Ajeng harus pergi dari desa untuk menyembuhkan hatinya yang terluka, sebab calon suaminya harus menikahi sang sepupu karena Elis sudah hamil duluan.
Bibiknya memberi pekerjaan untuk menjadi pengasuh seorang bocah 6 tahun dari keluarga kaya raya di Jakarta.
Ajeng iya iya saja, tidak tahu jika dia adalah pengasuh ke 100 dari bocah licik itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 - Memang Ingin Melepaskan
Jam 6 sore saat mama Mona kembali ke apartemen ini, Sean dan Ajeng sedang duduk berdampingan di ruang tengah menyaksikan televisi yang menyala, serial si kembar nakal kesukaan Sean.
Mereka langsung saling pandang, seolah memikirkan hal yang sama.
"Sayang," panggil Mona dengan senyum lebar yang terukir di wajahnya. Tapi Mona tidak berhenti untuk sekedar memeluk sang anak, dia langsung melanjutkan langkah menuju ruang kerjanya.
Dan saat itu juga Ajeng dan Sean menghitung di dalam hati, menunggu suara teriakan mama Mona ...
1
2
3 ...
"SEAN!!" pekik Mona dengan sangat kuat, suaranya bahkan menggelegar hingga memenuhi seisi apartemen ini. Mona marah besar, di saat lelah dia pulang bekerja ternyata di rumah mendapati buku sketsa-nya yang hancur.
Padahal buku ini sudah seperti bagian dari hidup Mona, semua pekerjaannya dimulai dari buku ini, desain baju yang dia buat, beberapa desain baru yang akan segera diluncurkan.
Wanita itu bahkan langsung keluar dari ruangan kerjanya dengan membawa buku sketsa yang sudah tidak berbentuk lagi. Bukan hanya banyak coretan, tapi juga ada beberapa lembar kertas yang sudah tercabbik.
Dan mendengar suara teriakan itu, Sean pun langsung turun dari duduknya untuk menghampiri sang mama.
"Apa ini?! kamu yang sudah merusak buku sketsa sama MAMA?!" pekik Mona, kedua matanya menatap nyalang.
Ajeng yang tak kuasa melihat pemandangan itu pun langsung mendekat.
"Maaf Ma, kami kira buku itu sudah tidak terpakai lagi," ucap Ajeng dengan kepala yang sudah menunduk.
Tapi kekesalan Mona masih tertuju pada sang anak. Sean jika tidak diberi pelajaran maka akan kembali mengulangi kenakalannya ...
"Sini tangan mu! biar mama pukul tangan nakal itu!!" geram Mona, dia berniat mencubit tangan kecil Sean.
Namun Ajeng tidak tinggal diam, dia menahan tangan Mama Mona yang hendak menjangkau Sean.
"Jangan Ma!"
"Minggir kamu! berani-beraninya menyentuh tangan ku!!" pekik Mona, sekuat tenaga dia menepis Ajeng bahkan mendorongnya ...
Ajeng sampai terpelanting dan jatuh, keningnya membentur pinggiran meja di ruang tengah itu.
Brug!
Awh! Ajeng meringis merasakan sakit, tapi dia tidak menjerit, hanya memekik di dalam hati.
"Mbak Ajeng!" Sean buru-buru menghambur memeluk mbak Ajengnya, memastikan wajah sang pengasuh.
Tenyata kening mbak Ajeng sampai terluka.
"Ya Ampun Mbak, keluar darah," cemas Sean.
Namun Mona yang melihat pemandangan itu makin kesal saja, dia putuskan untuk segera pergi dari sana.
Masuk ke dalam ruang kerjanya kembali dan menutup pintu itu dengan sangat kuat.
Brak!!
Ajeng dan Sean bahkan sampai terperanjat kaget.
"Mbak, ayo aku obati lukanya," ucap Sean dengan kedua mata yang sudah berkaca-kaca.
Ajeng malah sudah menangis, perlakuan kasar seperti ini pun membuatnya kembali teringat dengan papa Reza.
Tak menyangka jika pekerjaannya menjadi seorang pengasuh akan seberat ini.
"Sen, kita pulang saja yuk, Oma Putri sering marah, tapi dia tidak pernah memukul mu. Papa Reza juga dingin, tapi dia juga tidak pernah memukul mu, jangan disini," ucap Ajeng dengan sesenggukan.
Sean jadi menangis, dia mengangguk dan segera memeluk mbak Ajeng-nya.
Perjalanan mereka terasa begitu panjang, namun di ujung ternyata tidak menemukan kebahagiaan.
Sean telah banyak menyelidiki sendiri semenjak tau sikap kasar sang mama. Dia baru tahu jika perceraian itu pun keinginan mamanya, bahkan mama Mona tidak memperebutkan hak asuh atas dia.
Mama Mona memang ingin melepaskan dia dengan jalan perceraian itu.
Sean juga sadar satu hal, bahwa pertemuan kali ini pun karena dia yang mengusahakannya, sementara mama Mona tidak.