Menikah Dengan Hot Daddy
"Sheila!"
Sheila yang sedang berjalan membawa pengepel sontak menoleh ke arah atasannya yang merupakan kepala cleaning service di toko mainan terbesar di kota New York.
"Ya, Bram?" tanya Sheila, wanita berumur 22 tahun itu menghampiri atasannya dengan wajah ceria.
Bram berkacak pinggang melihat tingkah rekan kerjanya yang satu ini. "Ck, kau ini sama atasan tidak ada sopan-sopannya. Panggil aku yang sopan kalau di tempat kerja," gerutunya.
Sheila memutar kedua bola mata malas. "Siap, Pak Sopan," ledeknya pada sang sahabat yang jarak umurnya terpaut 13 tahun.
Pria berumur 35 tahun itu menghembuskan napas kasar, sulit rasanya bicara dengan gadis bar-bar seperti Sheila. Jika tidak mengingat tempat, sudah ia sentil telinga sahabatnya itu sampai merah.
"Tuh di lantai satu, ada bocah laki-laki yang menumpahkan es krim, kamu pel sana!" Bram memberitahu Sheila dengan santai.
Kedua mata Sheila mendelik lebar, mulutnya menganga seperti ikan koi.
"Apa?! Lagi? Astaga, padahal aku baru saja mengepel lantai satu." Sheila menggerutu kesal dengan bibir manyun ke depan.
Bram menahan tawa melihat wajah jenaka Sheila. Baginya, kesialan wanita itu adalah hiburan untuknya.
"Huh, nasib punya sahabat tidak ada akhlak." Sheila memasang wajah dibuat sesedih mungkin.
"Kusumpahi burungmu bobok panjang!" Seketika wajah Sheila berubah ceria saat melontarkan sumpah serapah pada Bram.
Wanita berambut pirang dan panjang itu mengambil langkah seribu, alias lari meninggalkan Bram yang tergagu di tempat dengan hidung kembang kempis.
"Sheila Cowles!" Bram menggeram tertahan dengan kedua tangan memegangi aset kebanggaannya.
Sheila berlari meninggalkan sahabatnya yang meradang.
"Hu hu huhh, gila banget deh si Bram kalau lagi kesal," ucap Sheila sambil menggeleng-gelengkan kepala. Dadanya naik turun dengan napas terengah-engah karena jurus melarikan diri yang ia lakukan.
Sheila mengatur napas perlahan, ia menarik napasnya dalam-dalam.
Matanya terpaku pada lantai yang tercemar dengan noda es krim rasa coklat.
"Bocah selalu saja menyusahkan!" gerutu Sheila.
Sheila dengan langkah berat melangkah maju, meletakkan papan peringatan kuning bertuliskan 'Lantai Basah', sebelum akhirnya mulai menggerakkan pengepel di atas lantai dengan tekanan yang cukup kuat, mewakili kekesalan dalam hatinya.
"Sudah beres, waktunya mengerjakan yang lain," gumam Sheila sambil mengangkat alat-alat pembersihnya, kecuali papan kuning yang berisi peringatan itu.
Wanita berambut panjang bewarna pirang itu dengan santai berbalik dan melangkah pergi.
Baru enam langkah terlaksana, namun sebuah pekikan seorang wanita menarik atensi Sheila yang membuat langkahnya terhenti.
Bugh!
"Ahhh s-sakit. Ya Tuhan i-ini sakit sekali," jerit seorang wanita berperut buncit, merintih kesakitan sambil memegangi perutnya yang menghantam lantai.
Sheila membalik badan, matanya membelalak lebar, tangannya bergetar hebat. Alat pembersih di tangannya jatuh seketika, menciptakan bunyi nyaring yang menguar di udara.
Keadaan lantai satu di Toys Station mendadak riuh.
Orang-orang beralih menatap Sheila dengan tatapan tajam dan menuduh, seolah-olah Sheila adalah dalang dari musibah yang baru saja menimpa seorang wanita hamil yang malang.
Seluruh tubuh Sheila membeku, ia tak dapat menggerakkan kakinya yang bergetar. Tatapan tajam dari para pengunjung di Toys Station membuatnya merasa menjadi seorang penjahat.
"Darah!"
"Ya Tuhan dia berdarah."
"Astaga!"
Keributan mulai terjadi, suara para pengunjung membuat Sheila semakin ketakutan dan merasa tertekan.
Darah? Sekujur tubuh Sheila mendadak lemas. Ia baru saja melakukan dosa besar.
Tiba-tiba dua orang petugas keamanan berlari menghampiri wanita hamil yang tengah meringkuk kesakitan.
"Nyonya besar," panggil dua penjaga keamanan Toys Station.
Jder!
Bagai tersambar petir di siang bolong, mata Sheila semakin terbelalak, seluruh tubuhnya menegang sempurna.
Nyonya? Sheila menggigit bibir bawahnya dengan perasaan kacau.
"Hei kau! Cepat ke sini, kau harus ikut bersama kami!" teriak salah satu petugas keamanan, suaranya menambah kebisingan di tempat itu.
Sheila tersentak, matanya terbelalak saat ia merasakan tatapan semua orang menyorot ke arahnya. Dengan langkah gemetar ia menuruti perintah itu.
Menghampiri wanita yang tergolek lemah di lantai, Sheila melihat darah mengalir deras dari pangkal paha wanita itu.
Mata Sheila berkaca-kaca saat menyadari betapa mengerikannya keadaan si wanita hamil.
Dengan lutut lemas Sheila berjongkok di sebelah wanita hamil itu, ia meraih tangan wanita itu dengan tangan bergetar, kepalanya dipenuhi dengan rasa bersalah yang teramat besar.
"S-selamatkan putri kembarku," ucap wanita hamil itu terdengar lirih.
Kepala Sheila mengangguk lemah dengan mata menatap wajah wanita itu dengan penuh penyesalan, ia tak lagi perduli dengan tatapan menghakimi dari para pengunjung dan rekan kerjanya.
Pandangan mata Sheila hanya tertuju pada si wanita hamil yang hampir kehilangan kesadarannya.
Tiba-tiba, deru suara ambulans memecah perhatian orang-orang. Petugas kemanan bergerak cepat, mengangkat tubuh wanita hamil itu dengan sigap.
Sontak genggaman tangan Sheila pada wanita itu terlepas. Sheila bangkit dari berjongkoknya.
"Tolong selamatkan dia," desis Sheila pada petugas yang menggendong tubuh wanita hamil itu.
Permohonan Sheila bagai angin lalu, petugas itu berjalan cepat membawa tubuh lemah si wanita.
Sheila dengan penuh rasa bersalah ikut berlari mengejar langkah petugas keamanan.
Saat Sheila hampir menginjak pintu keluar, Bram datang dengan membawa wajah kecewa.
Deg!
Tatapan itu membuat Sheila semakin tersudut, namun ia berusaha mengabaikannya, dan kembali mengejar langkah yang tertinggal.
Sheila tiba di luar, ia merasa hampa, tatapannya terpaku pada wanita hamil yang diangkut masuk ke dalam ambulans.
"Masuk!"
Sheila dikagetkan dengan perintah kasar dari petugas kemanan tempat dia bekerja. Tubuhnya tersentak, ia dengan tergesah menyusul masuk ke dalam ambulans.
Dilihatnya wanita itu meraung kesakitan dengan suara lemah.
"Jus, jus je ...." Wanita hamil itu tak dapat menyelesaikan perkataannya, kegelapan lebih dulu merenggut kesadarannya.
Sheila semakin panik, ia tak dapat melakukan apa pun selain berdoa sembari menatap paramedis membantu menstabilkan wanita itu.
Suara sirine ambulans menambah kengerian disepanjang perjalanan menuju rumah sakit.
...***...
Di rumah sakit, Sheila berdiri mondar-mandir di depan ruang ICU, jantungnya berdebar tak karuan.
Dinginnya rumah sakit menusuk hingga ke tulang Sheila yang terasa lemas.
Tiba-tiba seorang dokter keluar dengan wajah tak terbaca.
"Anda keluarga pasien?" tanya dokter berjenis kelamin pria pada Sheila.
Sheila dengan cepat menggelengkan kepala.
Salah satu petugas keamanan yang ikut dengan Sheila tak dapat melakukan apa pun selain menunggu kedatangan seorang pria yang tak lain adalah suami dari wanita hamil yang saat ini tengah berjuang di dalam ruang ICU.
"Kami membutuhkan persetujuan dari keluarga pasien untuk melakukan transfusi darah dengan segera," ucap sang dokter dengan nada serius, menyiratkan urgensi yang tidak terbantahkan.
Perkataan dokter membuat perasaan Sheila tambah gelisah. Ia tak tau harus melakukan apa.
Di tengah kecemasan yang melanda Sheila, tiba-tiba suara bariton seorang pria mengagetkannya.
"Saya suami dari pasien!" sela Leonard dengan penuh kekhawatiran, wajahnya pucat disertai mata yang memerah tajam.
Deg!
Jantung Sheila nyaris berhenti berdetak ketika sorot mata tajam pria itu menatapnya dengan kejam.
Bersambung ....
Hai Zeyeng, ini adalah novel terbaru Othor.
Jangan lupa like, komen dan vote ya😍🏃
Kalau boleh bacanya jangan loncat-loncat ya zeyengku😍😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Kasmiwati P Yusuf
mmpirrrr..suka crta ny g bikin ngantuk..semangat tor..
2024-09-16
1
LISA
Aq mampir Kak
2024-09-15
1
Mamath Kay
aku mampir2ya thor
2024-07-28
2