Sinopsis
Caca, adik ipar Dina, merasa sangat benci terhadap kakak iparnya dan berusaha menghancurkan rumah tangga Dina dengan memperkenalkan temannya, Laras.
Hanya karena Caca tidak bisa meminta uang lagi kepada kakaknya sendiri bernama Bayu.
Caca berharap hubungan Bayu dan Laras bisa menggoyahkan pernikahan Dina. Namun, Dina mengetahui niat jahat Caca dan memutuskan untuk balas dendam. Dengan kecerdikan dan keberanian, Dina mengungkap rahasia gelap Caca, menunjukkan bahwa kebencian dan pengkhianatan hanya membawa kehancuran. Dia juga tak segan memberikan madu untuk Caca agar bisa merasakan apa yang dirasakan Dina.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minami Itsuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 6 ACARA PESTA SELESAI
Mas Bayu, yang merasa kesal karena situasi semakin memburuk, akhirnya menyadari bahwa dia perlu mengambil langkah untuk meredakan ketegangan antara dirinya dan istrinya.
Dia menatap Mbak Dina dengan serius, kemudian menghela napas panjang. Dengan suara yang lebih tenang dan penuh penyesalan, Mas Bayu berkata, "Dina, maafkan aku. Aku tidak bermaksud membuatmu merasa cemas atau tidak dihargai. Aku seharusnya lebih hati-hati dalam menjaga sikap kepada lawan jenis, dan aku akan lebih memperhatikan itu ke depannya."
Mbak Dina, meskipun masih terlihat kesal, mulai sedikit melunak setelah mendengar permintaan maaf dari suaminya. "Aku cuma ingin kamu tahu betapa pentingnya menjaga keluarga ini, Mas," jawabnya dengan suara yang lebih tenang namun tetap penuh ketegasan. "Aku tidak ingin melihat hubungan kita hancur hanya karena ketidakhati-hatian. Tolong, jangan biarkan dirimu terjebak dalam godaan yang tidak perlu."
Mas Bayu mengangguk, tampaknya benar-benar menyesal. "Aku mengerti, Dina. Aku akan lebih bijaksana ke depannya. Aku janji tidak akan membiarkan hal ini terjadi lagi."
Aku, yang mengamati percakapan mereka, bisa merasakan perubahan dalam sikap Mas Bayu. Dia akhirnya menyadari betapa pentingnya menjaga hubungan dengan Mbak Dina, meskipun sempat tergoda dengan pesona Laras.
Namun, aku juga tahu bahwa ini belum berakhir. Meski ada permintaan maaf, ketegangan tetap ada, dan aku merasa rencana yang sudah aku susun masih bisa berjalan.
Tapi untuk sementara, aku puas melihat bagaimana Mbak Dina berhasil mempertahankan kendali atas suaminya.
Dengan suasana yang sedikit lebih tenang, semua orang melanjutkan perbincangan mereka, meskipun aku tahu bahwa kedamaian ini hanya sementara. Perjalanan kita masih panjang, dan aku belum selesai dengan apa yang aku rencanakan.
Acara pesta akhirnya dimulai, meskipun ada ketegangan yang masih terasa di antara Mbak Dina dan Mas Bayu. Semua orang mencoba untuk berbaur, tertawa, dan menikmati suasana, namun aku bisa merasakan ketegangan yang menguar di udara.
Terutama antara pasangan suami-istri itu, meskipun mereka berusaha menjaga wajah baik-baik saja. Namun, yang lebih menarik perhatianku adalah bagaimana Mas Bayu, meskipun berusaha bersikap normal, tetap tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Laras yang ada di sampingku.
Laras, yang tetap anggun dan percaya diri, terlihat begitu nyaman berbicara dengan aku dan orang-orang di sekeliling, tetapi aku bisa merasakan Mas Bayu terus meliriknya.
Matanya tidak pernah lepas dari Laras, seolah pesona wanita itu benar-benar memikat hatinya. Bahkan saat aku berbicara dengan orang lain, Mas Bayu dengan jelas melirik Laras tanpa mencoba untuk menyembunyikan perhatian itu. Itu adalah sesuatu yang sangat bagus bagiku.
Aku tahu, perhatiannya yang terus menerus terfokus pada Laras bukanlah kebetulan. Ini adalah peluang yang sudah aku tunggu-tunggu. Aku bisa melihat bagaimana ketertarikannya semakin mendalam, dan meskipun dia berada di sebelah Mbak Dina, matanya tak bisa lepas dari Laras. Itulah yang membuat hatiku merasa puas. Semua langkah yang aku rencanakan kini mulai menunjukkan hasilnya.
Sambil menikmati suasana pesta, aku tahu bahwa ini adalah saat yang tepat untuk menjalankan rencanaku. Aku akan menjadikan Laras sebagai kekasih baru Mas Bayu, tanpa Mbak Dina bisa melakukan apa pun untuk menghentikan ini. Setiap gerakan Mas Bayu yang melirik Laras adalah bukti bahwa aku semakin dekat dengan tujuan yang kuinginkan. Ini hanya masalah waktu sebelum semuanya terungkap, dan aku yakin kali ini, aku akan menjadi orang yang menang.
Setelah acara pesta ulang tahun anak Rahma selesai, suasana kembali terasa sedikit lebih santai meskipun ada ketegangan yang tersisa di antara beberapa orang.
Semua orang mulai beranjak pulang, dan kakak keduaku, Rahma, terlihat sangat senang dengan bagaimana acara itu berjalan. Dia menghampiriku, tersenyum lebar, dan berkata dengan antusias, "Caca, terima kasih banget ya! Kamu nggak cuma ngundang teman, tapi juga model terkenal, Laras! Aku sampai nggak bisa berhenti ngomongin ini sama teman-teman. Mereka semua pada terkejut dan nggak percaya, lho!"
Aku hanya tersenyum puas, menyadari bahwa langkahku untuk memamerkan Laras ke teman-teman Rahma sukses besar. "Iya, Kak Rahma, senang banget bisa bantu. Lagi pula, Laras juga senang bisa datang. Semoga teman-teman kamu bisa terinspirasi sama kesuksesannya," jawabku sambil menyeringai.
Rahma mengangguk, wajahnya penuh kebanggaan. "Nggak cuma itu, lho, Caca. Teman-teman aku sampai bilang, 'Wah, gila, kita bisa ketemu model terkenal kayak gini!' Mereka semua pada heboh dan ngomongin Laras terus. Itu kayak semacam 'prestasi' bagi aku, bisa ngundang seseorang yang punya status kayak gitu ke acara ulang tahun anak aku."
Aku bisa melihat betapa bangganya kak Rahma dengan acara ini, dan itu membuatku merasa puas. Ini adalah langkah awal yang sempurna untuk memperlihatkan kekuatan pengaruhku kepada keluargaku dan juga teman-teman Rahma. "Senang kalau mereka suka. Laras memang luar biasa, kan? Bisa jadi contoh yang baik buat kita semua," jawabku, sambil menambah sedikit pembenaran untuk tujuan-tujuanku.
"Tapi aku juga agak heran, sih," kak Rahma melanjutkan dengan ragu, "kenapa Mas Bayu tadi kelihatan begitu... tertarik sama Laras? Aku nggak tahu ya, tapi rasanya dia nggak bisa berhenti liat Laras."
Aku mengernyitkan dahi, mencoba menyembunyikan kegembiraan di balik kata-kataku. "Ah, itu biasa, Kak. Laras kan memang cantik, pasti banyak yang tertarik. Mungkin Mas Bayu cuma kagum aja, kok."
Kak Rahma tampak tidak terlalu yakin, namun dia tidak membahasnya lebih lanjut. "Ya, semoga aja nggak ada masalah ke depannya," ujarnya dengan suara pelan. "Aku sih berharap semuanya tetap baik-baik aja, Caca."
Aku hanya mengangguk, sembari menyembunyikan senyum kecil. Semua yang terjadi malam ini adalah bagian dari rencana yang aku susun. Dengan Laras semakin dekat dengan keluarga kami, terutama Mas Bayu, aku yakin langkah berikutnya tidak akan terlalu sulit.
...****************...
Setelah acara pesta ulang tahun kakak keduaku, aku dan Laras semakin dekat. Kami sering menghabiskan waktu bersama, terutama saat berbelanja barang-barang branded yang selalu menjadi hiburan bagi kami.
Laras dengan kehidupannya yang glamor dan penuh gaya, selalu tahu tempat-tempat terbaik untuk berbelanja. Rasanya menyenangkan bisa berada di dunia yang begitu mewah, dan aku bisa menikmati setiap momen itu bersama Laras.
Namun, ada satu hal yang selalu membuatku kesal: suamiku, Mas Danu. Meskipun dia bekerja di perusahaan besar dengan gaji yang sangat tinggi, dia mulai membatasi pengeluaran kami.
Setiap kali aku meminta uang untuk berbelanja, dia selalu memberikan batasan yang membuatku frustrasi. Seharusnya dengan penghasilan besar yang dia miliki, aku bisa menikmati hidup tanpa khawatir. Tapi dia malah lebih memilih untuk menyisihkan uang untuk tabungan atau investasi, yang menurutku itu bukanlah hal yang perlu diprioritaskan.
Aku merasa terjebak dalam rutinitas yang membuatku kesal. Aku tahu, seharusnya aku lebih bijaksana dalam mengelola keuangan rumah tangga, tapi aku merasa pantas mendapatkan lebih banyak kebebasan untuk menikmati hidup. Aku sudah cukup berkorban, selalu menuruti aturan dan menjaga citra baik keluarga, tapi ketika aku meminta untuk sedikit bersenang-senang, aku malah dibatasi.
Setiap kali aku meminta uang untuk belanja atau pergi dengan Laras, Mas Danu selalu mengingatkan tentang pengeluaran yang lebih bijaksana. “Caca, kamu harus mulai lebih hemat. Kita harus menabung untuk masa depan,” katanya dengan nada yang tenang, tapi itu hanya membuatku semakin jengkel. Rasanya seperti hidup dalam penjara yang dibangun oleh keputusan-keputusan keuangan yang tidak sesuai dengan apa yang aku inginkan.
Aku mencoba bersikap sabar, namun semakin lama, semakin banyak rasa frustasi yang menumpuk. Laras, di sisi lain, selalu mendukungku dalam setiap keputusan yang kuambil. Dia seringkali mengingatkan bahwa hidup harus dinikmati, dan jika aku merasa terhambat, aku seharusnya
bantu ngga.
mudah2an mereka bertiga dpt balesanya
blm sadar jga y,ngga minta maaf Ama Dina.
tuh mantan suami Dina kpn dapet karmanya.
kadang kasian Ama Caca, tp kenapa dia ngga mikir y gimana perasaan Dina. yg skg dia alami.
apa Caca ngga sadar ini ulahnya.
makin merasa terzolimi padahal dia sendiri pelakunya