Dunia Sakura atau kerap dipanggil Rara, hancur seketika saat video dia yang digerebek sedang tidur dengan bos nya tersebar. Tagar sleeping with my boss, langsung viral di dunia Maya.
Rara tak tahu kenapa malam itu dia bisa mabuk, padahal seingatnya tidak minum alkohol. Mungkinkah ada seseorang yang sengaja menjebaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33
"Udah tahu aku sendirian di apartemen, malah pulang jam segini hah!" bentak Dista yang kesal karena hampir jam 9 malam, Jovan baru tiba di apartemen. Kedua orang tua Jovan belum tahu kalau mereka akan pindah kesana, rencananya baru hari minggu nanti bakal pamit sekaligus memindahkan barang mereka. Sementara sekarang, kedua orang tua Jovan tahunya mereka ada di rumah Dista.
"Bisa gak, suami pulang dibuatin minum dulu, jangan malah dibentak," Jovan balas membentak. Dia melemparkan tasnya ke sofa lalu melepas kancing lengan kemejanya. Sudah cukup hari ini emosinya dibuat naik gara-gara Rara dan Haidar, sekarang mau istirahat malah masih harus bertengkar dengan Dista.
"Emang di rumah Rara gak dikasih minum?" Dista menyilangkan kedua lengan di dada, tersenyum penuh arti.
Jovan menghentikan aktifitasnya, menatap Dista dengan kening mengkerut. Darimana wanita itu tahu jika dia baru dari rumah Rara?
"Kamu fikir aku gak tahu, Mas?" Dista tersenyum kecut. "Kamu bohongin aku, pura-pura lembur tapi aslinya ke rumah Rara. Jahat kamu!" dia mendorong kasar bahu Jovan.
"Rara sedang hamil, Dis, tolong fahami kondisinya. Dia butuh perhatian lebih."
"Pahami?" Dista tertawa ngakak. "Sampai kapan aku harus memahami, sampai Rara lahiran? Atau sampai anak kalian besar? Karena nanti saat anaknya sudah lahir, Rara tidak akan lagi menggunakan kehamilannya untuk menarik perhatian kamu, tapi anaknya. Anak yang akan Rara gunakan jadi senjata."
Dista punya banyak kenalan di kantor Jovan. Mudah saja baginya untuk mencari informasi suaminya itu lembur atau tidak. Dan saat tahu Jovan berbohong, dia langsung mencari ke rumah Rara, tebakannya benar, mobil Jovan terparkir di depan rumah Rara.
"Aku sudah berhenti kerja karena pengen jadi istri seratus persen buat kamu. Tapi apa, kamu gak bisa selalu ada untuk aku karena harus berbagi dengan Rara, dan sekarang kamu malah gak adil."
"Aku minta maaf." Jovan menyentuh bahu Dista, tapi tangannya langsung ditepis oleh wanita itu.
"Kamu gak adil, Mas."
...----------------...
"Pindah?" Ulang Bu Mariam yang terkejut mendengar ucapanan putranya.
"Kami ingin mendiri, Mah," ucap Jovan sambil menggenggam tangan Dista.
"Tapi kenapa mendadak kayak gini?"
"Sebenarnya tidak mendadak, kami sudah memikirkan ini sejak lama, hanya baru sekarang aja bilang ke Mama sama Papa," Jovan menatap kedua orang tuanya bergantian.
Bu Mariam menatap Dista yang sejak tadi hanya diam. Dia yakin, ini bukan semata-mata hanya ingin mandiri, tapi ada hubungannya dengan hari itu. "Kamu masih marah sama Mama?" dia langsung bertanya.
"Enggak," Dista menyunggingkan senyum palsu. "Mana mungkin Dista marah sama Mama."
"Kalau enggak, kenapa harus pindah? Dulu, sebelum kalian menikah, Mama sudah bilang kalau ingin kamu dan Jovan tinggal disini, Jovan itu anak tunggal."
Dista menghela nafas panjang. "Tapi kita ingin mandiri, Mah."
"Mandiri yang gimana? Emang kamu bisa masak? Bisa ngerjain pekerjaan rumah tangga? Bisa ngurus Jovan?"
"Mama kok malam merembet kesana sih?" Dista tak bisa pura-pura lagi, dia kesal pada mertuanya tersebut. "Ini rumah tangga Dista dan Mas Jovan, Mah, gak seharusnya Mama ikut campur seperti ini. Lagian Dista ini istrinya, bukan pembantu, kenapa harus masak dan melakukan pekerjaan rumah?"
"Kenapa kamu bilang?" Bu Mariam langsung naik darah. "Mama hanya ingin memastikan, kalau Jovan diurus dengan baik. Memasak buat suami itu salah satu bakti istri, bukan merasa dijadikan pembantu."
"Mah, udah," Jovan menginterupsi. "Nanti Jovan bisa cari pembantu."
"Semua-semua pembantu, terus apa kerja dia?" Bu Mariam melirik Dista. "Gak bisa melakukan pekerjaan rumah tangga gak papa, tapi minimal bisa masak buat suami. Masak gak bisa, ngasih anak juga gak bisa."
"Mama!" tekan Jovan sambil melirik Dista. Istrinya itu pasti sebentar lagi tantrum karena lagi-lagi, dikatain mandul.
"Tuh kan, Mas, aku gak bohong," Dista tersenyum miring. "Mama kamu itu selalu ngatain aku mandul. Padahal dia juga wanita, kenapa bisa ngomong seperti itu."
"Karena buktinya sudah ada. Rara bisa hamil dengan Jovan, anak saya tidak mandul," Bu Mariam menatap Dista nyalang.
"Mah, jangan bilang seperti itu," Pak Yahya menginterupsi. "Mungkin belum waktunya saja, 5 bulan juga belum ada mereka menikah. Biarkan mereka mengurus rumah tangga mereka sendiri. Kalau memang mau mandiri, ya sudah, biarkan. Mungkin dengan tinggal sendiri, Dista bisa banyak belajar."
"Baiklah, terserah kalian," Bu Mariam mendengus kesal. Kalau suaminya sudah bicara seperti itu, mana berani dia melawan lagi.
Tanpa menunggu nanti atau malah besok, Dista langsung mengemasi barang-barangnya. Dia sudah tak sabar ingin hidup bebas, gak semua-semua diawasi mertua, gak lagi harus dengar ceramah sok bijak.
Bu Mariam yang masih kesal, tak mengantar mereka pindahan. Dia malah pergi ke klinik kecantikan untuk perawatan.
Disaat Dista sibuk bebenah di apartemen, Jovan malah sibuk menghubungi Rara. Ternyata istrinya itu tidak menepati janji. Bilangnya iya, akan mengaktifkan ponsel, tapi ini sudah 3 hari, ponsel Rara tidak aktif juga.
Dista memilih kamar yang lebih kecil di apartemen dengan alasan, ogah pakai ranjang bekas Rara. Sebenarnya tinggal disini, dia juga kurang nyaman mengingat di tempat ini, dulunya Rara dan Jovan memadu kasih. Tapi setidaknya, masih lebih baik daripada tinggal bersama mertua yang cerewet, batinnya.
"Dis, aku keluar bentar ya?" pamit Jovan.
"Kemana?"
"Nyari makan."
"Delivery aja kan bisa. Aku capek, malas keluar." Setelah tadi mengemasi barang dari rumah Jovan, sekarang kembali menyusun disini, itu sangat melelahkan.
"Aku keluar sendiri aja. Kamu mau nitip apa?"
"Delivery aja, Mas."
"Em.....aku sama mau ketemu teman bentar."
"Teman siapa?" Dista mulai curiga. Dari tadi dia melihat suaminya itu seperti gelisah, sibuk dengan ponselnya.
"Em.... itu... Hendra."
"Ya sudah."
"Nitip apa?"
"Gak usah."
Jovan mengecup kening Dista, lalu meninggalkan apartemen. Dia langsung meluncur ke Juliet florist karena biasanya jam segini, Rara ada disana. Apalagi ini minggu, toko ramai.
astaghfirullah, rasain lu. malu banget dah kalau tubuh jg sdh dikonsumsi publik
kpok dista..
ganyian yg masuk perangkap fino..
kalo mau ngelayani pasti ngancam nyebarin video dista dan bastian..
bahaya punya koleksi video syur pribadi..
kalo kecopetan atau kerampokan kan bisa disebarin orang lain..