Daniah Hanania Eqbal, gadis lulusan ilmu kedokteran itu sedang menjalani KOAS di Rumah Sakit Harapan Keluarga. Selama menjalankan KOAS, ia harus berhadapan dengan Dokter pembimbingnya yang galak. Dokter Arrazi Dabith Dzaki.
Arrazi memang terkenal Dokter paling galak diantara Dokter lain yang membimbing para anak KOAS, namun ketika berhadapan dengan pasien kegalakan Arrazi anyep,baik hilang di balik wajah tampan bin manisnya.
Suatu ketika Basim meminta Daniah untuk mengabulkan keinginannya, yaitu menikah dengan cucu dari sahabatnya, guna menepati janji mereka. Daniah tidak menolak atau mengiyakan, ia hanya meminta waktu untuk memikirkan keinginan Kakeknya itu. Namun saat tahu laki-laki yang di jodohkan kepadanya adalah cucu dari pemilik Rumah Sakit tempatnya KOAS, Daniah dengan senang hati langsung menerima, selain sudah kenal dengan laki-laki itu, Daniah pun berencana akan menggunakan kekuasaannya sebagai istri cucunya pemilik Rumah Sakit Harapan Keluarga untuk menendang Dokter itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icut Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 34 : DI MADU?
Setelah seminggu cuti, Daniah kembali beraktivitas. Ia kembali ke rumah sakit menjalankan masa koasnya. Saat Daniah datang ke rumah sakit dengan gelar sudah menjadi istri Dokter Arrazi, ia mendapatkan perlakuan yang berbeda dari biasanya. Beberapa perawat dan pegawai rumah sakit menyapanya dengan ramah saat berpapasan dengan dirinya.
Bahkan Emma, office girl di rumah sakit yang biasanya ngobrol bareng dengan Daniah saat jam istirahat, menyapanya dengan hormat dan menawarkan Daniah makanan dan minuman yang akan di buatkan olehnya. Tentu hal itu di tolak Daniah. Ia ingin Emma bersikap seperti biasa, ia tidak mau diistimewakan meskipun sudah menjadi istri dari cucu pemilik RS Harapan Keluarga.
"Nggak papa Kak, Emma justru ngerasa nggak di hargai kalau Kakak nolak penawaran Emma. Mau ya, Kakak mau apa? Susu karamel? Hot chocolate? Atau matcha?" tawar Emma dengan memaksa.
Daniah terkekeh dengan ekspresi Emma. Yang malah memelas agar dia mau menerima tawarannya.
"Ya udah aku mau hot chocolate aja Em. Nanti tolong bawain ke ruangan ya." akhirnya Daniah menerima tawaran itu. Emma memberi hormat. Lalu pergi menuju dapur rumah sakit.
Daniah melanjutkan langkahnya, sampai di ruangan tempatnya dan juga teman satu koasnya.
"Assalamualaikum." ucap Daniah setelah masuk dan menutup pintu dari dalam.
"Wa'alaikumussalam.....wuhaaaa pengantin baru akhirnya masuk jugaaa!" seru Ghaniyyah yang langsung menghampiri Daniah dan langsung memeluknya.
Namun pelukan itu tidak berlangsung lama, karena Halwa menarik kerah belakang Ghaniyyah yang membuat gadis berambut pendek itu mundur beberapa langkah.
"Jangan sembarangan peluk-peluk Ghaniyyah! Dia itu udah jadi Nyonya di RS ini." ujar Halwa dengan dingin sambil mendelik kearah Daniah. Hal itu membuat Daniah tersinggung. Sedangkan Ghaniyyah mengerutkan keningnya, heran.
"Lo ngapain masih datang ketempat ini? Bukannya lo udah punya privilege. secarakan lo udah jadi istri pewaris di RS ini. Ooh gue tau, lo mau pamer kan udah punya tempat baru yang lebih nyaman dan lo kesini buat ngetawain nasib kita yang udah dibawah lo?" nyinyir Halwa.
"Maksud lo apa Halwa, ngomong kayak gitu?" tanya Daniah tidak terima.
Halwa berdecih, lalu melipat kedua tangannya didada.
"Kenapa? Lo tersinggung?" ketus Halwa memotong kalimat Daniah.
"Halwa, lo kok gitu sih sama si Nia."
"Diem! Gue nggak ngajak lo ngomong Ghaniyyah!" sarkas Halwa menginterupsi Ghaniyyah yang hendak membela Daniah.
Sementara Daniah menatap kearah teman satu koasnya itu. Ia benar-benar tidak suka dengan sindiran dari Halwa menyinggung status pernikahannya dengan Arrazi. Meskipun ia sudah menjadi istri Arrazi yang akan mewarisi RS Harapan Keluarga ini, Daniah tidak mungkin setega itu merendahkan teman seperjuangannya. Daniah bukan perempuan yang suka menyombongkan harta atau tahta yang ia miliki.
Daniah menggelengkan kepala.
"Sumpah, gue nggak ngerti maksud lo ngomong kayak gitu Halwa. Gue juga males buat debat atas tuduhan lo itu." ujar Daniah melengos pergi dari hadapan Halwa, lalu duduk di tempatnya. Goodybag berisi leh-oleh yang di bawanya di simpan diatas meja. Awalnya Daniah akan membagikan, namun mendapati perlakuan tidak enak dari Halwa, membuatnya tidak mood. Bisa nanti-nanti lagi dibagikannya.
"Nia, maafin Halwa ya....gue nggak tau kesambet apa dia bisa ngomong kayak gitu. Padahal kemarin-kemarin dia baik-baik aja kok." ujar Ghaniyyah mendekati Daniah.
Daniah hanya tersenyum kecut.
"Ghaniyyah, jangan deketin dia. Lo itu nggak selevel sama dia!" ketus Halwa.
BRAK!
Daniah menggebrak meja yang ada di depannya, lalu berdiri. Halwa dan Ghaniyyah sontak kaget dan menatap kearah Daniah. Beruntung di dalam ruangan hanya ada mereka bertiga, sementara empat orang lainnya masih ada diluar.
"Cukup Halwa, gue nggak suka kalo lo ngait-ngaitin masalah pribadi ke kerjaan. Please, professional Halwa!" tegas Daniah mulai tersulut emosi.
Namun Halwa sepertinya tidak mau menghentikan nyinyirannya.
"Nah tuh, bibit ke otorirerannya mulai muncul, sok-sokan nyuruh professional." Halwa kembali berdecih.
"Halwa, lo itu punya masalah apa sih sama gue? Lo nggak suka kalo gue nikah sama Dokter Arrazi? Kenapa lo nggak minta nikahin aja sama dia, biar lo aja yang jadi istrinya!" kali ini Daniah benar-benar emosi.
"Nia, sabar Nia....Halwa udah ih diem, ini rumah sakit, nggak enak kalo kedengeran orang lain." ujar Ghaniyyah mencoba melerai pertengkaran kedua temannya yang mulai memanas.
Namun Halwa mengabaikannya. Ia mendekati Daniah.
"Emangnya lo mau dimadu Nia?" ucap Halwa dengan pelan penuh penekanan.
"HALWA!" teriak Ghaniyyah kaget mendengar apa yang diucapkan Halwa. Sementara itu Daniah menyunggingkan senyuman miring dengan tangan yang terkepal.
"Kalo lo mau nikah sama dia, tenang Halwa, gue bakal minta cerai sama dia. Posisi lo aman nggak akan gue ganggu." ujar Daniah menantangnya.
Daniah merasakan sayatan tak kasat mata di hatinya atas perkataannya sendiri. Belum juga memulai perjuangan untuk mendapatkan hati sang suami, masa Daniah harus rela di madu? Tapi rasanya untuk meminta cerai kepada Arrazi pun ia tidak mampu.
Halwa mendengus kasar.
"Elah Nia, Nia. Lemah banget sih lo. Harusnya lo itu marah kek atau ngereog sekalian. Lah ini malah mau nyerah gitu aja. Ck ck ck..." ujar Halwa santai sambil menepuk pundak Daniah dan menggelengkan kepalanya.
Daniah mengerutkan alis.
"Jadi cewek tuh harus strong! Apalagi seorang istri, masa baru di panas-panasin sedikit aja udah nyerah. Perjuangin lah pernikahan lo!" lanjut Halwa, menambah kerutan di kening Daniah.
Sementara Ghaniyyah melihat ekspresi Daniah yang kebingungan.
"Lo nge-prank gue Halwa?" kali ini Daniah memicingkan matanya dan menjauhkan tangan Halwa di pundaknya. Halwa terkekeh.
"Nggak juga sih, gue cuma mau ngetes seberapa kuatnya lo pertahanin suami lo. Eh, baru juga di gituin udah nyerah aja. Untung gue cuma bercanda, coba kalo nggak kebayang nggak sih sama gue."
"Sumpah Halwa, candaan lo nggak lucu sama sekali!" kesal Daniah.
Lagi-lagi Halwa tertawa.
Begitu dengan Ghaniyyah. Bahkan saat Ghaniyyah mendekati Daniah dan hendak mendaratkan tangan dipundaknya, Daniah langsung menepis tangan Ghaniyyah dan melotot, membuat Ghaniyyah urung, lalu ia mundur tujuh langkah, berjaga jarak dengan Daniah.
Sementara Halwa masih berada di tempatnya, kembali merangkul pundak Daniah, meskipun mendapat penolakan dari Daniah, namun tangannya tetap berada di pundak sang teman seperjuangan.
"Tenang Nia, gue yang bakal jadi backingan lo kalo ada cewek yang berani deketin suami lo, bilang sama gue. Gue pastikan pelakor spek apapun nggak akan berani deketin suami lo!"
Daniah terkekeh.
"Kalo ternyata pelakor itu lo sendiri gimna?" tanya Daniah denga mengangkat alisnya.
Halwa melepaskan rangkulannya dan mengangkat kedua tangan. Belum Halwa menjawab, Ghaniyyah sudah menyahuti.
"Tenggelamkan!" seru Ghaniyyah sambil menunjukkan kearah Halwa, hal itu membuat Halwa melayangkan tatapan tajam kepadanya. Ghaniyyah langsung mengalihkan pandangannya kearah lain.
Serem liat mata Halwa melotot kayak hati Momo yang merupakan karakter boneka mengerikan karya seniman asal Jepang.
"Nggak Nia. Dokter Arrazi bukan tipe gue kok. Tenang aja, gue udah punya cowok, ya emang nggak seganteng Dokter Arrazi, tapi lumayanlah....hehehe." ujar Halwa sambil nyengir.
"Iya, emang nggak ada cowok yang bisa nandingin kegantengan suami gue." sombong Daniah, kembali duduk ke kursinya.
"Dih, Nia dah bucin sekarang!" ledek Ghaniyyah.
Daniah terkekeh.
"Nggak papa dong bucin sama suami sendiri."
"Duileeeeh suami nggak tuh." goda Halwa, ia ikut duduk di samping Daniah.
"Kenapa? iri?"
"Kagak!"
"Eh Nia, gimana tuh Dokter galak? Udah jadi istrinya, apa dia masih galakin lo?" tanya Ghaniyyah penasaran. Ia bahkan sampai menarik kursinya mendekat ke Daniah.
"Hmmm......ya gitu deh...." jawab Daniah sekenanya.
"Gitu gimana?" kali ini Halwa yang kepo.
Daniah terkekeh memandang kedua temannya yang sedang kepo bergantian.
"Gini........"
TOK! TOK! TOK!
Perhatian ketiga anak koas itu tertuju kearah pintu yang diketuk dari luar. Halwa dan Ghaniyyah mendengus kesal karena ke-keponya terganggu. Sedangkan Daniah tertawa. Tak lama pintu terbuka menampilkan sesosok perempuan dengan membawa nampan.
"Yaelaaah Emmaaa! Gue kira siapa!" kesal Halwa sambil memutar matanya, Daniah dan Ghaniyyah terkekeh.
"Maaf Kak Halwa. Ini Emma mau bawain hot chocolate buat Kak Nia." ujar Emma menghampiri meja Daniah, lalu menyimpan segelas hot chocolate.
Emma sendiri memang lumayan akrab dengan ketiga anak koas itu. Meskipun usia dan jabatan mereka berbeda, namun Emma merasa nyaman dengan ketiga perempuan yang di panggil Kakak olehnya.
"Thanks Emma." ucap Daniah.
Emma memberikan dua jempolnya sambil tersenyum.
"Gue nggak dibikinin Emma?" tanya Halwa sambil mengangkat alisnya.
"Gue juga nggak sih Em?" sahut Ghaniyyah.
Emma nyengir lebar menunjukkan gigi gingsul nya.
"Maaf nih ya Kak Halwa, Kak Ghaniyyah, bukannya Emma nggak mau buatin juga buat kalian berdua, tapi ini Emma bikin spesial buat pengantin baru." ujar Emma menunjuk Daniah dengan kedua tangan.
Daniah tersenyum lebar da menggerakkan tangannya dengan bangga layak seorang Miss World.
"Hadeh!" dengus Halwa.
"Oh, nggak papa kalau kalian mau, tapi ada syaratnya." lanjut Emma.
"Apa?" tanya Halwa dan Ghaniyyah berbarengan.
"Kalian nikah dulu."
"EMMA!" teriak Halwa dan Ghaniyyah melayangkan pelototan kearah Emma.
Emma langsung berlari bersembunyi di belakang kursi yang sedang di duduki Daniah.
"Maaf Kak. Maaf, Emma bercanda.." ujar Emma menyembunyikan kepalanya dari belakang Daniah.
"Tidak ada maaf bagimu!" ketus Halwa mencebikkan bibirnya.
Daniah tertawa.
"Ayoooloh Em...Halwa marah, jangan harap pulang cepat nanti." ledek Daniah menakuti Emma.
Karena pernah Emma melakukan kesalahan kepada Halwa. Lalu Halwa mengerjainya sampai Emma baru bisa pulang kerja jam sembilan malam. Begitulah, Halwa memang pendendam orangnya, juga jangan main-main kalau dia sudah marah.
Emma bergedik ngeri, lalu keluar dari persembunyiannya.
"Ya udah Emma bikinin deh. Kak Halwa sama Kak Ghaniyyah mau apa?" ujar Emma merayu.
"Kopi!" jawab Halwa.
Emma mengangguk, lalu menoleh kearah Ghaniyyah.
"Kak Ghaniyyah?"
"Sama."
"Oke." Emma mengacungkan kedua jempol.
"Emma, tunggu." panggil Daniah, saat Emma baru saja melangkah.
"Ini buat kamu." ujar Daniah memberikan kantong kecil berwarna pink berisi oleh-oleh untuk Emma yang ia keluarkan dari goodybag yang dibawanya.
Mata Emma berbinar, ia langsung mengambilnya.
"Wuhaaa makasih loh Kak Nia!" seru Emma.
Halwa dan Ghaniyyah langsung melirik ke arah Daniah. Daniah terkekeh, paham arti dari lirikan mereka berdua.
"Ini ada juga buat kalian." ujar Daniah memberikan masing-masing satu kantong.
Halwa dan Ghaniyyah langsung menyambar, mengambil kantong itu.
"Thanks Nia!"
Ketiga orang itu mengeluarkan isi yang merupakan gelang tali simpul juga gantungan kenci bergambar ikon Bandung dari kantong pemberian Daniah. Mereka langsung memakai gelangnya dan pamer masing-masing gelang yang didapatkan. Sementara Daniah tertawa melihat kelakuan mereka.
"Mbak Halwa dan Mbak Ghaniyyah, ada panggilan buat kalian dari ruang laboratorium." suara yang berasal dari pintu itu menghetikan aksi ketiga gadis yang kegirangan mendapatkan oleh-oleh dari pengantin baru.
Seorang perawat bernama Fadiyah itu sedang berdiri sambil bersedekap tangan di ambang pintu. Entah sejak kapan perempuan itu berada disana, membuat Halwa dan Ghaniyyah langsung bergegas, lalu pergi mengikuti Fadiyah.
Sementara Emma hanya nyengir di tempat, sedangkan Daniah merapikan kembali barang yang ada di mejanya.
"Kak Nia, Emma juga pamit ya mau lanjutin kerja."
"Oh iya Emma, silahkan."
Baru saja Emma melangkah, ia berbalik. Membuat Daniah menoleh kearahnya dengan menaikkan alisnya.
"Ada apa Emma?"
Emma kembali mendekat.
"Kak Nia, maaf banget nih, Emma tadi lama bawain minumannya buat Kak Nia." ujar Emma dengan lirih.
Daniah terkekeh.
"Nggak papa Emma. Santai aja." ujar Daniah, lalu menyeruput hot chocolate yang sudah hangat itu.
Emma menghela nafas lega.
"Syukurlah. Habis tadi Emma kepikiran, takut Kak Nia nungguin lama. Soalnya tadi Emma habis di suruh sama Dokter Arrazi....." ujar Emma menggantung.
Mendengar nama suaminya di sebut, Daniah mengecap, lalu menyimpan gelas itu di meja dan mengarahkan perhatiannya kepada gadis dua puluh tahun di depannya.
"Di suruh apa Em?" tanya Daniah ingin tahu.
"Di suruh beliin lontong sayur sama bikinin kopi Kak." ujar Emma tidak enak hati saat melihat ekspresi wajah Daniah yang langsung berubah saat ia mengatakan hal itu.
"Maaf Kak Nia. Jangan marah, mungkin Dokter Arrazi masih lapar kali, jadi minta tolong Emma beliin lontong sayur." jelas Emma, sok tahu.
Daniah tersenyum dan menggeleng.
"Nggak papa Emma. Terima kasih ya udah mau diminta tolong." ujar Daniah.
Emma mengangguk ragu dengan ucapan Daniah sambil memerhatikan ekspresi Daniah yang terlihat tidak baik-baik saja.
"Kalo gitu, Emma pamit ya Kak. Assalamualaikum." ucap Emma, lalu berjalan cepat keluar dari ruangan.
"Wa'alaikumussalam." jawab Daniah dengan lirih.
Setelah pintu di tutup oleh Emma dari luar. Ia menghela nafas berat. Kembali terpikirkan oleh Daniah tentang suaminya. Semalam setelah mendapati telepon dari Arrazi, Daniah tidak mendapakan kabar dari suaminya lagi sampai saat ini. Baik dari Arrazi langsung maupun dari Dhafir.
Dan ternyata mendapat kabar dari Emma, kalau suaminya itu tengah kelaparan sampai memintanya untuk membeli lontong sayur dan dibuatkan kopi. Daniah jadi tidak enak hati kepada Arrazi. Seharusnya ia menanyakan keberadaan sang suami dan kondisinya sejak masih di apartemen tadi. Setidaknya agar ia tahu keberadaan sang suami, juga bisa membawakan bekal sarapan untuknya, yang jauh lebih sehat.
Daniah menutup wajahnya dengan kedua tangan.
"Maaf Mas." lirih Daniah.
Gmn perasaan Arazzi menunggui istrinya , terjwb sudah perjuangan mama melahir kan mu.
Mk surga aga ditelapak kaki ibu
kisah mama Rara , dr Arazzi maupun Elisa mereka korban atas kezaliman sang ayah yg suka selingkuh.
untung dipertemukan dr Arazzi dgn istri yg bisa menyembuhkan luka sekaligus merangkul mama mertua dan adik tiri
Ambil yg baik jgn ditiru meskipun bkn kisah nyata