Afika Lestari, gadis cantik yang tiba-tiba di nikahi oleh pria yang sama sekali tidak di kenal oleh dirinya..
Menjalani pernikahan dengan pria yang ia tidak kenal yang memiliki sifat yang kejam dan juga dingin, membuat hari-hari Afika menjadi hancur.
Mampukah Afika bertahan dengan pernikahan ini?
Atau mampuka Afika membuat pria yang memiliki sifat dingin dan kejam menjadi baik, dan mencintai dirinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon momian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MKD 21
Setelah di periksa lebih lanjut oleh dokter kandungan, kini Afika di nyatakan positif hamil yang telah memasuki minggu ke delapan. Afika sempat kaget, na mengingat kapan terakhir kali ia mendapatkan tamu bulanan, dan akhirnya dirinya tersadar karena terlalu sibuk mengurus Adrian dan mendapat hukuman dari Adrian sehingga Afika melupakan tamu bulanannya.
"Tolong kondisi istri anda di jaga dengan baik. Perhatikan nurtrisi dan gizi untuk istri anda pak." Kata dokter yang mengira Nadi adalah suami dari Afika.
"Tapi dok dia bukan..." Ucapan Afika menggantung saat Nadi menggenggam tanganya.
"Dan juga satu, tolong jangan membuat istri anda kelelahan. Kurangi porsi pekerjaan di rumah. Karena kondisi kehamilan istri anda, masih belia."
"Baik dokter." Kata Nadi dengan sigap yang mendengar terus arahan dari dokter. Nadi seakan seperti suami yang siap siaga untuk istri yang sedang mengandung anaknya. Hingga dokter merasa mengira jika mereka adalah pasangan suami istri yang sungguhan.
Setelah pemeriksaan selesai, Nadi mencoba menuntun Afika keluar dari ruangan dokter, karena mengingat kondisi Afika saat ini yang demamnya belum juga redah.
"Lebih baik rawat inap saja dulu." Usul Nadi.
"Bagaimana? Apa yang dokter katakan? Apa bayi nya baik-baik saja?" tanya Sri yang merasa khawatir.
"Sangat baik." Jawab Nadi. "Ayo Afika, kau harus menginap di rumah sakit, sampai keadaan mu kembali pulih. Ingat, kau harus menjaga bayi yang ada di kandunganmu ini."
"Tidak! Aku baik-baik saja. Aku ingin pulang." jawab Afika yang tidak ingin membuat Sri dan Nadi mendapatkan masalah karena telah membawanya keluar dari mension tanpa izin sama sekali dari Adrian.
Belum lagi, dulu Adrian sudah memarahi Nadi dan mengancam akan memecat Nadi jika sampai menolong Afika.
"Tapi Afika."
"Tidak ada tapi Nadi. Jadi ayo kita pulang sebelum kemarahan Adrian semakin sulit untuk di bendung."
•••••
Saat ini Rangga dan juga asistennya sedang berada di depan pintu gerbang mension yang menjulang tinggi. Sungguh siapa pun yang melihat mension tersebut pasti akan di buat kagum. Karena berada di tengah hutan dengan bangunan yang begitu megah. Seperti istana yang ada di film cinderella.
Rezi terus saja memencet bel yang berada di pagar namun tidak ada satupun tanda kehidupan di dalam sana. Sedangkan Rangga sesekali ia membunyikan klakson mobil dan tetap saja tidak ada satupun penghuni mension yang keluar.
"Tuan, sepertinya tidak ada satupun orang di dalam sana." Kata Rezi setelah cukup lama memencet bel.
"Tidak mungkin. Aku yakin mereka ada di dalam sana." Ucap Rangga dengan penuh keyakinan.
Adrian yang merasa terusik dengan suara ribut yang di perbuat oleh Rangga dan Rezi kini mulai merasa geram. Dengan perasaan yang penuh amarah Adrian langsung menghubungi Rangga.
"Untuk apa kau datang ke mension ku?" tanya Adrian dengan suara emosi. Belum reda emosi Adrian melihat Nadi yang membawa Afika kini emosi Adrian kembali bertambah dengan kehadiran Rangga.
"Dimana Afika?" tanya Rangga tanpa basa basi.
"Hm, kau lupa jika aku sudah membeli Afika dari mu?"
"Adrian!" Sentak Rangga dengan emosi. Tapi memang benar adanya jika Adrian sudah membeli Afika dari dirinya.
"Jangan pernah usik kehidupan ku. Jika kau berani maka bukan hanya Afika yang aku hancurkan. Tapi kau! Kau dan perusahaan mu akan aku hancurkan." Ancam Adrian dengan suara yang dingin sehingga siapa pun yang mendengarnya pasti akan merasakan hawa yang dingin mencekam. Adrian langsung memutuskan sambungan tanpa memperdulikan lagi apa yang ingin di katakan Rangga.
"Arrrrhhhhh..." Teriak Rangga penuh dengan emosi. Kali ini usahanya sia-sia. Tidak bisa melawan Adrian yang memang kekuasaannya jauh dari kekuasaan miliknya. Kini Rangga harus pasrah menerima kekalahan dan pulang dengan tangan yang kosong.
•••
Di perjalanan, Afika menyandarkan kepalanya di jendela kaca mobil sambil terus melihat arah jalan. Suasana hening terjadi, tak ada satupun dari mereka yang mengeluarkan sepata katapun. Pikiran Afika terus berkelana, bercabang kemana-mana. Afika terus mengkhawatirkan bayi yang saat ini sedang berada di dalam kandungannya. 'Mampukah?' kata-kata itu selalu saja terus tergiang. Mampukan Afika merawat dan membesarkan anaknya seorang diri.
"Apa aku mampu membesarkan anakku?" Gumam Afika yang masih dapat di dengan orang Nadi dan juga Sri.
Sri langsung menggenggam tangan Afika. "Tidak ada satupun makhluk ciptaan Allah yang tidak di jamin rejekinya. Setiap manusia memiliki rejekinya masing-masing."
"Apa aku sanggup?" Ulang Afika tanpa memalingkan wajahnya dari jendela kaca mobil.
"Aku akan selalu membantumu membesarkan anakmu Afika." Kata Nadi dengan tegas.
"Tolong, jangan katakan apa pun pada Adrian tentang kehamilanku."
salah tulis nama