Anastasya menikah dengan Abimayu karena perjodohan orang tua mereka. Namun setelah menikah Abimayu bersikap acuh kepada Ana karena dia belum bisa menerima Ana dalam hidupnya. Sedangkan Ana telah lama jatuh cinta kepada Abimayu sejak pertama kali melihatnya. Ana terus berusaha untuk membuat Abimayu agar bisa menerima dirinya. Tapi Abimayu tetap tidak bisa menerimanya setelah mengetahui Ana adalah wanita yang suka pergi ke klub malam.
Mampukah Ana meluluhkan Abimayu sampai Abimayu menerimanya?
Mampukah Ana bertahan mencintai Abimayu disaat Abimayu selalu mengabaikannya?
jangan lupa lanjutkan baca kisahnya disini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon adwiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 11
Pukul 05:00 pagi Abimayu seperti biasa, sudah bangun dari tidurnya. Sebelum melakukan aktivitasnya, ia melaksanakan kewajibannya terlebih dahulu sebagai seorang yang beragama muslim. Meskipun tinggal di lingkungan luar dari pondok pesantren sedari kecil. Abimayu selalu ingat dengan kewajibannya. Ia tidak pernah meninggalkan itu meski di mana ia berada, dan dalam keadaan apapun.
Ia tidak berpenampilan seperti para saudaranya yang sesuai dengan sekolah mereka, yaitu berasal dari lulusan pesantren. Ia hanya ingin menjadi dirinya sendiri, tidak ingin terpaksa untuk melakukan hal yang tidak ia minati. Orang tuanya juga tidak memaksa ia harus bisa seperti saudara nya yang lain, yang terpenting ia tetap di jalan yang benar dan tahu apa kewajibannya. Ia tidak sepintar para saudaranya jika di lihat dari segi agama, tapi secara garis besar ia mengetahui dasar dan apa yang menjadi kewajibannya sebagai seorang muslim.
Berbeda dengan Ana, sejak mereka tinggal bersama, ia tidak pernah melihat Ana sekali pun melaksanakan kewajibannya. Pernah ia mengajak dan mengingatkan Ana untuk sholat, tapi Ana mencari alasan dan mengulur waktu hingga waktu sholat telah berakhir. Apa lagi sekarang mereka berkegiatan masing-masing, mereka lebih banyak menghabiskan waktu di tempat bekerja daripada di rumah. Kebersamaan mereka hanya pada malam hari atau di hari libur kerja. Jika libur bekerja, Abimayu lebih memilih pergi ke luar meninggalkan Ana, begitu juga sebaliknya. Ana juga akan pergi ke luar, jika ia tidak berhasil mengajak Abimayu untuk ke luar bersama menikmati waktu berdua. Mereka membawa diri masing-masing ke tempat tujuan yang berbeda.
Abimayu juga tidak ingin terlalu memaksa Ana untuk mau melakukan kewajibannya. Ia berprinsip, jika seseorang tidak ingin mengerjakannya, ia tidak boleh memaksa. Cukup dengan mengingatkan saja. Apalagi yang di ingatkan itu seorang yang sudah dewasa, ia pasti tahu apa yang menjadi kewajibannya jika ia adalah seorang muslim.
Di perumahan tempat mereka tinggal, suara panggilan adzan jarang terdengar. Hidup di daerah kota, kita akan bercampur-baur dengan orang-orang yang berbeda keyakinan, termasuk di perumahan mereka ini. Di sini tidak ada berdiri sebuah mesjid atau musholla, karena orang-orang di sini mempunyai keyakinan yang berbeda-beda. Di luar dari perumahan, kita baru menemukan sebuah musholla. Rumah yang di tinggali mereka berada di tempat yang sedikit paling ujung. Sehingga suara adzan dari musholla luar tidak terlalu terdengar. Abimayu hanya mengandalkan aplikasi di ponselnya yang telah ia atur untuk setiap waktu sholat. Jika tidak, ia berpedoman dengan melihat jam.
Selesai melaksanakan sholat, Abimayu berjalan mendekati Ana di atas ranjang yang masih tertidur pulas. Ia memperhatikan wajah Ana yang begitu tenang ketika tidur. Ia tidak bisa pungkiri, kalau Ana memiliki paras yang cantik. Tapi hatinya sedikit pun tidak tertarik dengan kecantikan Ana. Mungkin saja karena ia tinggal bersama dengannya, ia mengetahui sikap dan prilaku seorang Anastasya. Benar kata bijak yang ia dengar, kecantikan seseorang itu terpancar dari hatinya. Jika seorang yang cantik tapi mempunyai sifat yang buruk, maka kecantikannya akan tertutupi oleh sifatnya yang buruk. Begitu sebaliknya, seorang yang berparas biasa saja, jika mempunyai sikap dan hati yang baik, maka itulah menjadi kecantikan yang sebenarnya.
Seperti pada diri Ana sekarang, Abimayu tidak melihat paras yang cantik dari wajahnya, tapi yang ia lihat sikap yang buruk dari Ana, sehingga ia tidak pernah bisa jatuh hati pada seorang yang bernama Anastasya. Ia tidak tahu, bagaimana kehidupan mereka untuk ke depannya.
Ketika tidur, Ana nampak tenang. Berbeda dengan apabila ia sudah bangun. Jika bangun, ia bisa seperti macan yang bisa menerkam siapa saja.
"Ana, ayo bangun, Kamu sholat dulu." Mencoba membangunkan dengan suara bas nya. Belum ada tanda-tanda Ana akan bangun.
"Ana, bangun! Setiap hari kamu selalu mengelak untuk di suruh sholat. Apa kamu tidak takut kalau nyawamu tiba-tiba di ambil oleh Tuhan saat tidur?" keluar sudah kata yang menyakitkan dari mulut Abimayu. Ia sudah berusaha membangunkan dengan cara yang baik, tapi Ana tetap tidak berniat untuk bangun.
"Kalau kamu tidak ingin bangun, aku tidak peduli lagi, aku sudah mengingatkanmu."
Abimayu menjauhkan tangannya dari tubuh Ana yang sejak tadi ia sentuh supaya Ana bisa bangun. Belum sempat tangannya menjauh, tiba-tiba Ana menarik tangan Abimayu dengan kuat, membuat Abimayu terduduk di atas ranjang. Ana ikut duduk di samping Abimayu dengan tangannya yang masih memegang lengan Abimayu.
"Jangan terlalu suka marah, nanti Mas cepat terlihat tua," ucap Ana sambil mengalihkan tangannya memeluk Abimayu." Seharusnya Mas Abi memberikan ciuman selamat pagi dulu kepadaku, bukan terus memarahiku."
Tubuh Abimayu ia gerakkan agar terlepas dari pelukan Ana. Sedang berjuang untuk melepaskan diri, Ana tiba-tiba mencium pipi sebelah kanan Abimayu, lalu melepaskan pelukannya. Ana tersenyum lebar bisa mengerjai Abimayu pagi ini.
Abimayu berdiri sambil mengusap pipi kanannya seperti seorang wanita yang tidak terima jika ia dicium oleh kekasihnya.
"Kamu memang benar-benar wanita murahan." Abimayu berlalu pergi dari hadapan Ana dengan wajah merah menahan marah.
Ana tidak peduli dengan kemarahan Abimayu, ia bahkan tertawa puas telah berhasil mengerjai Abimayu. Seorang yang bernama Anastasya, hatinya masih belum tersentuh untuk melakukan kewajibannya sebagai seorang muslim. Ia kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang, dan kembali menyambung tidurnya setelah diganggu oleh Abimayu.
Di luar kamar, Abimayu turun ke bawah menuju ruang makan mengambil air putih. Ia ingin minum untuk meredakan amarahnya.
Setiap hari selalu begini, ada saja tingkah Ana yang membuat ia naik darah. Ia bukan seorang yang bisa tenang jika amarahnya sudah di pancing. Ia juga seorang yang cepat marah.
Ingin rasanya ia pergi meninggalkan Ana dan tinggal sendiri lagi. Tapi ikatan pernikahan yang sudah terjalin membuat ia tidak bisa berbuat apa-apa, Ana sudah menjadi tanggung jawabnya. Segala sesuatu yang berkaitan dengan Ana juga sudah termasuk menjadi urusannya.
Kenapa harus Ana yang menjadi istrinya? Kenapa harus ada yang namanya balas budi? Kenapa dia tidak bisa menolak sejak awal? Pertanyaan itu terkadang memenuhi kepalanya.
Seandainya ia menikah dengan Nayla, mungkin kehidupan yang ia jalani tidak seperti sekarang. Mungkin sekarang dia bahagia bersama keluarganya, saling menyayangi dan saling mengasihi jika Nayla menjadi pendamping hidupnya. Ia ingin memiliki keluarga harmonis, yang tidak saling menyakiti satu sama lain. Tapi semua itu hanya ada dalam angan Abimayu.
Untuk menghilangkan rasa marahnya yang belum reda, Abimayu pergi keluar rumah. Seperti biasa, ia akan berlari keliling perumahan sebelum ia bersiap berangkat ke perusahaan. Sedangkan Ana masih menikmati tidurnya tanpa mau melakukan apa yang sudah diingatkan oleh Abimayu kepadanya.