Seorang gadis cantik, jenius dan berbakat yang bernama Kara Danvers bekerja sebagai agen ganda harus mati di karena dikhianati oleh rekannya.
Namun, alih-alih ke alam baka. Kara malah bertransmigrasi ke tubuh bocah perempuan cantik dan imut berusia 3 tahun, dimana keluarga bocah itu sedang di landa kehancuran karena kedatangan orang ketiga bersama dengan putrinya.
"Aku bertransmigrasi ke raga bocil?" Kara Danvers terkejut bukan main.
"Wah! Ada pelakor nih! Sepertinya bagus di beri pelajaran!" ucap Kara Danvers menyeringai dalam tubuh bocah cilik itu.
Apa yang yang akan dilakukan sang agen ganda saat di tubuh gadis cilik itu dan menggemaskan itu. Yuk mari baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keberanian Vara
Suasana hening menyelimuti cafe tersebut, bahkan penyanyi band tadi ikut terdiam. Meski tubuhnya kecil, aura yang dikeluarkan oleh Vara tidak biasa.
Bahkan mata dingin Vara mampu membuat para pengunjung cafe ikut terdiam. Tanpa sadar mereka semua menunggu apa yang akan dilakukan anak kecil itu.
"Vara sayang ... ini Papa, apa Vara tidak rindu dengan Papa, Nak?" tanya Arvin dengan suara sedih.
Vara mendengus dingin, sedangkan para tamu terenyuh melihat Arvin yang terlihat mengenaskan.
Pakaian dan wajahnya terlihat kusut, seperti mengalami banyak masalah. Tentu mereka berpikir seperti itu.
"Hentikan omong kocong Anda, Tuan Alvin! Pelkataan Anda justlu membuatku mual" ujar Vara menusuk hati Arvin.
"Vara sayang—"
"Diam!" Vara memotong ucapan Arvin, sambil mengangkat tangannya.
"Dengalkan baik-baik Tuan Alvin yang telholmat dan juga pala pengunjung yang budiman."
Vara menyapukan pandangannya, dengan wajah yang datar. Suaranya terdengar lantang.
"Ibuku tidak pelnah belcelingkuh. Bahkan peltemuan meleka tidak dicengaja, jadi hentikan tuduhan tidak beldacal Anda," ujar Vara dengan suara lantang.
"Vara—"
"Aku belum celecai bicala Tuan Alvin." Vara lagi-lagi memotong ucapan Arvin.
Arvin kembali terdiam, menatap nanar putrinya.
"Anda jangan bellagak cok jadi kolban. Apa Anda lupa ingatan, tentang pelbuatan Anda bebelapa hali yang lalu?" sarkas Vara dengan suara datar.
Deg!
Jantung Arvin berdetak kencang, wajahnya tiba-tiba berubah pucat. Namun, Vara tidak mempedulikan pria itu.
"Dengalkan wahai pala netijen yang telholmat. Aku mau beltanya, telkhucus bagi wanita, atau pala laki-laki yang punya saudala atau ibu di lumah ...." Semua terdiam menunggu ucapan Vara.
"Bagaimana jika hubungan lumah tangga kalian baik-baik caja, bahkan bahagia punya istli cantik dan baik. Tapi, tiba-tiba pacangan kalian datang dengan membawa celingkuhannya ke lumah?" tanya Vara dengan suara lantang, menatap para pengunjung itu satu persatu.
Salah satu wanita seumuran Selvira menjawab, " Tentu aku langsung meminta cerai dan menghajar kedua peselingkuh itu sampai mampus," sahutnya dengan suara geram diikuti yang lain yang ikut geram.
Vara mengangguk. "Kalian balu mendengalkan, cudah cepelti itu. Bagaimana dengan ceolang istli yang celalu belcabal, bahkan menelimanya walaupun hatinya cakit demi anaknya?" tanya bocah perempuan itu membuat semua orang langsung terdiam.
Selvira mencoba maju menghentikan sang putri. "Vara sayang—"
"Ctop, Mama. Bialkan kali ini Vala belbicala balu cetelah itu, Vala akan menjadi anak yang baik. Vala ingin membelitahukan pada netijen di cini agal meleka tidak menghina Mama lagi!" potong Vara serius.
Vara merasa geram saat mendengar ucapan tidak pantas keluar dari mulut mereka yang ditujukan pada ibunya, Selvira.
Selvira berhenti, menatap putrinya dengan pandangan yang rumit. Wanita cantik itu kembali terdiam.
Vara menarik napasnya, kemudian kembali melanjutkan ucapannya. "Kalian tahu, laki-laki di depan kalian ini. Itu yang dia lakukan ... dia datang membawa ceolang janda belcama anaknya, untuk tinggal celumah dengan istli cahnya dan juga putlinya tanpa memperdulikan pelacaan istli dan anaknya." Vara menunjuk Arvin yang terdiam kaku.
"Dan lebih lucunya lagi, telnyata meleka cudah celingkuh celama enam bulan dan balu menikah diam-diam tanpa cepengatahuan istli cahnya. Dia menikahi ceolang janda yang katanya cinta peltamanya, ceolang yang baik hati katanya," ujar Vara lantang sambil terkekeh miris.
"Tapi apakah cukup campai dicitu? Tidak! Kenapa? Kalena laki-laki di depan kalian ini tidak mau mencelaikan istli peltamanya, dia mau memiliki dua wanita. Bukankah itu yang namanya laki-laki celakah dan egois?!"
Semua orang terdiam mendengar ucapan balita itu.
"Apa itu cukup lagi? Tidak! Laki-laki di depan kalian ini, bahkan menyatukan dua wanita dalam catu lumah tangga. Tapi apakah istli kedua puas? Tentu tidak! Pelakol itu bahkan celing mengganggu ibuku. Dia dan anaknya celing mencali gala-gala padaku dan ibuku. Baik menfitnah atau yang lainnya. Dan itu bellangcung celama cetahun. Aku bahkan pelnah koma kalena pelakol itu. Tapi laki-laki di depan kalian ini tidak melakukan apapun, pada istli keduanya ...."
Vara menghentikan perkataannya dulu untuk menarik napas terlebih dahulu.
"Dan puncaknya! Ketika pelakol itu hamil, dia cemakin cemena-mena telhadap ibuku. Tapi aku tidak pelnah membialkannya belhacil, melukai aku lagi ataupun ibuku ...."
"Kalena melaca gelam, akhilnya pelakol itu menfitnah ibuku. Dia menfitnah menuduh ibuku celingkuh hingga melahilkan aku dan apa kalian tahu apa yang dilakukan laki-laki di depan kalian ini?!" tanya Vara membuat mereka spontan menggeleng.
"Laki-laki di depan kalian ini pelcaya begitu caja dengan bukti palcu. Dia bahkan mengatai ibuku ceolang pelacul dan mengatakan aku anak halam dan anak cetan. Tidak campai dicitu, laki-laki di depan kalian ini bahkan mengucil dan ingin memukulku juga ibuku. Dia juga mencelaikan ibuku," ujar Vara dengan mata memerah karena menahan geram dan tangisnya.
"Tapi cetelah kebohongan pelakol itu terbongkal, dan meleka diucil oleh kakekku. Pelakol itu mengelualkan cifat aslinya, dia meninggalkan laki-laki ini kalena cudah tidak punya apa-apa lagi. Dan dengan tidak tahu malunya, laki-laki ini meminta maaf dan meminta kecempatan kedua pada ibuku."
Vara menunjuk Arvin dengan tangan mungilnya.
"Apakah laki-laki di depan kalian ini macih bica dicebut ceolang ayah dan cuami? Tidak!" sambung Vara lantang.
"Aku memanggilnya, Tuan Alvin kalena laki-laki ini cendili yang memulainya, kenapa balu cekalang Anda menyecal? Apa kalena pelakol itu cudah pelgi dan di penjala atau Anda balu menyadali jika ibuku adalah wanita telbaik yang pelnah kau khianati?" tanya Vara lagi.
"Nah kalian cudah dengalkan wahai pala netijen yang budiman! Ciapa laki-laki di depan kalian ini yang kalian cangka adalah ceolang kolban. Padahal dialah pelaku cebenalnya, justlu ibuku yang ceolang kolban. Dia mendelita celama cetahun. Tapi dia hanya diam dan menelima tanpa melawan," ujar Vara.
Semua pengunjung tertunduk merasa malu, beberapa dari mereka bahkan menangis mendengar kisah Selvira.
"Maka jadi olang halus celdas dalam berpikil, jangan langcung menjudge olang dali lualnya caja tanpa tahu macalahnya yang cebenalnya. Pelkataan kalian bahkan menyakiti pelacaan ibuku! Bagaimana jika pocici kalian dibalik? Apa kalian canggup menjalaninya cepelti ibuku tanpa mengalami depleci. Dia halus kuat demi putlinya," ucap Vara geram.
Selvira langsung memeluk putrinya, wanita itu merasa terharu sekaligus bangga terhadap putrinya.
Keadaan kini menjadi hening setelah Vara berbicara, kemudian para pengunjung langsung bangkit.
"Anda tidak pantas di sini, lebih Anda keluar!" usir seorang pria pada Arvin.
"Betul! Pria pengkhianat dilarang di bumi ini!" teriak para wanita ikut merasa geram.
"Selvira! Dengar aku!" teriak Arvin merasa panik.
"Vara! Papa minta maaf Nak!" teriak Arvin lagi.
Para pria segera menghampiri Arvin dan menyeretnya keluar. Bahkan pengawal yang tadinya ingin menyeret Arvin, tidak jadi.
"Mama sangat bangga padamu sayang! Mama sayang Vara selamanya!" ucap Selvira.
"Aku juga cayang, Mama celamanya!" ucap Vara.
Andrian tersenyum melihat keduanya, di sudut lain seorang pria berjas mewah ikut tersenyum. Dia adalah Leon, dia awalnya ingin membantu Selvira. Namun, melihat keberanian bocah perempuan cantik itu dia merasa sangat kagum.
Para wanita segera mendekat ke arah Selvira, mereka meminta maaf dan memberikan dukungan moral pada wanita satu anak itu.