah istighfar berkali-kali, tapi semua yang Sean utarakan semakin jelas saja terbayang. Wanita itu memekik, dia mengusap wajahnya kasar lantaran kesal pada dirinya sendiri.
"Assalamualaikum, Istriku." Suara lembut Sean membuat lamunannya buyar, sebisa mungkin Zalina bersikap biasa saja.
"Waalaikummussalam," sahut Zalina pelan, dia melirik sang suami yang kini tersenyum tanpa beban kembali mengunci pintu kamar.
Baru Zalina sadari jika dia memang sudah cukup lama duduk di sajadah dengan pikiran yang melayang jauh tentang suaminya. Dia hendak berdiri, sialnya kaki Zalina kesemutan hingga membuatnya meringis seketika.
"Hei, kenapa?"
Melihat istrinya yang terlihat tersiksa, Sean kembali salah paham dan berpikir jika sang istri masih merasakan sakit akibat perbuatannya.
"Aaaargh jangan disentuh, Mas ... makin ngilu."
"Tidak, aku tidak akan menyentuhmu."
Masih sama-sama salah kaprah, Sean kini membopongnya ke tempat tidur hingga Zalina kembali memekik seketika. Sean yang semakin panik, tanpa pikir panjang menyingkap rok sang istri hingga ke atas pinggangnya.
"Mas?! Mau apa lagi?"
"Periksa, sakit, 'kan?" tanya Sean yang kini membuka kakinya lebar-lebar, hanya ingin memastikan lantaran khawatir bengkak atau lainnya.
"Bukan itu, kakiku kesemut_ aawwh jangan dipegang!!" teriak Zalina dengan mata yang kini membola.
Terlambat, Sean terlanjur memeriksa miliknya lebih jelas. Jika ditanya benar sakit atau tidak, tentu saja iya. Namun, yang menjadi alasan Zalina meringis saat ini adalah kakinya yang kesemutan, bukan hal lain.
"Kaki?"
"Hm, kakiku kesemutan," jawab Zalina pasrah dan kini menghela napas panjang kala Sean mengangkat tangannya.
"Ah kaki, aku pikir apa."
Sean kini menghela napas lega, dia tidak akan macam-macam pagi ini. Cukup tadi malam istrinya bahkan lemas, jelas dia tidak ingin mendapatkan caci maki dari Abrizam andai ketahuan membuat adik bungsunya ini tidak perdaya untuk kedua kali.
Pria itu turut menghempaskan tubuhnya di sisi Zalina usai merapikan rok sang istri. Namun, baru saja hendak memeluk, Zalina menahan pergelangan tangan Sean secepatnya.
"Mau apa? Mas jangan macem-macem ya."
"Cuma peluk, kenapa setakut itu?"
"Tanganmu bekas apa? Cuci dulu sana," titah Zalina dengan wajah yang kini memerah, meski memang Sean hanya memeriksa tetap saja sudah jemari pria itu menyentuh miliknya.
.
.
Sedikit berbeda dari hari biasa, pagi ini Zalina tidak Sean izinkan keluar kamar walau alasannya untuk ke dapur. Hendak membantah juga percuma, Zalina memang sulit melangkah akibat ngilu di bagian bawahnya.
"Nanti umi curiga bagaimana?"
"Jelaskan saja, bukankah mereka pernah muda juga?" tanya Sean bertopang dagu memandangi sang istri yang kini berbaring di sisinya.
"Malu lah ... sudah awas, aku mau ke dapur saja, Mas."
"Tetap di sini, jangan membantah. Jalan saja sulit, jika sampai saudaramu tahu kau sampai begini. Bisa dipancung aku, Zalina."
Sedikit ancaman saja, demi istrinya bisa patuh dan sedikit lebih tenang di sini. Sekali saja, dia ingin bersama lebih lama. Selama ini memang tempat tidur hanya digunakan untuk sama-sama menutup mata.
Selain itu, dia juga khawatir kiyai Husain kembali didatangi tamu yang tidak diundang seperti kemarin. Seperti tekat Sean, jika sudah menyerahkan kesucian diri padanya, maka itu artinya Zalina telah memutuskan siapa yang dia pilih.
"Jika dia takut dipancung, lalu apa kabar aku? Bisa-bisa Nia meledekku habis-habisan setelah ini." Faktanya, bukan hanya Sean yang memiliki ketakutan setelah membuat Zalina terkapar, tapi Zalina juga sama takutnya.
.
.
- To Be Continue -