Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!
Ia hidup menyedihkan dalam kemiskinan bersama sepasang anak kembarnya, padahal ayah dari anak-anaknya adalah orang terkaya di kotanya.
Semua bermula dari suatu malam yang nahas. Bermaksud menolong seorang pria dari sebuah penjebakan, Hanna justru menjadi korban pelampiasan hingga membuahkan benih kehidupan baru dalam rahimnya.
Fitnah dan ancaman dari ibu dan kakak tirinya membuat Hanna memutuskan untuk pergi tanpa mengungkap keadaan dirinya yang tengah berbadan dua dan menyembunyikan fakta tentang anak kembarnya.
"Kenapa kau sembunyikan mereka dariku selama ini?" ~ Evan
"Kau tidak akan menginginkan seorang anak dari wanita murahan sepertiku, karena itulah aku menyembunyikan mereka." ~ Hanna
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 14
“Mommy ... Mommy ... Mommy ... ”
Mata Hanna mulai terbuka saat mendengar panggilan lemah itu. Sisa-sisa kantuk masih melekat seolah memaksa untuk merapatkan kembali kelopak matanya.
Hanna mengulurkan tangan dan menyentuh kening putrinya, sejak semalam Star mengalami demam cukup tinggi dan terus mengigau. Sepertinya efek kelelahan berjalan dari rumah menuju pembukaan KKC. Mengalami demam setelah melakukan aktivitas melelahkan merupakan hal yang sering terjadi pada Star. Karena itulah Hanna sangat ketat menjaganya.
“Kau sudah bangun, Star?”
Hanna dapat merasakan panas dari tubuh Star terasa menjalar ketika mengecup keningnya. Kemudian melirik Sky yang masih terlelap. Selama ini mereka tidur dengan berbagi kasur kecil dan menggunakan satu selimut yang sama.
“Dingin, Mommy ... Dingin sekali,” lirih Star menyilangkan tangan di depan dada. Tubuhnya terlihat gemetar.
“Iya, Nak. Mommy benarkan selimutnya, ya.” Ia membenarkan selimut yang membalut tubuh Star. Saat demam, Star kerap kali merasa kedinginan dan menggigil.
"Tenang, Sayang. Sebentar lagi kau akan sembuh setelah minum obat."
Hanna berbaring kembali dan memeluk putrinya. Ia tak tahu lagi harus berbuat apa.
_
_
_
_
Hanna membenarkan bantal untuk menyangga punggung Star agar dapat duduk dengan nyaman. Kemudian meraih semangkuk bubur hangat yang berada di atas meja. Mengaduk dengan sendok hingga terlihat kepulan uap.
“Ayo, Star ... buka mulutnya, Nak,” bujuk Hanna lembut dengan menyodorkan sesendok bubur.
Star menggelengkan kepala pelan ketika menatap bubur yang hendak disuapkan Hanna. Melihat cairan kental itu membuatnya merasa mual.
“Tidak mau makan itu, Mommy. Rasanya tidak enak."
"Lalu mau makan apa, Nak! Ayolah, makan ini dulu, sedikit saja, lalu minum obatnya," bujuk Hanna lagi, namun Star tetap menggeleng.
"Mommy, aku mau makan roti isi daging seperti yang kemarin. Paman pemilik toko itu bilang, aku boleh ke sana dan makan gratis kapan saja."
Bagai sebuah sayatan belati tajam, ucapan Star meninggalkan luka perih di hati Hanna. Bagaimana ia bisa membawa anaknya ke sana, sementara pemilik kafe itu adalah seseorang yang sangat membencinya di masa lalu. Meskipun pada kenyataannya Evan adalah ayah biologis dari anak kembarnya.
"Star, paman itu hanya bercanda. Dia tidak serius mengatakannya."
"Tidak, Mommy. Paman baik itu bilang sendiri padaku, aku dan kakak boleh pergi ke sana dan meminta menu apapun dengan gratis."
"Tidak, Star. Mommy akan belikan roti dari tempat lain, begitu punya uang. Kau bisa bersabar menunggu, kan?"
Star kemudian membisu. Jika mommy-nya sudah berkata tidak, maka akan sulit baginya walau memohon.
Sementara Sky sejak tadi menguping pembicaraan adik dan mommy-nya dari balik sebuah tirai pembatas ruangan.
_
_
_
Sky tercengang menatap bangunan mewah di hadapannya. Baru menyesap aroma roti panas yang menguar dari dalam saja, sudah mampu membuatnya membayangkan rasa roti dengan berbagai macam isiannya.
Pintu kaca otomatis itu pun terbuka saat sensor membaca gerakan Sky, yang mana membuat bocah polos itu terkagum-kagum.
"Wah, pintunya keren sekali. Bisa terbuka sendiri."
Sky melangkah masuk. Bibir kecilnya melukis senyum penuh semangat ketika mencium aroma roti yang menguar semakin kuat.
"Hey, mau apa kau di sini?"
Langkah Sky seketika terhenti oleh panggilan itu. Dua orang gadis berjalan mendekatinya. Mereka tampak saling berbisik seraya menatap sinis Sky dari ujung kaki ke ujung kepala, seorang anak dengan jaket lusuh yang kedodoran.
Seketika Sky menunduk saat menyadari siapa salah satu dari mereka yang ternyata adalah Eliya, yang merupakan putri sulung Nyonya Ursula. Ini adalah hari pertamanya bekerja di kafe ini. Tentu saja ia sangat mengenali Sky, anak tetangga yang pernah kedapatan mencuri di toko kecil milik ibunya. Selain itu ia juga tidak menyukai Hanna yang kerap terlibat pertengkaran dengan ibunya.
"Kakak, aku kemari untuk meminta kebab isi daging. Paman pemilik kafe ini kemarin bilang, adikku boleh kemari dan memintanya kapan saja."
Decakan sekaligus tawa kecil pun terdengar, membuat Sky mulai meragu.
"Lihat anak ini. Mau mengemis saja harus berbohong. Mana mungkin Tuan Evan akan mengizinkan pengemis masuk ke sini dengan bebas. Ini kafe dan restoran eksklusif, pelanggan lain bisa pergi karena tidak suka ada pengemis yang sembarangan masuk. Jadi tolong keluarlah!" ucap seorang dari mereka.
"Tapi aku tidak bohong. Paman itu sendiri yang bilang pada adikku."
"Jadi kau pikir kami akan percaya? Dengar, Tuan pemilik kafe ini sedang pergi ke rumah sakit. Jadi cepat kau pergi dari sini sebelum dia kembali!"
Sky mundur beberapa langkah, menatap lemari etalase di mana banyak menu yang terpajang.
"Apa yang kau tunggu, cepat keluar atau aku akan panggil keamanan untuk mengeluarkanmu dari sini!" usir Eliya menunjuk pintu kaca.
❤️
kalo zian dah hbs tu ayael