Kehidupan gadis yang bernama Renata Nicholas tak jauh dari penderitaan, wajahnya yang pas-pasan serta penampilannya yang kurang menarik membuat semua orang terus merendahkannya.
Setelah orang tuanya meninggal, Renata tinggal bersama sang bibi dan sepupunya. Namun, mereka selalu tak adil padanya dan mengucilkannya. Tak pernah mendapatkan kebahagiaan membuat Renata jenuh dan memutuskan pergi dari rumah.
Disaat itu ia bertemu dengan laki-laki yang bernama Derya Hanim, seseorang yang pernah ia kagumi, akan tetapi itu bukan akhir dari segalanya, ternyata Derya hanya memanfaatkan keluguannya sebagai pelukis yang hebat.
Setelah tahu tujuan Derya, Renata kembali bangkit dan pergi dari pria itu, dan akhirnya Renata bertemu dengan Bagas Ankara, dia adalah bos Renata, pria yang diyakini bisa membantu mengubah hidupnya, baik dari segi karir maupun wajahnya. Bagas yang ingin membalas mantannya pun mengakui Renata sebagai pacarnya.
Akankah cinta tumbuh diantara mereka?
Ataukah Bagas kembali memanfaatkan Renata seperti yang dilakukan Hanim?
Siapa sosok Bagas dan Derya, pria yang sama-sama hadir dalam hidup Renata?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadziroh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27 tahun yang lalu
Dua puluh tujuh tahun yang lalu di kota Koriyama
"Jika kau memilih perempuan ini, silahkan pergi dari sini! Aku tidak sudi punya anak sepertimu dan menantu seperti dia!" bentak pria yang masih memakai baju kantor itu dengan lantang.
Dia adalah Liam Nicholas, suami Wanda dan ayah dari Reno Nicholas. Salah satu pengusaha terkaya di negara sakura. Tak ada yang bisa menentang ucapannya termasuk istri dan anaknya.
Sekujur tubuhnya hanya dipenuhi dengan api. Matanya menyala dan siap berkobar. Amarahnya memuncak di ubun-ubun mendengar permintaan putranya.
Wanita cantik yang ada di balik pintu kaca menangis tersedu-sedu. Ingin menolong tapi tidak bisa karena beberapa penjaga menghalanginya.
Wajah tertunduk. Berat untuk mengambil keputusan. Akan tetapi, keadaan memaksa harus memilih antara istrinya dan orang tua yang selalu mementingkan ego.
"Aku ingin bertemu dengan ibu, Yah. Sebentar saja," pinta Reno Nicholas, putra semata wayang Liam Nicholas itu terus memohon.
Naomi adalah wanita yang ia cintai, bukan dari keluarga konglomerat, namun mampu membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Itulah yang membuat Reno mempertahankannya.
Tidak ada jawaban, pintu terbuka lebar tanda permintaan disetujui. Reno melepaskan genggaman tangan Naomi dan masuk ke ruangan sang Ibu.
Sementara itu, pria yang bertubuh kekar dengan rambut gondrong itu menarik Naomi dan membawanya keluar.
"Gara-gara kamu semua jadi kacau, aku ingatkan sekali lagi, pergi atau kamu dan Reno akan menderita."
Naomi mendongak, menatap Liam yang masih diselimuti dengan amarah menggebu.
Berjanjilah, apapun yang terjadi kamu harus tetap memilihku, ucapan Reno terngiang-ngiang kembali di otaknya saat ia ingin ingkar.
"Aku akan tetap pilih mas Reno, Yah. Aku tidak akan meninggalkannya. Itu janjiku."
Liam menyunggingkan bibirnya, kedua tangannya mengepal lalu menghantam tembok dengan keras.
Tubuh Naomi terguncang saat melihat tetesan darah dari balik jemari sang mertua.
"Itu artinya kamu melawanku. Rasakan apa yang akan aku lakukan setelah ini," ancam Nicholas.
Naomi hanya bisa menunduk menunggu Reno keluar.
Tangis sang ibu pecah saat memeluk putra tercinta. Meskipun restu diberikan oleh ibunya. Nyatanya, Reno tetap tak bisa menguasai hati sang ayah yang sekeras batu, bahkan Ia tak bisa sedikitpun mencari celah untuk menunjukkan kebaikan Naomi.
"Ibu tenang saja, dimanapun aku dan Naomi berada, ibu akan tetap ada di sini."
Reno meletakkan tangan ibunya dan menempelkan di dadanya sebelah kiri. Hingga bisa merasakan detak jantung yang sangat normal.
Pelukan hangat dan ciuman diberikan sang ibu pada putranya. Suaranya tertahan di kerongkongan. Namun, air mata menjadi bukti jika wanita itu belum rela melepas anaknya.
"Aku pergi dulu."
Seketika wanita itu menahan tubuh Reno yang hampir melangkah, tak ada sepatah kata pun, tangisan semakin kencang hingga beberapa pelayan ikut sesenggukan.
"Kalau ibu tidak melepasku, aku akan kehilangan Naomi, Bu."
Tapi aku ibumu, itulah yang ingin di katakan Wanda, namun masih saja terhalang oleh tangis yang tak bisa mereda.
Reno kembali merengkuh Wanda. Pelukan itu adalah pelukan yang terakhir bagi Reno. Sebab, ucapan sang ayah tak mungkin ia langgar.
"Sudah, ibu jangan menangis. Aku pasti bahagia tanpa harta ayah." Itulah ucapan Reno yang membuat Wanda lega. Ia yakin Reno bisa berjuang dengan kemampuan yang dimiliki.
Wanda melepaskan pelukannya dan membuka laci yang ada di samping ranjangnya.
"Ini untuk kamu." Sebuah kartu tipis dan kotak perhiasan diberikan untuk Reno.
"Tidak Bu, aku __" ucapannya terpotong saat Wanda mendaratkan jari telunjuknya tepat di bibir Reno.
"Ini uang ibu sendiri, dan kamu bisa usaha apa saja yang kamu bisa. Jaga Naomi dengan baik, meskipun dia mandul, ibu tidak peduli, yang penting kamu dan dia bahagia."
Wanda membuka kotak yang ada di tangan Reno, memperlihatkan satu set perhiasan yang sangat mahal dan berkelas.
"Naomi pasti akan terlihat sangat cantik."
Reno mengangguk menerima benda itu, keluar menghampiri istri dan ayahnya.
Liam menatap ke arah langit yang cerah. Mengalihkan pandangannya saat Reno mematung di depannya.
"Ayah, aku pamit. Maaf, karena aku tidak bisa menuruti permintaan ayah. Terima kasih sudah membesarkanku dengan kasih sayang ayah."
Tak ada jawaban, Liam tetap menatap ke atas. Dinginnya sikap menunjukkan jika ia pun tak mau mengalah.
Reno meraih tangan Naomi. Keduanya melangkah pelan meninggalkan rumah mewah itu.
Setibanya di halaman, Reno menghentikan langkahnya saat suara bariton sang ayah kembali terdengar.
"Ingat Reno, sekali kamu keluar dari rumah ini, maka selamanya kamu tidak akan diterima lagi di sini, jangan panggil aku ayah jika kamu tidak mau menceraikan wanita itu."
Mata Naomi yang berkaca itu terbelalak dan menoleh menatap Reno yang ada di sisinya.
"Mas, lebih baik kita berpisah, aku tidak mau egois. Aku tidak mau kamu memutus hubungan darah dengan ayah. Biarkan aku pergi."
"Tidak!" tukas Reno dengan tegas. Ia semakin mempererat genggamannya.
"Ayah sudah keterlaluan, aku tidak akan kembali ke keluarga Nicholas. Biarkan nama itu menjadi kenangan sampai aku mati."
Tak ada pilihan, memberontak pun percuma saja, akhirnya Naomi mengikuti pilihan suaminya.
Hidup jauh dari keluarga yang tak menginginkan, itulah pilihan yang tepat bagi Reno. Ia dan Naomi memilih pindah ke Indo untuk memulai hidup baru dengan keluarga baru. Meski tak diizinkan kembali, Reno tidak putus asa untuk melanjutkan hidupnya, merajut cinta dalam bahtera rumah tangga bersama wanita yang dicintai.
"Kamu tidak apa-apa, kalau nanti rumah kita tidak terlalu besar," goda Reno saat keduanya tiba di bandara. Meskipun sudah tahu jawabannya, tetap saja bertanya.
Naomi tersenyum tipis. Menepuk-nepuk lengan kekar suaminya. "Di kolong jembatan pun tidak apa-apa, Mas. Asalkan ada kamu yang menemaniku."
Tuhan, tidak ada yang tidak mungkin jika Engkau sudah berkehendak. Manusia hanya bisa menerka. Akan tetapi, Engkau maha membolak balikkan hati dan keadaan. Aku memang bukan menantu yang diharapkan di keluarga Nicholas, tapi aku ingin memberi kenangan yang terindah untuk mereka. Sambungkanlah keluarga kami dengan jalan yang Engkau Ridhoi.
Naomi mengelus perut ratanya, masih berharap ada keajaiban yang datang menghampiri. Mengusap air matanya yang sempat lolos, ia tak mau terlihat sedih saat berada di samping Reno.
Seperti keinginan ibunya, Reno membuka kotak perhiasan yang berwarna maron.
"Ini untuk kamu. Ibu selalu memakainya di acara penting."
Naomi diam, ia menatap nanar berlian indah itu, "Kenapa ibu memberikannya padaku?" tanya Naomi antusias.
"Ibu sudah merestui kita, karena itulah aku berani keluar dari rumah. Jangan khawatir, setelah kita mendapatkan tempat tinggal, aku akan bekerja. Kita tidak akan hidup susah. Kamu cukup berdoa saja dan menungguku pulang."