Guru killer, yang ada dibenak semua orang pasti seorang guru yang galak dan suka menghukum siswanya bukan?
Begitu pula yang dialami oleh Evangeline Dorius (18 tahun) yang sangat tidak menyukai seorang guru killer karena selalu menyulitkannya atau memberinya tugas yang banyak.
Namun, apa jadinya jika guru killer itu jatuh cinta kepada dirinya? Bagaimana reaksi Eva terhadap pernyataan cinta Pak Theo?
Ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NKS Iravati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35 - Perlu Saya Gendong?
Sehari telah berlalu, Eva dan rombongan sekolahnya pun sudah dalam perjalanan kembali pulang dan tentu saja pulangnya menggunakan bus seperti saat akan berangkat.
Formasi duduk pun tetap sama, hanya saja Yoga dan Gisell duduk berdua.
Eva dan pak Theo pun kembali duduk bersama, kali ini bukan pak Theo yang berinisiatif tapi Eva lah yang ingin duduk dengan guru killer nan tampan itu.
Entahlah, sudut pandangnya terhadap pak Theo mulai luntur untuk saat ini. Ingat, untuk saat ini tapi tidak tahu kedepannya akan seperti apa. Menurutnya sikap pak Theo sekarang jauh lebih hangat ketimbang dulu pada saat awal mengajar yang dingin dan ketus.
*
Bus pun sampai sore hari di halaman sekolah setelah menempuh beberapa jam perjalanan. Semua siswa pun dijemput oleh orang tuanya kecuali Eva dan Yoga. Untuk Yoga karena dia membawa motor dan dia titipkan di sekolah.
"Eva, ayo pulang denganku." Ucap Yoga yang berada di atas motornya. Berbicara dengan Eva yang saat ini sedang duduk di halte menunggu bus datang.
"Tidak, terimakasih." Ucapnya singkat, padat, dan jelas.
Yoga pun tak mau kalah dan terus memaksa Eva. "Hei, ayolah hari sudah mulai malam. Tidak baik anak perempuan pulang sendirian di malam hari. Bagaimana jika Tante Jesy cemas nanti." Ujarnya menggunakan alasan yang tidak akan membuat Eva berkutik. Ya, jika menyangkut tentang sang mama maka Eva tidak akan banyak bicara.
"Aku bilang tidak! Berarti tidak!" Seru Eva dengan perasaan yang meluap-luap. Karena untuk saat ini dia memang tidak ingin bertemu dengan Yoga.
Yoga yang dibentak pun memilih diam. Lalu menghembuskan nafasnya kasar, dia menyerah membujuk Eva agar pulang bersamanya.
"Baiklah, aku pergi dulu. Hati-hati dijalan." Ucapnya lalu memakai helmnya dan menyalakan mesin motornya. Setelahnya Yoga pun sudah pergi jauh.
Baru lima menit setelah kepergian Yoga, dua orang tak dikenal datang menghampiri Eva.
"Hai neng, sendirian aja nih?" Tanya seorang preman.
Eva pun cuek dan memilih untuk tidak menanggapi mereka berdua. Padahal dalam hatinya was-was tidak karuan.
"Jawab dong cantik, jangan jual mahal Napa." Preman lainnya berucap.
Eva tak bergeming, dia memilih tetap diam.
Kedua preman itu pun lama-kelamaan semakin mendekati Eva dengan tatapan penuh nafs*.
Baru saja mereka akan mereka akan menyentuh pundak Eva, sebuah mobil Avanza hitam pun datang tepat di depan Eva.
Tin! Tin! Bunyi klakson mobil tersebut.
Kedua preman tersebut pun terkesiap kaget, dengan cepat mereka pun lari. Lari sekencang-kencangnya. Yang ada pada pikiran preman saat ini yaitu, yang mengendarai mobil Avanza hitam tersebut adalah seorang Intel yang sedang menyamar dan ingin menangkap mereka.
Seperti pepatah, Avanza diam berdebu sekali bergerak menangkap bandar sabu.
Sementara Eva pun berdiri menatap mobil Avanza hitam yang berhenti di depannya. Tak lama kemudian kaca mobil tersebut pun turun, memperlihatkan seseorang yang berada di belakang kemudi.
"Pak Theo?!" Eva terkesiap.
"Ayo, saya antar kamu pulang!" Ujarnya.
Sementara Eva masih diam mematung.
Tin!
Suara klakson mobil membuatnya kaget membuyarkan lamunannya.
"Ayo naik! Kenapa kamu lama sekali? Apa perlu saya gendong?" Tanya pak Theo dengan nada menyindir.
"Ish!" Eva pun mencebik kesal dengan kakinya beberapa kali dia hentakkan di tanah. Tanpa berkata-kata Eva pun memasuki mobil pak Theo.
Di sepanjang perjalanan pulang, tidak ada yang memulai obrolan, hanya keheningan yang menerpa. Walaupun ada suara mesin mobil dan klakson kendaraan lain tak lupa juga suara motor brong yang kebisingan knalpot nya bahkan bisa membangunkan warga komplek bila di malam hari.
Eva pun turun dari mobil pak Theo setelah sampai di depan rumahnya. "Terima Kasih pak sudah nganterin saya." Ucap Eva.
Dan hanya dibalas anggukan oleh pak Theo. Dan itu pula membuat Eva sedikit jengkel.
*
*
*
Keesokan harinya.
Bersambung……