Halwa mencintai Cakar Buana, seorang duda sekaligus prajurit TNI_AD yang ditinggal mati oleh istrinya. Cakar sangat terpukul dan sedih saat kehilangan sang istri.
Halwa berusaha mengejar Cakar Buana, dengan menitip salam lewat ibu maupun adiknya. Cakar muak dengan sikap cari perhatian Halwa, yang dianggapnya mengejar-ngejar dirinya.
Cakar yang masih mencintai almarhumah sang istri yang sama-sama anggota TNI, tidak pernah menganggap Halwa, Halwa tetap dianggapnya perempuan caper dan terlalu percaya diri.
Dua tahun berlalu, rasanya Halwa menyerah. Dia lelah mengejar cinta dan hati sang suami yang dingin. Ketika Halwa tidak lagi memberi perhatian untuknya, Cakar merasa ada yang berbeda.
Apakah yang beda itu?
Yuk kepoin cerita ini hanya di Noveltoon/ Mangatoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 Hadiah Ulang Tahun Untuk Cakar
"Apa maksudmu?" Cakar balik bertanya dengan ucapan Halwa barusan.
"Tidak ada maksud, Mas. Hanya saja jika aku terus terang sama Bapak dan Ibu bahwa selama di Daisy Hotel ternyata Mas Cakar tidak ada, bisa saja Bapak dan Ibunya Mas Cakar marah sama Mas Cakar," jawab Halwa dengan wajah menunduk.
"Baguslah. Dengan begitu kamu tahu cara menjaga marwah seorang suami. Lakukan terus jika kamu masih ingin terus di sampingku," balasnya sembari berlalu keluar kamar.
Halwa membeku, baginya jawaban Cakar seperti itu sudah menjelaskan bahwa Cakar hanya menganggap pernikahan ini formalitas semata.
***
Sebulan kemudian, tepatnya tanggal 18 Agustus, hari ini. Hubungan pernikahan Halwa dan Cakar masih dingin dan datar. Tidak ada senyum manis dari Cakar ketika Halwa menyambut Cakar pulang bekerja. Namun, Halwa tidak menyerah. Ini masih sebulan pernikahannya, yang baginya belum sepantasnya dia menyerah dan pergi dari sisi Cakar.
Secara kontak fisik pun Halwa belum pernah disentuh, jangankan hubungan biologis, menyentuh tangan Halwa saja Cakar enggan. Saat Halwa ingin mencium tangan Cakar saja, Cakar menepis dan menolak untuk dicium.
"Aku tidak boleh menyerah secepat itu. Lagipula aku bertekad, pernikahanku hanya sekali seumur hidup dan berharap sampai nenek dan kakek, bahkan kalau boleh memohon bisa dipertemukan di akhirat kelak," doanya di Subuh yang sunyi diiringi air mata yang meleleh.
Menyudahi sholat Subuh, Halwa segera bangkit. Kini giliran dirinya untuk pergi ke dapur menyiapkan kopi dan sarapan Cakar seperti biasanya. Hal ini sudah merupakan rutinitasnya sehari-hari sejak menikah. Tidak begitu sulit bagi Halwa, karena di rumah ibunya pun ia sudah terbiasa.
Untungnya, Cakar tipe lelaki yang tidak pilih-pilih makanan atau sulit makan. Yang penting ada sayur, sambal, dan salah satu lauk lainnya, baginya tidak akan berlama-lama mikir untuk menunda makan.
Alarm di Hp Halwa terus saja berbunyi satu jam sekali. Ia memang pernah mengatur alarm itu. Bukan tanpa tujuan, setelah tahu tanggal lahir Cakar sebulan lalu, ia gerak cepat mengingat tanggal lahir suaminya, lalu diabadikan dalam kalender di Hp nya dan ditandai sebagai hari lahir Cakar.
Dan tadi malam tepatnya jam 00.00 Wib, alarm penanda itu sudah mulai berbunyi memberi tahu Halwa.
"Nanti saja setelah Mas Cakar selesai sarapan, aku akan mengucapkan selamat dan memberikan kadonya," pikirnya sembari menuntaskan tugas terakhirnya memasak sarapan. Kali ini sarapan yang dibuat Halwa beda dari biasanya. Halwa membuat bakso sendiri, hanya pentolnya saja membeli. Bahan lainnya, dia sendiri yang racik dengan bumbu yang sudah ia kuasai. Rasanya tidak kalah dengan rasa bakso yang dijual di Kang bakso yang sering ia beli.
Wangi dari kuah bakso menguar di udara. Saat melihat Cakar menuruni tangga, Halwa memasang wajah gembira, karena ia akan menyambut Cakar.
Namun Cakar tidak belok ke arah ruang makan, ia langsung lurus menuju pintu depan dengan berseragam PDH yang sudah melekat sempurna di tubuh atletisnya.
Dengan segera, Halwa berjalan menyusul Cakar dan memanggilnya.
"Mas Cakar, sarapan dulu. Aku sudah buat bakso untuk sarapan kali ini," beritahunya dengan senyum lembut penuh rasa percaya diri.
Sekilas Cakar menoleh dan seketika mencebik, dia tidak suka perlakuan lembut Halwa yang baginya pura-pura dan hanya caper. Lantas ia segera pergi dengan motornya. Kali ini mobil yang selalu menemaninya, ia istirahatkan dulu. Biasanya Cakar memang berangkat kerja selalu pakai mobil, sebab di dalamnya sudah menyiapkan bahan-bahan makanan untuk dikirim ke kafenya.
Halwa menatap kepergian Cakar dengan kecewa, tidak sekalipun senyumnya dibalas manis. Tapi dia masih belum mau menyerah, baginya Cakar masih bisa diperjuangkan, dia paham dengan obsesi yang masih melekat dalam kepalanya. Bahwa Cakar tidak menyukai gadis biasa sepertinya yang bekerja bukan di instansi pemerintahan.
"Padahal bakso ini spesial untuk menyambut hari ulang tahun Mas Cakar. Tapi Mas Cakar justru pergi tanpa sarapan seperti biasanya." Halwa menyayangkan sikap Cakar yang pagi ini tidak mempedulikan sarapan yang disiapkan Halwa.
Pada akhirnya Halwa sarapan sendirian, walau hatinya kecewa, dia harus tetap sarapan, karena sebelum pergi bekerja dia harus tetap sarapan.
Menyudahi sarapannya dan menyiapkan bekalnya, Halwa merapikan bakso dalam panci besar itu. Dia pindahkan ke dalam panci sayur lalu diletakkan ke dalam kulkas supaya tidak basi saat nanti pulang bekerja jika akan dimakan lagi.
Semua sudah di dalam kulkas, kuah dan perlengkapan bakso lainnya. Sejenak Halwa menoleh pada kue ulang tahun ukuran mini yang dia beli untuk merayakan ulang tahunnya Cakar. Sayangnya, kue itu tidak sempat dia berikan pada Cakar, sebab Cakar keburu pergi bekerja dan melupakan sarapannya.
"Mungkin nanti saja sepulang kerja, aku berikan padanya sekalian dengan kadonya," bisik Halwa seraya bersiap untuk pergi bekerja.
Halwa menaiki angkot untuk pergi bekerja. Jaraknya hanya kurang lebih enam kilometer dari rumah Cakar. Dulu, kalau pergi bekerja sering pergi bareng bersama Helmi sang adik, menaiki motor. Karena sang adik sudah 17 tahun, maka dia boleh mengendarai motor ke sekolah.
Lima belas menit kemudian, Halwa tiba di salon tempatnya bekerja. Salon Male dan Female tempatnya bekerja. Salon ini bisa dikunjungi pengunjung laki-laki maupun perempuan, dengan ruangan pelayanannya hanya disekat oleh tirai bambu. Salon itu juga layanannya sangat lengkap, tidak hanya potong rambut atau keramas saja, meni pedi, pijat refleksi non plus-plus juga tersedia.
Banyak pengunjung dari kalangan mana-mana yang menggunakan jasa di salon itu. Sehingga salon Male dan Female tidak pernah sepi dari pengunjung.
Jam 16.00, Halwa selesai bekerja. Salon tutup memang di jam empat sore. Salon akan melayani pengunjung sampai selesai, meskipun tutup jam empat sore, tapi pengunjung yang masuk sebelum jam empat sore akan dilayani dengan baik sampai tuntas.
Untungnya, bagian make up yang merupakan bidang pekerjaan Halwa, sudah tidak ada pengunjung, jadi Halwa sudah boleh pulang tepat waktu. Jika Halwa mau lembur dan membantu yang lain, itu tidak masalah. Tapi kali ini Halwa tidak akan ambil lembur, sebab dia ingin menyiapkan kembali ulang tahun Cakar yang tadi terlewatkan.
Halwa pulang dengan hati berbunga, dia pulang seperti biasa menaiki angkot. Itu tidak masalah baginya, karena sejak menikah, Cakar belum pernah sekalipun menjemputnya.
Tiba di rumah, pagar rumah masih tertutup rapi dan masih diselot, itu artinya Cakar belum pulang, motornya saja belum terlihat.
Ini kesempatan untuk Halwa menyiapkan kejutan yang akan diberikan untuk Cakar nanti sepulang kerja. Halwa langsung mandi membersihkan diri. Setelah itu, ia kembali ke dapur untuk menghangatkan bakso tadi pagi untuk makan sore dan malam hari. Sepertinya dia tidak perlu memasak lauk lain lagi, karena bakso buatannya cukup untuk sampai makan malam berdua dengan Cakar.
"Sudah hangat, biarkan saja dengan api kecil sampai Mas Cakar pulang nanti," gumamnya sembari mengecilkan kompor yang di atasnya teronggok panci berisi kuah bakso berikut pentolnya.
Halwa menaiki tangga dan menuju kamar, sejenak ia merebahkan dirinya di sofa untuk istirahat sejenak. Hanya beberapa saat, dia bangkit kembali menuju lemari baju lalu meraih sebuah kado yang sudah ia siapkan untuk Cakar.
"Semoga saja Mas Cakar suka dengan kado ini," harapnya sembari meletakkan kado itu di atas bupet.
Hingga jam 21.00 Wib malam, Cakar yang ditunggu belum juga pulang. Halwa mulai mengantuk dan lapar, sebab sejak pulang tadi dia belum sempat makan. Namun rasa lapar terkalahkan oleh rasa kantuk, sehingga lamat-lamat ia terbenam di sofa dan membaringkan tubuhnya di sana lalu tertidur, tidak ingat kalau baksonya masih dipanaskan di atas kompor yang dinyalakan dengan api kecil.
Apa yang akan terjadi selanjutnya? Tungguin episodenya ya, jangan lupa like n votenya ya.