NovelToon NovelToon
LOVE ISN'T LIKE A JOKE

LOVE ISN'T LIKE A JOKE

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Office Romance / Slice of Life
Popularitas:785
Nilai: 5
Nama Author: Yhunie Arthi

Ayuni dan kedua temannya berhasil masuk ke sebuah perusahaan majalah besar dan bekerja di sana. Di perusahaan itu Ayuni bertemu dengan pria bernama Juna yang merupakan Manager di sana. Sayangnya atasannya tersebut begitu dingin dan tak ada belas kasihan kepada Ayuni sejak pertama kali gadis itu bekerja.

Namun siapa sangka Juna tiba-tiba berubah menjadi perhatian kepada Ayuni. Dan sejak perubahan itu juga Ayuni mulai mendapatkan teror yang makin hari makin parah.

Sampai ketika Ayuni jatuh hati pada Juna karena sikap baiknya, sebuah kebenaran akan sikap Juna dan juga teror tersebut akhirnya membawa Ayuni dalam masalah yang tak pernah ia sangka.

Kisah drama mengenai cinta, keluarga, teman, dan cara mengikhlaskan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yhunie Arthi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 25. AKU KALAH

..."Aku berusaha menutupinya...

...Berusaha menepis kenyataannya...

...Bahwa aku telah jatuh cukup dalam ...

...Ke tempat yang tak harapkan...

...Namun juga begitu kuinginkan."...

Seharian penuh setelah pemecatanku, aku mengurung diriku di kamar. Tak kuindahkan panggilan maupun bujukan dari kedua temanku yang menyuruhku keluar atau sekedar untuk makan mengisi perut. Rasanya napsu makanku sudah tak ada lagi entah kemana untuk sekarang, membuatku terlihat semakin menyedihkan.

Jujur aku tidak ingin bertemu dengan siapa pun untuk sementara ini. Aku tidak ingin mengatakan apa pun, terlebih lagi menjawab pertanyaan yang pastinya akan dilontarkan oleh mereka. Pikiranku terlalu lelah menghadapi kenyataan beruntun yang tak ada sisi baik dalam setiap sudutnya.

Terpuruk. Mungkin itulah yang kurasakan.

Bermula dari penguntit, teror yang menggangguku di kantor, percobaan penculikanku, kabar mengenai kakakku, hingga pemecatanku. Semua terlalu mendadak, terlalu beruntun, dan terlalu menguras pikiran. Namun, yang membuatku semakin frustasi adalah perubahan sikap Bos Juna. Rasanya baru kemarin ia bersikap lembut, menjagaku dari kehancuran akan diriku saat mengetahui kabar tentang kakakku yang tidak kuketahui, dan sekarang seakan Bos Juna tidak pernah bertukar sapa denganku. Ia terlalu dingin, penuh kebencian, amarah, sekaligus iba.

Aku tidak tahu apa yang terjadi hingga ia mengalami perubahan sedrastis itu. Rasanya aku baru saja bangun dari mimpi panjang yang indah, terbangun dalam keadaan sesal bahwa semua keindahan itu telah berakhir. Dan kenyataan pahitnya, aku harus menerima semua itu.

Saat ini, kegelapan sudah turun sejak beberapa waktu lalu. Sang bulan telah menggantikan mentari untuk menyinari langit. Tiupan angin dingin membuat pikiranku jernih, mengingatkanku kalau aku memang hidup dan menjalani semua masalah itu.

Dengan balutan T-shirt kelabu serta celana joging dan sepatu olahraga. Aku sudah berada di sebuah lapangan basket dekat rumah, pagar besi yang menjulang tinggi membuatku seakan terpisah dengan dunia luar. Tidak ada orang di sini, padahal jam masih menunjukan setengah delapan malam.

Aku berlari di lapangan dengan warna hijau, merah dan biru yang mencolok, memutarinya selangkah semi selangkah. Aku bukan pecinta olahraga, sampai aku melakukan aktivitas berat ini di malam hari layaknya maniak kebugaran. Tidak, bukan karena itu.

Justru karena aku membutuhkannya. Aku butuh sesuatu yang bisa mengalihkan pikiranku secara sempurna, dan berlari adalah satu-satunya cara paling efektif yang bisa kulakukan. Ini bukan pertama kalinya aku melakukan hal gila ini. Jika aku memiliki masalah yang menguras pikiranku, aku pasti akan melakukan hukuman kecil ini. Membiarkan tubuhku lelah hingga masalah yang kualami menguap begitu saja dari pikiranku. Ini cara aku menghapus segala kegelisahan.

Napasku mulai tersengal, oksigen dalam paru-paruku menipis setiap kali aku berlari. Peluh sudah menghiasi sekujur tubuh, bahkan kakiku pun sudah menjerit sejak berpuluh-puluh menit lalu karena lelah. Lariku melambat, tidak secepat sebelumnya. Tapi, tak ada niat untukku berhenti. Biarlah aku menjadi orang bodoh dengan melakukan hal bodoh yang hanya menyusahkan diri sendiri. Karena ini satu-satunya agar aku tetap utuh, menahan diriku agar tidak hancur menjadi kepingan tak berarti.

“Ayuni?” suara lembut penuh kekhawatiran nan kukenal yang bahkan akan kusahuti bahkan dalam tidurku sekalipun tertangkap telingaku.

Kulihat sosok kakakku tengah berdiri di pintu masuk lapangan berpagar bak sangkar ini. Pandangannya sendu, parasnya begitu sedih ketika melihatku. Entah kenapa aku tidak terkejut ketika melihat kakakku berada di sini, bukannya di luar kota tempat ia menetap.

Mau tak mau kuhentikan lariku, duduk di pinggir lapangan.

Kakakku menghampiriku, duduk di sampingku dan menyandarkan punggungnya pada pagar besi lapangan seperti yang kulakukan. Aku tahu kalau ia memandangiku, mencoba membaca pikiranku. Namun, untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku memalingkan pandanganku darinya.

Kuambil napas panjang, menenangkan diri dan juga pacuan jantungku yang kencang. Kurasa aku bisa menebak kalau dua temanku itulah yang menelepon kakakku untuk datang, mengingat bagaimana kondisiku yang menyedihkan setelah pemecatan tidak terhormatku. Aku tidak menyalahkan mereka, karena bagaimanapun aku tidak bisa menahan mereka berdua untuk tidak khawatir akan diriku. Aku bukan aktris yang baik dalam berpura-pura bahwa semua baik-baik saja, jadi segala pikiranku bisa terbaca jelas dalam wajahku.

“Kakak denger kamu dipecat? Kamu juga nggak keluar kamar seharian, dan sekalinya keluar kamu malah lari kayak gini. Padahal kamu udah janji sama Kakak kalau kamu bakal jaga diri kamu dengan baik,” katanya lembut, seolah ia bicara layaknya psikolog pada pasiennya. “Tapi, Kakak rasa bukan cuma karena dipecat kamu seperti ini. Bilang sama Kakak apa ada hal lain yang ganggu pikiran kamu?”

Mendengar suara lembutnya membuatku ingin sekali mengatakan hal yang ada otakku simpan selama beberapa hari ini. Akan tetapi, tidak ada kata yang keluar dari mulutku. Rasanya aku takut mengatakan apa yang ingin kukatakan, takut kalau-kalau jawaban yang tidak ingin kudengarlah yang terlontar.

Tiba-tiba kakakku menarikku dalam pelukannya, mengusap punggungku dan mengelus kepalaku seperti yang ia lakukan saat aku kecil.

“Kakak denger kalau kamu suka sama seseorang, ya?” tanyanya mengejutkan. “Dari yang Kakak denger kalau dia begitu peduli sama kamu, bahkan saat ada orang yang mau menculik kamu dia ada di sana, nolong kamu. Tapi, justru dia juga yang mecat kamu, kan?”

Terkadang aku ingin mengutuk kedua temanku itu karena selalu menceritakan banyak hal pada kakakku. Jika sudah seperti ini bagaimana mungkin aku bisa berkelit lagi, Kak Indra sudah mengetahuinya.

“Selama ini kamu nggak pernah membuka hati kamu buat pria manapun. Kamu selalu melihat bahwa cinta itu layaknya lelucon, padahal Kakak yakin kalau pikiran itu hanya karena rasa kecewa kamu di masa lalu. Kalau cinta itu lelucon, lalu untuk apa hati diciptakan. Cinta selalu datang di saat kamu nggak menginginkannya, agar kamu tahu bahwa hal itu memang ada di dunia ini. Semua akan baik-baik aja, jangan tahan diri kamu terlalu lama,” ujar Kak Indra yang masih terus mendekapku.

“Kak Indra~” isakku. Entah sejak kapan cairan hangat sudah merembes turun dari setiap sudut mataku. Seperti anak kecil, aku menangis dengan kuat. Kubiarkan seluruh pertahananku lenyap, kubiarkan kakakku mendengar isak dan jeritanku malam ini. Aku benar-benar tidak bisa menahannya lagi.

Benar. Memang benar kalau aku menyukai Bos Juna, aku menyukainya sampai-sampai rasanya aku ingin mati ketika melihat kebencian dan amarahnya beberapa hari lalu. Kini aku mengakui hal tersebut. Bahwa aku menyukainya.

Namun bukan itu yang kuinginkan saat mendapatkan kelembutan dari sikapnya, bukan penolakan sebelum aku mengatakan kalau aku ‘menyukainya’. Aku menginginkannya, sangat menginginkannya untuk diriku sendiri. Dan sekarang tak ada lagi alasanku untuk melihatnya, tak ada lagi caraku untuk bertemu dengannya setiap kali aku mau. Kakakku benar ketika mengatakan kalau cinta datang ketika tidak menginginkannya, aku menepisnya selama ini, membentengi diri sendiri hingga akhirnya aku ditelan oleh kebodohanku. Aku kehilangannya saat keegoisan mendominasiku.

Aku kalah.

1
aca
lanjut donk
Yhunie Arthi: update jam 8 malam ya kak 🥰
total 1 replies
aca
lanjut
Marwa Cell
lanjut tor semangatt 💪
Lindy Studíøs
Sudah berapa lama nih thor? Aku rindu sama ceritanya
Yhunie Arthi: Baru up dua hari ini kok, up tiap malam nanti ☺️
total 1 replies
vee
Sumpah keren banget, saya udah nungguin update tiap harinya!
zucarita salada 💖
Akhirnya nemu juga cerita indonesianya yang keren kayak gini! 🤘
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!